Part 6

2.5K 295 41
                                    

Setelah beberapa hari membuat kekacauan di hutan terlarang. Rega mulai bosan. Beberapa item yang didapat dari anggota tubuh siluman juga sudah cukup untuk membuat sesuatu. Dia mengurung diri di kamar. Jelas tidak pernah pergi kuliah. Hanya bertemankan Neron yang selalu mengomentari apa pun perbuatannya.

"Kau itu setiap hari bertarung, jangan memaksakan diri membuat ramuan khusus seperti shaman atau membuat item seperti pandai besi." Neron tak percaya pada kemampuan Rega selain skill bertarungnya.

Normalnya, mereka yang punya kekuatannya spiritual terbagi menjadi beberapa profesi sesuai dengan jenis bakat mereka. Yang paling umum adalah petarung seperti Rega, mereka yang menggunakan tangan kosong atau senjata spiritual untuk melawan setan dan siluman. Lalu ada yang namanya shaman, pekerjaan untuk mereka yang ahli membuat lapisan pelindung dan mencampur ramuan khusus seperti obat, kutukan atau berfungsi sesuai pesanan tertentu. Lalu ada pandai besi yang khusus membuat senjata, pakaian pelindung atau benda-benda aneh dari anggota tubuh siluman.

Tak banyak orang yang bisa menguasai lebih dari satu profesi. Jelaslah Neron tak percaya dengan ucapan Rega yang mengaku bisa segalanya. Lihatlah tingkah Rega, mau mencampur sesuatu saja ragu-ragu, sambil buka buku yang belum lama dia curi.

"Jangan berisik! Aku sedang konsentrasi membuat ramuan pemancing siluman ulat sutra neraka. Bahan mantel bulu siluman musangku masih kurang satu." Rega butuh benang dari ulat tersebut untuk menjahit dan menyatukan potongan kulit mantelnya.

Rega merasa beruntung karena ada celah keretakan dunia di pulau ini. Sehingga dengan menggunakan ramuan tertentu, dia bisa memanggil setan dan siluman apa saja selama menuangkan ramuan itu di dekat celah keretakan tersebut. Keluarga Witter memakai cara ini untuk memanggil lawan berlatih calon Demon Hunter, sehingga Rega tak segan memakai cara yang sama.

"Ulat sutra neraka itu termasuk setan kelas bawah, bukan siluman." Mau ramuan mencurigakan itu berhasil dibuat pun, ulatnya tak akan datang. Sejak awal saja Rega sudah salah menggolongkan jenis incarannya. Memang dasar istri satu ini, punya otak encer, tapi belajar setengah-setengah. Informasinya setengah-setengah juga jadinya.

"Kau pasti bohong!" Rega langsung membalas seakan tak percaya, tapi tangannya bergerak membuka kembali buku yang dibacanya dengan sekilas tempo hari. Banyak dilompati sehingga kebanyakan usaha Rega berakhir sia-sia meskipun dia memang punya bakat untuk menjadi shaman.

"Lihat baik-baik. Apa kau masih berpikir aku berbohong?" Neron menggunakan kekuatannya untuk membuka lembaran buku pada halaman yang tepat. Dia berpindah ke samping Rega, merangkul pemuda cantik itu sambil menunjuk pada bagian informasi yang Rega butuhkan.

Wajah Rega berubah memucat. Bahannya terbuang sia-sia, tercampur tak jelas akan menghasilkan apa. Rasanya tak rela. Apalagi buatnya pakai darah siluman ular yang sudah didapatkan.

"Bahanku yang berharga," gumam Rega.

"Mungkin ini kuubah jadi ramuan kutukan saja. Hahaha!" Semenit kemudian, Rega melarikan diri dari kenyataan. Dia mendorong Neron menjauh, berdiri dengan tegap sambil tertawa menghibur diri sendiri.

Neron menggelengkan kepalanya, gemas pada kelakuan Rega. "Kau tak bisa sembarangan membuat ramuan kutukan. Hasilnya akan berbalik padamu nanti. Dasar bodoh." Pastinya sambil menghina.

Rega menendang Neron. Kesal setengah mati. Dia memang suka mencampur ramuan khusus, tapi bila ada kenalan shaman, dia juga akan dengan sukarela membiarkan orang lain membuatkan ramuan untuknya. Di pulau ini teman saja tak ada. Apalagi shaman atau pandai besi yang bisa dia bayar. Ada pun, mereka merupakan bagian dari keluarga Witter, orang yang pastinya tak akan mau membantu pengacau sepertinya.

"Berisik! Kalau begitu kau yang campurkan untukku!"

"Aku ini setan kelas atas, mana sudi membuat barang rendahan seperti yang manusia lakukan."

"Bilang aja memang nggak guna."

