19 : Mutiara yang Retak (2)

620 91 23
                                    

Fey takut, keberanian yang sering ia perlihatkan didepan teman-temannya kandas bila berhadapan dengan momoknya di masa lalu. Tapi entah mengapa perintah Aldo untuk memutuskan hubungan dengan Irul jauh lebih menakutkan baginya.

Hanya Irul yang bisa membuatnya tentram.  Dia tak mau kehilangan kedamaian dalam hidupnya.

Airmatanya luruh didepan pamannya. Aldo mengira itu bentuk kepatuhan Fey.

"Hao*. Lu bisa mengikuti perintah gua.  Berarti lu masih waras. Kita bisa memulai apa yang.. "

* Bagus.

"Tidak," Fey mendongak, dengan mata nyalang ia membantah pamannya, "aku tak mau jadi budakmu lagi! Kau bukan siapa-siapa lagi buatku! Seorang paman seharusnya melindungi keponakannya.  Bukan seperti dirimu yang..."

Fey tak sanggup melanjutkan ucapannya, sebagai gantinya ia menggeram frustasi.

"Kau iblis!"

Sungguh, Aldo tak menyangka Fey berani mengatainya seperti itu. Kemarahannya memuncak. Pelipisnya berkedut saking emosinya dirinya.

Plak!

Mendadak ia menampar Fey hingga kepala gadis itu membentur sandaran sofa dan wajahnya tertutup anak rambutnya. 

"How dare you!!  Kau ingin memberontak, hah?!  Baik, sekarang gua akan memberi lu pelajaran yang tak akan terlupakan!  Lu tak akan bisa bersama wanaren itu."

Bahu Fey gemetar ketika melihat pamannya tergesa-gesa membuka kancing celananya. Lalu dia tersadar, dia harus segera melarikan diri.

Fey bangkit, namun kembali terjerembap ke sofa ketika pamannya mendorongnya kasar.

Aldo melayangkan sabuknya kearah Fey.

Ctar!

Sabuk itu mengenai punggung seseorang yang baru saja berlari dan menghadang lecutan sabuk itu didepan Fey.  Ia menahan perih dan sakit di punggungnya dengan tabah.

Justru Fey yang syok.

"Masssss!  Punggungmu!"

Irul berusaha menyembunyikan rasa sakitnya dengan senyum teduh yang menjadi ciri khasnya.

"Saya tak apa, Non."

Tangan Irul menyentuh ringan pipi Fey yang memar terkena tamparan Aldo tadi.

"Ini perbuatannya?" Tanya Irul dengan hati teriris-iris.

Fey mengangguk dengan mata berlinang.  Bagaimana ia tak terharu?  Tamparan di pipinya tak berarti dibanding lecutan sabuk di punggung Irul, namun kekasihnya justru lebih mengkhawatirkan dirinya.

"Kau!  Mengapa kembali kemari? Keluar!!" Geram Aldo.

Irul berbalik, dia berusaha menenangkan diri.  Ingin tetap sopan karena yang didepannya adalah kerabat kekasihnya.

"Maaf, Paman.  Bukan bermaksud turut campur, tapi saya menganggap sikap Paman terlalu kasar pada Non. Kesalahan apa yang diperbuatnya?"

"Kesalahannya hanya satu, berhubungan dengan orang kayak lu! Lu pikir lu pantas buat ponakan gua?! Cih, lu itu ibarat kubangan lumpur yang bisa menodainya. Sekarang minggir lu! Gua harus memberi pelajaran pada cewek kurang ajar ini."

Hinaan Aldo tak menyurutkan niat Irul untuk melindungi Fey.  Dia tetap diam tak bergeming didepan Fey.

"Paman tak boleh menyentuhnya.  Saya tak akan membiarkan Non disakiti."

"Paman?  Gua bukan paman lu!! Najis mendengar kata itu dari mulut kaum rendahan kayak lu!! Pergi sana sebelum gua bantai," ancam Aldo.

Fey menjerit ketika mendadak Aldo menendang Irul hingga pemuda itu bersimpuh didepannya. Tetapi ketika Aldo berniat memukul Irul, pemuda itu menahannya dengan satu tangannya. Perlahan ia bangkit sembari terus mencengkeram tangan Aldo.  Diam-diam Irul mengerahkan kekuatannya, hingga Aldo mengernyit kesakitan.

29. Mas Ustad, Wo Ai Ni!  (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang