Fiona tengah menahan rasa mualnya. Dia enggan berdiri dari bangkunya karena takut mengganggu aktifitas guru di depan kelas yang tengah menerangkan materi.
Shaletta menolehkan kepalanya saat merasakan gelagat aneh dari Fiona.
"Kamu kenapa?" Shaletta bertanya dengan berbisik.
"Hng–nggak papa." Fiona membalasnya dengan pelan, karena perutnya masih terus-menerus seperti meronta untuk segera di keluarkan.
"Beneran? Itu dari tadi kamu megang perut kamu terus."
"Shaletta! Fiona! Keluar dari kelas!" Suara guru yang tengah mengajar di kelas mereka memanggil mereka berdua di saat kelas sedang keadaan hening.
Nafas Shaletta-Fiona tercekat. Mau nggak mau mereka berdua keluar dari kelas seperti apa yang di perintahkan guru itu kepada mereka berdua.
"Berdiri di tiang bendera sampai mata pelajaran saya selesai!" Setelah itu beliau kembali melanjutkan menerangkan materi di kelas mereka.
Teman-teman mereka berdua menatap khawatir pada mereka. Fiona mengkode mereka berenam agar tidak khawatir pada keadaan mereka berdua.
Shaletta-Fiona sudah berdiri di tengah lapangan di bawah tiang bendera. Mereka akan berhenti berdiri di bawah tiang bendera ini sampai bel istirahat berbunyi karena mata pelajaran guru tadi selesai tepat bel istirahat berbunyi.
Di lapangan lumayan ramai karena ada dua kelas yang tengah pelajaran olahraga. Shaletta sebenarnya malu karena ada anak kelas sebelah yang dia kagumin.
"Kenapa? Di hukum ya?" Anak kelas sebelah yang Shaletta kagumin itu menegur mereka berdua.
Pipi Shaletta memerah akibat teriknya matahari dan juga karena di tegur oleh orang itu.
Fiona menoleh sebentar ke arah Shaletta. Dia melihat Shaletta tengah menundukkan kepalanya.
"Iya." Fiona menjawab dengan se-ramah mungkin.
"Pelajaran siapa?"
"Bu Hairina."
"Oh, itu mau sudah biasa. Gurunya emang sensian." Kakak kelas itu tertawa.
Fiona tertawa canggung menatap kakak kelas itu.
"WOY SENA! JANGAN GANGGUIN KELAS LAIN WOY! SINI LO!" Suara cempreng dari barisan kelas Sena.
"IYE, BENTAR!"
Orang yang bernama Sena itu tertawa canggung melihat Fiona. Dia menggaruk tengkuk belakangnya.
"Nama lo siapa? Gue Arsena, panggil aja Arsen." Lelaki itu mengulurkan tangannya ke hadapan Fiona.
"Mm–nama aku Fiona."
Lelaki yang bernama Arsen itu tersenyum malu-malu, lalu dia melihat orang yang ada di sebelah Fiona.
"Ini siapa?" Merasa terpanggil, Shaletta langsung mendongakkan kepalanya.
"Gue Shaletta, panggil aja Letta." Shaletta tersenyum manis.
"ARSENA! GUE ITUNG SAMA TIGA KALAU LO NGGAK BALIK GUE ALPA LO DI MAPEL PAK SIS!" Suara cempreng itu kembali terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bushed
FanfictionTentang kehidupan Fiona Adhyastha dan penderitaannya ┈┈┈┈┈┈┈❆❆❆