13 | maaf

155 40 10
                                    

"Cih, anak kebanggaan sekolah pinter caper juga ya ternyata." Fiola jalan melewati meja kantin yang berisi Fiona dan teman-temannya.

Shaletta menatap sinis ke arah Fiola. "Lo nggak usah nyari ribut disini!"

"Ups, ke sindir ya? Hahahaha." Fiola beserta antek-anteknya tertawa.

"Sori-sori aja nih kalau kalian merasa tersindir, tapi kenyataannya emang begitu." Shaletta hendak bangkit dari duduknya, tetapi dengan cepat Fiona menahan tangan Shaletta.

"Hedeh, lo mau jadi sok lindungi temen lo itu? Jangan sok lindungi orang deh kalau lo sendiri lemah!" Fiola menoyor kepala Fiona.

"Fiola!" Jeno mendesis geram.

"Kenapa? Lo mau belain temen lo itu kan?" Fiola tertawa remeh melihat Fiona yang selalu di lindungi oleh orang lain.

"Memang lo itu lemah, lo cuma berani karena merasa di lindungi oleh temen-temen lo itu." Fiola pergi dari hadapan mereka berdelapan. Wajah Fiona merah karena menahan tangis, sedangkan wajah Shaletta merah karena menahan amarah.

"Fiola semakin hari, semakin jadi dah." Reyga menyeletuk.

"Sifatnya persis sebelas duabelas dengan setan." Haikal ikut menimpali.

Shaletta bangkit dari duduknya. "Gue duluan."

Fiona hendak memanggil Shaletta, tetapi dia tau kalau Shaletta butuh waktu untuk sendiri.

"Na..." Jeno hendak memegang kedua bahu Fiona, tetapi Fiona langsung bangkit dari duduknya.

"Aku duluan ya, kalian habisin aja dulu makanan kalian." Fiona pergi ninggalin mereka berenam.

Fiona pergi ke arah rooftop. Dia mengusap pipinya dengan kasar, tetapi air matanya terus berkeluaran seperti tidak mau berhenti. Fiona memukul-mukul dadanya yang terasa sesak.

"K-kamu emang nggak berguna, Fiona... kamu selalu jadi beban orang di sekitarmu..."

"Lo nggak pernah jadi beban, Fiona." Suara dari arah belakang Fiona terdengar seperti seorang laki-laki.

"Juan..."

"Sssttt, nggak papa, gue disini." Juan memeluk tubuh Fiona yang kian makin mengurus.

"Ju, aku itu lemah banget kan? Aku jadi beban kalian kan?"

Juan menggeleng cepat. "Lo bukan beban. Jangan dengerin omongan Fiola."

"T-tapi–"

"Ssstt, sudah-sudah, nggak usah di pikirkan lagi."

Juan merasakan anggukan kepala Fiona di pelukannya. Jantung Juan rasanya mau copot aja waktu Fiona membalas pelukannya.

**

Fiona duduk di halte seberang sekolahannya. Hari ini dia berniat pulang menggunakan bus seperti biasanya. Dia melihat Fiola ingin menyebrang ke jalanan, dan dia melihat ada mobil yang melaju kencang ke arah Fiola.

Dengan cepat Fiona bangun, dan pergi berlari ke arah Fiola.

"OLA AWAS!" Fiona memeluk tubuh Fiola dan menariknya ke pinggir jalan.

BushedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang