Acha terduduk di depan kloset sambil berpegangan. Kepalanya pening dan mulutnya tak henti mengeluarkan cairan dari dalam perutnya. Aleena memijit tengkuk Acha agar membuatnya bisa menjadi lebih baik. Perut Acha seperti diaduk-aduk tak keruan.
"Hoek!"
"Aduh, Mah! Ini gimana!?" Aleena kebingungan.
Pasalnya, baru saja dia bangun tidur dan masih muka bantal, dia sudah dikejutkan oleh ibunya yang muntah-muntah di pagi hari.
"Bangunin Ayah." Acha menyuruh Aleena.
Dia segera bergegas membangunkan Aiden yang tengah tertidur pulas. Ini baru jam 6 dan masih sangat pagi untuk seorang Aiden bangun.
"Ayah! Ayah bangun!" Aleena menggoyangkan tubuh Aiden beberapa kali. Tetapi tidak terlihat tanda-tanda bahwa Aiden akan membuka matanya.
"Gila, bokap gue kebo banget sih." Aleena bergumam.
"AYAAHHHH! BANGUN! MAMAH MUNTAH-MUNTAH!" Aleena berteriak kencang tepat di telinga Aiden dan sudah bisa dipastikan jika Aiden akan langsung bangun.
Bahkan, belum sempurna nyawanya terkumpul, dia sudah berlari ke toilet menyusul istrinya.
"Mah! Mamah baik-baik aja!?" Tanya Aiden panik dengan mata setengah terbuka.
"Pantat kau baik-baik aja. Aku mabok gini astaga!"
Oh Tuhan. Sedang pusing begitu saja Acha masih sempat-sempatnya mengumpat.
Aiden mengucek matanya lalu ikut berjongkok di sebelah Acha dan memijit tengkuknya. Acha muntah lagi.
Tapi kali ini sudah tak ada lagi cairan yang keluar. Mungkin perutnya sudah terkuras.
"Nak, udah ya muter-muternya di perut Mamah. Kasian Mamah." Aiden berbicara pada calon jabang bayi yang ada dalam perut Acha.
Acha menyalakan air toilet. Dia bangun dibantu Aiden dan membasuh wajahnya.
"Muter-muter, dikira anak kamu gasing apa?" Acha mengelap wajahnya dengan handuk.
"Ya udah sih, biarin. Dulu waktu hamil Aleen aku aja nggak kaya gini. Morning sickness itu udah biasa buat bumil. Wajar aja, Yah."
"Tapi kan aku nggak sanggup liat istri aku mabok kaya gini." Aiden mengelus kepala Acha dengan lembut.
"Nggak sanggup kok molor nggak bisa dibangunin." Acha hendak keluar dari toilet tapi ditahan oleh Aiden.
"Apa lagi?" Acha bertanya malas.
Seketika itu, Aiden menggendong tubuh Acha ala bridal lalu berjalan perlahan ke arah ranjang. Acha hanya tersenyum dan geleng kepala karenanya.
"Sumpah, Yah. Kamu lebay banget."
Aiden menempatkan Acha di ranjang. Tak lama kemudian, Aleena masuk sambil membawa secangkir teh di tangannya. Dia berjalan sangat pelan agar tehnya tidak tumpah.
"Aduh, ini kok nggak sampe-sampe, sih?!" Aleena kesal sendiri.
"Liatin tuh, perhatiannya anakmu, Mah. Padahal musuh." Aiden menunjuk Aleena dengan dagunya.
Biar musuh begitu, kalau Acha sakit atau sedang tidak enak badan, Aleena akan bertindak dewasa dan merawat Acha.
"Mah, maaf ya tadi Aleen bawa tehnya tumpah-tumpah. Nanti Aleen bersihin sendiri kok. Janji." Aleena menaruh secangkir teh tadi di nakas dekat Acha.
Kadang, Acha bingung. Aleena bisa bertindak sedewasa ini tanpa diajari. Entah menurun darinya atau dari Aiden.
Acha menyeruput teh yang Aleena buatkan. Perutnya kini sudah mendingan. Selang beberapa menit, terdengar bel pintu rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo, Mahmud!
HumorDisarankan untuk : - mem-follow saya (wajib) - membaca 'Om Ganteng' terlebih dahulu sampe tamat. ____ Acha punya anak? Anak melahirkan anak? Frasa yang lucu, ya? Tapi ini serius. Acha yang dulunya selalu merengek pada Om-nya kini sudah berubah menj...