Fiona terduduk di tepi kasurnya. Tadi tiba-tiba saat dia tengah bersiap untuk pergi sekolah kepalanya tiba-tiba pusing dan penglihatannya mengabur. Kepalanya sakit sekali, Fiona hendak bangkit dari duduknya tetapi dia hilang keseimbangan.
Fiona mengambil obatnya yang sudah di resepkan dari Dokter Winar. Dia mengambil beberapa obat dan langsung menegaknya. Pintu kamar terbuka dan melihat Arkana masuk ke dalam kamarnya.
"Loh, Dek? Kamu kenapa? Muka kamu pucat." Arkana memegang kedua sisi pipi Fiona.
Fiona menatap mata Arkana dengan sayu, dia memaksakan untuk tetap tersenyum agar Arkana tidak khawatir dengan keadaannya.
"Aku nggak papa, Bang." Suara Fiona melirih.
"Nggak papa apanya?! Itu muka kamu pucet banget."
"Ona beneran nggak papa, cuma pucat doang kok, Bang. Percaya deh." Fiona terus meyakinkan kakaknya itu bahwa dia tengah baik-baik saja.
Arkana tampak ragu. "Beneran nih?"
Fiona menganggukkan kepalanya. "Iya, Bang. Beneran."
Arkana menghela napas dalam, lalu dia mengusap pelan surai hitam adiknya itu. "Sarapan dulu ya sebelum berangkat."
"Hng–aku sarapan di sekolah aja deh, Bang. Takut ketinggalan bis."
"Nggak, nggak. Sarapan dulu pokoknya, biar nanti Abang aja yang anter kamu ke sekolah."
"E-eh nggak usah, Bang. Aku bisa ke sekolah sendirian kok."
"Nggak terima penolakan. Ayo ke bawah." Arkana menarik pelan tangan adiknya itu. Fiona pasrah ketika tangannya di tarik oleh Arkana.
Mau nggak mau dia harus sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat sekolah. Di meja makan sudah lengkap semua penghuni rumahnya.
Fiola menatap Fiona dengan sinis. Dia terlalu benci dengan saudara kembarnya itu karena kakak sulungnya lebih memerhatikan Fiona ketimbang dirinya.
"Pi ayo berangkat sekolah." Fiola beranjak dari duduknya. Kharel menoleh sedikit pada Fiona, lalu dia ikut beranjak mengikuti sang anak.
Ashana ikut bangkit dari duduknya, dan membersihkan bekas makan Fiola dan suaminya itu. Arkana mengernyitkan alisnya.
"Papi sudah mau berangkat?"
"Iya. Adek kamu minta berangkat sekarang. Takut terlambat nanti." Kharel melirik sebentar ke arah anak sulungnya itu.
"Nggak sekalian anter Ona, Pi?"
Fiola melirik sinis kepada saudara kembaranya itu. "Pi, ayooo nanti Ola terlambat." Fiola merengek pada Kharel.
"Iya-iya. Ayo berangkat." Kharel merangkul anaknya itu menuju mobil yang sudah di siapkan oleh sopir di rumah ini.
"Dek." Arkana menolehkan kepalanya ke arah Fiona.
Fiona menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa, Bang?"
"Kamu ada problem dengan Mami sama Papi?"
"No." Fiona membalas dengan singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bushed
FanfictionTentang kehidupan Fiona Adhyastha dan penderitaannya ┈┈┈┈┈┈┈❆❆❆