17. Mawar Merah

16 3 0
                                    

Merah untuk nanah dan darah
Yang tak pernah berhenti mengotori diri
Akan sampai kapan semua luka tetap bertahan
Hanya waktu yang akan mampu menjawab semua ragu

_goresan Hati_

******

Tak ada yang berbeda dengan tempat ini, keculai keberadaan para wanita. Ya, populasi pria di tempat ini, bisa dihitung dengan jari. Entah apa alasannya, tidak ada yang tahu.

Tapi, meskipun mereka adalah wanita. Mereka semua bukanlah wanita biasa, mereka adalah wanita yang bisa membalikkan dunia jika mereka mau.

Mereka adalah wanita tangguh dan teguh, yang berbeda dengan wanita kebanyakan.

Mereka adalah kelompok Mawar Merah--sebuah kelompok bawah tanag, yang hanya berisi para wanita.

Keberadaan mereka, ibarat teror untuk sebagian orang. Terutama, mereka yang tanpa sengaja menjadinya musuh.

Mawar Merah merupakan tabu--yang tidak bisa diucapkan oleh sembarangan orang.

Hanya dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun, kelompok tersebut telah menguasai hampir 3/4 perekonomian negara kecil ini.

Berbagai bidang dan aspek kehidupan, tidak luput dari tentakel duri mereka.

Mereka menyapu semua lawannya dengan brutal, hingga mereka bisa berdiri di atas puncak kekuasaanya saat ini.

Cerita mereka seperti mitos yang tidak nyata. Karena itu, tidak banyak orang mempercai cerita mereka.

Hanya segelintir orang, jika mereka ada dan memang nyata.

******

Anastasia mengedipkan matanya seakan tidak percaya. Dia mengucek matanya berulang kali, berharap penuh jika ini bukan mimpi.

Begitu sosok itu masih bertahan, kaki kecilnya mulai berlari menyusuri lobi hotel tempatnya menginap.

"Ayah!" teriak Anastasia.

Namun, teriakannya tidak mendapatkan sambutan. Sosok itu tetap diam tak bergeming.

"Ayah!" Anastasia kembali mengulangi teriakannya. Dia hendak mengulurkan tangannya, tapi sebuah tangan terlebih dahulu menghentikan niatnya.

"Kamu kenapa?" tanya Kimberly. Dia merasa cemas, ketika mendengar putrinya meneriakan kata ayah. Apalagi setelah melihat kaki kecil tersebut, berlari ke arah laki-laki asing.

"Itu ayah!" Tunjuk Anastasia.

"Nana, itu bukan ayah. Ayo kita segera pergi. Sebentar lagi, eyangkung dan eyangput akan datang."

"Tapi--nana yakin, itu ayah." Anastasia bersikeras.

"Anastasia."

Bocah kecil itu sontak menutup mulutnya, dia merasa takut ketika ibunya mulai memanggil namanya secara lengkap.

"Bagus, ayo kita segera pergi." Kimberly meraih tangan kecil Anastasia.

Keduanya tidak menyadari, jika sosok yang dipanggil ayah itu kini menatap kepergian mereka.

"Siapa mereka?"

"Mereka hanya pengunjung yang menunggu kedatangan kerabatnya," jawab Han--asisten kepercayaannya.

"Rasanya, aku seperti pernah mendengar suara wanita itu."

"Mana mungkin, Tuan pasti salah ingat."

Elang yang mendengar jawaban asistennya hanya mengerutkan keningnya. Mungkin dia memang salah.

"Tuan, lihat! Nyonya Tua sudah tiba." Tunjuk asisten Han.

"Hmp."

"Darling, bagai mana kabar kamu?"

"Baik, Mom."

Wanita itu hanya mendelikkan matanya. Lalu menatap asisten Han dengan ramah. "Han, apa kabar?"

"Baik, Nyonya." jawab Han kaku.

Elena hanya menggeleng melihat kedua lelaki di hadapannya.

"Ah sudahlah, kalian ini memang irit sekali dalam berbicara," putus Elena pasrah. Tapi, dia diam-diam mencuri pandang pada wajah putranya yang selalu dingin.

"Seperti biasa," keluhnya lirih.

Dia hanya diam, mengikuti anak dan juga orang kepercayaannya.

Sementara itu, Anastasia sedang melompat-lompat dengan bahagia. Dia sangat senang dengan kedatangan   kakek dan nenek buyutnya.

"Hore ... sekarang, nana punya teman," pekiknya penuh kegembiraan.

"Emang, ibu enggak temenin, Nana?" Tanya Amara lembut?

"Ibu sibuk," keluh anak kecil tersebut.

Kimberly hanya tersenyum dan mengacak sayang rambut putrinya.

"Ayo kita segera pulang. Tadi, Kim sudah masak opor ayam kesukaan, Nenek," ajak Kimberly. Dia mengapit tangan keriput milik Amara.

"Haya opor kesukaan nenek? Buat kakek enggak?" rajuk Arkan.

"Kamu sudah tua, tidak baik makan yang bersantan," ejek Amara.

"Mau buktikan?" tantang sang suami.

"Apa yang mau dibuktikan, apakah itu masih berfungsi?"

"Ha ... ha ... ha ...." Kimberly mati-matian mencegah tawanya. Tapi dia tidak bisa.

"Lihat! Malu lah sama cucu dan cicitmu," ejek Amara.

Arkan tidak menjawab, tapi langsung memagut bibir wanita yang sangat dicintainya itu.

"Dasar, tua bangka mesum," teriak Amara.

Tingkah kedua yang tanpa malu, sontak menjadi tontonan gratis untuk semua orang.

"Sudah, ayo kita segera pulang," ajak Kimberly. Kali ini dia mengapit tangan kakek dan neneknya berbarengan.

Dia tidak ingin semakin lama menjadi tontonan untuk orang lain.

********

Huft ... pendek. Tapi mau bagai mana lagi. Otakku sudah buntu😂😂😂😂

The Sweetest RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang