Baru saja seminggu Ria pindah ke Sekolah barunya, rasanya seperti sudah lama saja. Sekarang Ria sudah dekat dengan teman sekelasnya. Bahkan sudah punya seluruh No Handphonenya. Apa yang salah dengan itu? Tidak salah, wajar saja bukan jika Gadis ceria seperti Ria punya bnyak teman. Sampai pada hari dimana Membuat hatinya berdebar-debar. Rasanya seperti dunia ini berpihak padanya. Bagaimana tidak lelaki yang terkenal super dingin dan sangat cuek kepada seorang Cewek. Mendadak berbeda.
"Halo. Assalamualikum" sapa Ria setelah Ponselnya berdering berulang-ulang.
"---" tidak ada jawaban dari balik telepon itu. Beberapa menit Ria menunggu seseorang dibalik telpon itu menjawab panggilannya.
"Halo. Ini Siapa?" tanyanya lagi.
"----" masih sama tidak ada jawaban dari sebrang sana.
"Siapa Ta?" Mama yang sedari tadi berada disamping Ria pun akhirnya bertanya karena penasaran.
"Gak tahu Ma, Nomor baru"
"Kasih mati ajah Ta, gak sopan, Gita tidur sana." usul Mama yang ikut kesal karena tidak ada jawaban. Ria pun mengikuti perintah Mamanya itu. Lagipula salahnya sendiri tidak menjawab.
Semalaman Ria memikirkan siapa yang menelponya. Siapa yang tega mengerjainya dijam istirahat seperti tadi. Ria hanya berguling-guling diatas ranjangnya. Masih dengan hal yang sama memikirkan yang tadi.
"Siapa ya?, gak mungkin Zia kan?, Masa sih dia mau mengerjain Gue" guman Ria dengan rasa yang penasaran, namun tidak ada jawaban yang bisa menjawab pertanyaannya itu.
~~~
"Mata Lu kenapa?, kok bengkak gitu. Jangan bilang Lu habis nonton Drakor kan? (Drama Korea)" tuduh Zia.
"Apaan sih Lu. Sok tahu ajah" rasanya sangat kesal mendengar tuduhan yang tiba-tiba saja tertuju padanya. Ria yang sedang dalam kondisi hati yang buruk itu, hanya diam didalam bus. dia menerawang keluar jendela memikirkan apakah akan ada jawaban tentang rasa penasarannya. Bagi wanita yang sangat ingin tahu sepertinya, satu masalah membuatnya berfikir keras, padahal jika difikirkan lagi itu adalah hal sepele.
Tidak ada percakapan yang signifikan didalam Bus itu, Zia sibuk dengan ponselnya, sedangkan Ria sibuk melamun dengan fikirannya sendiri. 20 menit tidak terasa, walaupun sudah diambang pintu gerbang pun masih acuh satu sama lain. Padahal tidak ada masalah diantara mereka.
"Ri. Kita ini kenapa sih?" Zia menghentikan langkah, mengenggam lengannya.
Ria mengangkat bahunya. Tidak ada jawaban yang jelas darinya, badmood kalau bahasa gaulnya. Gadis itu melangkahkan kakinya kekelas. Menaruh kasar tasnya dimeja.
"Lu lagi PMS ya?" tuduh Zia.
"Enggak!" jawabnya dengan nada malas.
"Terus?" penasaran.
"Lagi badmood doang" jawabnya.
"Bagaikan rembulan tanpa bintang, sendiri, sepi dan tak bergairah itulah yang aku rasakan saat ini. Owhh bintang kemana engkau pergi. Apakah awan menghadangmu untuk bertemu denganku" Zia mengangkat tangganya, mengikuti gaya orang yang sedang melakukan improvisasi puisi.
"Gila Lo ya. Kembali ke kelas sana" usir Ria yang malu dengan tingkahnya.
Sambil tertawa Zia pun mengikuti arahannya. Kembali ke kelasnya dengan rasa yang masih belum terjawab. Kenapa sikapnya berubah? Apakah Dia sudah dewasa?.
Selama pelajaran Ria berkhayal entah kemana. Melalang buana mengelilingi pusat fikirannya mencari jawaban dan solusi yang tepat. Sampai akhirnya bel berbunyi tak didengarnya. Dengan tangan yang masih menopang dagunya, Ria masih melamun. Dering diponselnya saja dibiarkan berbunyi berulang kali. Segalau itu Dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Tidak) Berakhir Indah? (Hiatus)
Romance"Emhh bagaimana kabarmu?, Aku rindu" terkejut Ria mendengarnya. Apakah ini bertanda bahwa dirinya bisa kembali. Sebenarnya rasa cinta masih ada didalam hatinya. Hanya saja gengsi menghalangi semua itu. "Aku ingin kembali" rasanya ingin sekali mengat...