Rega korek kuping, pasang tampang masa bodoh sambil menyandarkan punggungnya pada tembok. Otaknya mulai memikirkan rencana pemburuan bahan lagi besok. Habis mau bagaimana lagi, bahannya sudah terpakai dan Neron tak berguna sama sekali sebagai pelayan. Rega masih belum terima kenyataan kalau perjanjiannya adalah menjadikan Neron sebagai suami, bukannya pelayan seperti perjanjian antara manusia dan setan pada umumnya.

"Panggil saja kucing hitam itu. Minta dia buatkan untukmu."

"Tak mau. Kucing hitam bawa sial. Lagian Rin itu siluman. Mengeong doang bisanya, macam mengerti bahasa manusia saja."

Ide Neron bikin kesal pula. Kucing apaan bisa membuat ramuan. Shaman saja bukan.

Maklumlah, pengetahuan Rega tentang siluman agak kurang. Dia tak tahu kalau ada siluman yang lebih ahli membuat ramuan khusus daripada shaman.

"Aku sangat yakin kucing hitam itu siluman berumur jutaan tahun. Dia punya kecerdasan dan kemampuan membuat ramuan khusus. Jika hanya siluman biasa, dia tak akan bisa tahan dengan lapisan pelindung di pulau ini." Setahu Neron, lapisan pelindung bekerja mengelilingi pulau. Hanya bagian hutan terlarang yang bisa menjadi tempat tinggal siluman dan setan kelas menengah ke bawah.

Lagi pula, ada yang aneh dengan lapisan pelindung di pulau ini. Seperti dibuat oleh siluman daripada buatan shaman. Hanya ada dua kemungkinan yang menjelaskan kejanggalan ini. Rin yang membuat lapisan pelindung atau dia lebih kuat daripada siluman yang membuat lapisan pelindung tersebut. Rega tak perlu dikasih tahu sih, kan istrinya tak tanya.

"APA? KOK NGGAK BILANG DARI KEMARIN!!" Rega langsung bangkit berdiri. Berniat pergi membeli ikan kering buat menyogok Rin. Lumayan punya teman yang bisa mengerjakan hal-hal merepotkan.

"Harga dirimu tak ada ya? Setelah bilang tak mau dengan tegas, baru lima menit sudah berubah pikiran." Ini Rega suka berlagak banyak gengsi, tapi tanpa sadar sering bertingkah tak tahu malu. Entah itu sifat baik atau suatu kebodohan. Neron sulit membedakan.

"Masa bodoh! Yang penting hidupku nyaman! Kau diam saja! Aku mau beli ikan kering dulu!"

"Kucing siuman tak makan ikan kering, Rega."

"Lalu harusnya disogok pakai apa!"

Rega makin kesal. Informasi Neron setengah-setengah. Dia tak bersyukur sudah diberi tahu. Padahal kalau Neron diam, hidup Rega bakal lebih susah.

"Mana kutahu. Panggillah dia kemari, tanyakan sendiri."

"Panggilnya gimana!"

"Kau memang tak berotak," ujar Neron.

Yang mereka bicarakan itu siluman yang sudah diketahui namanya. Sebut saja namanya tiga kali. Dia pasti langsung datang kalau orangnya mau. Nama siluman dan setan itu punya kekuatan untuk menghubungkan dengan tubuh aslinya. Dengan membicarakannya saja, siluman atau setan itu bisa langsung tahu di mana, siapa dan apa yang dibicarakan oleh si penyebut nama.

Pengetahuan tersebut memang tidak diketahui oleh manusia, tapi Neron mana mau tahu. Apa pun yang bisa membodohi Rega, akan dia pakai. Anggap saja hiburan. Soalnya ekspresi marah Rega terlihat manis di mata Neron.

"Kau memang sialan!" umpat Rega.

Kemudian Rega mengepalkan tinjunya, berniat memukul Neron. Namun, kucing siluman datang tiba-tiba dari belakang Rega. Kakinya mendarat di belakang kepala Rega, mendorong dengan kuat sehingga Rega terjatuh memeluk Neron.

"Ya ampun, istriku jadi nakal!" Neron langsung menerima dengan senang hati. Ia sengaja memeluk Rega dengan erat, sambil curi-curi kesempatan menciumi si cantik kasar satu ini.

"Lepaskan! Liurmu itu menjijikkan!" Rega meronta sia-sia, memukuli Neron, berpikir dia bisa lepas dari kekuatan setan kelas atas hanya dengan sedikit usaha.

"Kucing bodoh! Ini salahmu! Tolong aku!" Gagal lolos sendiri, Rega menyalahkan Rin.

"Meong ... meong." Si pelaku pasang tampang tak berdosa, mengeong seakan tak paham bahasa manusia.

"Jangan pura-pura jadi kucing! Datangnya saja kayak siluman!" Semua barang yang bisa diraih, dilemparkan oleh Rega sambil marah-marah, tapi tak ada yang berubah. Dia baru bisa bebas setelah dua makhluk berhati gelap itu bosan mempermainkannya. 

Beautiful PreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang