= Venice, I'm in Love =
Setelah menempuh perjalanan udara lebih dari 8 jam, aku dan chandra telah sampai di bandara venice. Aku terpukau dengan suasana bandara, sangat rapi beda sekali dengan indonesia.
"sayang.."
"iya.."
"kok berhenti sih.. kita udah di jemput tuh"
"di jemput?"
Aku tertegun, kami baru saja sampe dan udah ada yang menjemput. kita saja belum belum kenal siapa siapa.
"iya .. papa udah reservasi hotel dan minta supir buat jemput di bandara"
Aku lupa om rawendra kan sudah tak asing dengan venice bahkan beliau punya saham di salah satu rumah makan di sini. Aku menyeret malas koper ku, yang benar saja chandra meninggalkan ku di belakang. Tali sepatu ku lepas pula, aku memutuskan untuk berhenti. Saat aku mendongak tak ku temukan Chandra. Sial!! disini kan aku tak kenal siapa siapa. Dan aku tak pandai berbahasa italia. Aku memilih duduk di sebuah kursi panjang di dalam bandara. Ku lihat sosok laki laki yang seperti nya aku pernah menemuinya. Dia nampak repot dengan koper kopernya dan ada gadis cantik berjalan santai di depannya. Harusnya chandra seperti laki laki itu. Aku kembali memutar ingatanku.
"Hey..."
Aku berlari ke arahnya.
"Loe masih inget gue"
Laki laki itu hanya diam menatapku.
"Iya.. kenapa ?" ketusnya
"jangan ketus dong. gue mau nanya?"
"Nanya apaan?"
"Gue kepisah dari pacar gue. gue cari didepan dia udah nggak ada. Gue nggak tau venice sama sekali"
Aku mulai merajuk dengan cowok angkuh ini, sebenernya males tapi mau gimana lagi. Belum sempat dia menjawab, ada seorang wanita cantik mendekati kami.
"Siapa yang?"
"Nggak tau"
"Udah yuk.. tinggalin yuk"
Laki laki itu berjalan keluar dan kurasa itu kekasihnya.
Demi Neptunus.. ini nggak lucu. masa iya gue terjebak di venice. Tau gini gue milih nurutin omongan papa. Huaaaa seseorang siapa pun bantuin gue ...
Aku membanting pantat ku untuk duduk di kursi lagi. Aku tak bisa menghubungi chandra , aku masih menggunakan nomor indonesia. Sesekali aku melirik jam tanganku, sial kalau di turut menurut jam venice, ini udah siang bolong.
Aku menunduk dan memegang kepalaku. Apakah aku akan membusuk di bandara. Kulihat sepasang kaki mendekati ku.
"Ayo ikut aku"
Aku hanya melongo terkejut.
= Venice, I'm in Love =
Lelah ,itulah yang kurasakan sekarang. 8 jam lebih di dalam pesawat membuat badanku pegal. Bukannya turun di manja kan aurora. Aku malah di suruh kerja bawaain koper koper nya. Dengan sedikit kerepotan aku berjalan menyusuri bandara. Hingga langkah ku terhenti saat ada seseorang menyapaku.
"Hey"
Aku mendongakkan wajahku, perempuan itu mendekati ku. Aroma vanilla seperti narkoba untukku, membuatku ingin selalu ada di sampingnya.
"Loe masih inget gue"
Bagaimana mungkin aku lupa padanya. Gadis cantik dengan sejuta pesona.
"iya..kenapa?"
Kujawab ketus dia, aku ingin liat kalo dia sedang marah. Sial dia malah merengek padaku. ingin sekali aku mencubit pipi chubby nya
"Gue kepisah dari pacar gue. Gue cari di depan udah nggak ada. Gue nggak tau venice sama sekali"
Pacar macam apa itu, meninggalkan gadisnya di bandara. Belum sempat aku menjawab aurora telah menghampiri ku dan mengajak ku pergi.
Ku toleh gadis itu tampak frustasi duduk di bangku. Setelah memasukkan koper aurora ,aku meminta izin padanya.
"sayang.. "
"iya li"
"kamu duluan deh.. "
"Ada barang aku ketinggalan di dalam"
"Mau nyamperin cewek tadi .. ?"
"nggak.. beneran deh aku mau ngambil barang"
"Yaudah ..aku tunggu di hotel aja"
Aku mengecup dalam keningnya, dan segera kembali kedalam. Ku lihat gadis itu tengah menunduk dan Beberapa kali menyeka airmatanya. Ku dekati dirinya
"Ayo ikut aku"
Dia hanya mendongak dan melongo. Astaga dia sangat menggemaskan.
"Kau mau tetap disini?"
Dia berhambur memeluk ku dan menangis terisak. Aroma vanilla semakin menusuk tajam indra penciumanku, 8 jam di dalam pesawat tak membuat aroma itu memudar.
