Setelah meninggalkan pulau keluarga Witter, Neron dan Rega sibuk berburu mencari makan untuk Regulus. Tiga hari telah berlalu sejak mereka berkemah di hutan belakang rumah keluarga Lin. Dengan kata lain, kaburnya tak jauh-jauh amat. Regulus juga sudah bisa mengambil bentuk manusia lagi. Dia asyik menempeli Rega. Minta gendong ke mana-mana hingga membuat muka Neron mengecut tak senang.
"Gagaknya nggak ada lagi ya? Regulus belum besar nih." Rega mulai mengeluh, kehabisan stok siluman untuk diburu. Dia tak puas dengan pertumbuhan Regulus yang lambat. Maunya si setan kecil cepat-cepat menjadi dewasa.
"Jadikan saja setan kecil ini pucuk dalam pot. Mudah dibawa dan hemat energi," balas Neron dengan tatapan kesal.
Regulus meringis, menatap sinis pada Neron yang berada di belakangnya Rega. Posisinya sendiri digendong dari depan, dengan kepala menghadap belakang bertatapan langsung dengan Neron.
"Jangan dengarkan Neron, Papa! Aku lebih lucu dalam sosok ini!"
"Narsis sekali setan kecil ini. Mirip siapa tuh?"
Rega putar mata malas. Mereka berdua tak bosan-bosannya berantem. Padahal jelas-jelas rupa dan sifat menyebalkan mereka sama di mata Rega.
"Mirip setan besar tak sadar diri," sindir Rega, menimpali.
"Tak mirip!!!"
"Yakin tak mirip?"
Neron sudah kehabisan kesabaran. Ia maju ke depan, memeluk Rega dari belakang dengan kepala bersandar pada pundak Rega. Dengan sengaja, mencium leher Rega, memancing kekesalan Regulus yang berada sangat dekat dengannya.
Rega membeku karena kaget. Ia berhenti berjalan, memutar kepalanya perlahan ke samping untuk memelototi Neron. Hasilnya, bibirnya diraup dengan buas. Tak memberi kesempatan untuk meloloskan diri.
"AAARGH!!! LEPASKAN PAPAKU!!"
Si setan kecil mengamuk seketika. Ia memukuli kepala Neron dengan kedua kepalan tangannya. Di saat yang sama, kaki pendeknya terus menendang, mencoba mengincar perut Neron. Sayangnya, usaha Regulus sia-sia. Rega tak menolak Neron dan serangannya tak berarti apa-apa bagi si setan besar.
Ketika lumatan bibir Rega terbebaskan, Neron sengaja menciumi pipi empuk Regulus. Lalu ia menyeringai, menatap meledek pada anaknya.
"Kautahu, ini sudah jadi milikku sebelum kaulahir," ujar Neron kemudian.
Ujung telunjuk jari Neron menunjuk ke kepala Rega. Lalu berpindah kembali ke pipi Regulus. Ia menyolek dengan kasar, membuat kepala Regulus bergoyang ke samping seperti daun yang tertiup angin. Mata si setan kecil berkaca-kaca, ingin menangis merasa papanya direbut. Pelukannya makin erat pada Rega. Dengan tangan kecil yang mencengkeram erat baju di pundak papanya itu.
"Pembohong ... tukang tindas. Aku benci padamu," ucap Regulus, setengah merengek.
Rega jadi stres dibuat oleh mereka. Habis dramanya kebangetan. Ia mengoper Regulus pada Neron. Tak peduli seberapa keras setan kecil meronta-ronta. Tatapan mata Rega seperti tengah menyuruh, tak mau tahu dan tak menerima protes.
"Papa jahat sekali! Aku benci sama Neron! Tak mau dekat-dekat." Neron tertawa saja, senang menindas Regulus. Dia tak melepaskan setan kecil. Sengaja digendong sejauh mungkin dari Rega.
"Tapi aku tak benci padamu, setan cengeng," balas Neron, meledek.
"Aku tak peduli!" Muka Neron terus ditampar, berlanjut ditendang-tendang oleh Regulus.
Rega bersedekap, melihat mereka dengan lelahnya. Ia berkomentar, "Makanya kalian itu kenapa? Kenapa pucuk ini terobsesi sekali padaku?" Setengah bertanya-tanya, heran kenapa obsesinya Neron bisa menurun juga pada Regulus. Bukannya mereka itu merupakan dua orang yang berbeda?
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Prey
FantasíaBagi Rega, memiliki wajah cantik sebagai seorang laki-laki sudah merupakan hal yang menjengkelkan. Ditambah kemampuan melihat setan dan sejenisnya membuat Rega merasa hidup dalam kesialan. Kemudian, seorang setan kelas atas muncul di hadapannya sec...