Jika kemarin adalah hari penyambutan siswa baru, maka hari ini adalah akhir pekan diman kegiatan belajar mengajar maupun ekstrakulikuler diistirahatkan sejenak. Dan, bukan Clarissa Phryne de Aquitane namanya jika ia tak bangun pagi dan berjalan jalan dihari yang mendung seperti ini. Kenapa mendung? Orang bodoh pun tahu sebentar lagi hujan akan turun, tapi hal itu lah yang malah membuat Clair semangat.
Sebenarnya, Clair tidak terlalu menyukai sinar matahari yang panas, karena mau bagaimanapun juga ia adalah setengah iblis dan setengah elf. Clair juga mengidap Pluviophile akut, dengan kata lain ia super duper wusper mencintai hujan.
"Apa aku harus mengajak Lina?" Ucap Clair bermonolog, sedetik setelahnya ia berdecak kesal kala mengingat kebiasaan Lina yang mempunyai kebiasaan tidur selama 24 jam diwaktu weekend atau saat dirinya sedang libur dari tugas.
Clair tidak pandai bersosialisasi, sama sekali tidak, ia cendrung bersikap dingin dan bermulut pedas pada orang orang yang tidak dekat dengannya. Sangat beda dengan kepribadian aslinya memang. Seakan ia memiliki kepribadian ganda.
"Aku tidak mau pergi sendiri."
"Oh, Benar!" Teriak Clair dengan senang.
'Ctakk
Clair menjentikan jarinya dengan pelan, segera seberkas cahaya timbul dan menghilang bersamaan dengan gadis bernetra tanzanite itu berlenggang menghilang dari tempat, berpindah menuju titik kordinat yang telah ditentukan.
"Hehe, hai baby boy!"
"Aakh!" Teriaknya, netra fuchsia terang pria itu membulat kaget, mulutnya berteriak karena reflex yang dimilikinya. Ia menatap nyalang gadis yang baru saja muncul secara tiba tiba didalam kamarnya, beruntung Lever Deanne Chrycis-teman sekamarnya- masih terlelap dalam mimpi.
"Putri? Apa anda tak tahu jika seorang gadis yang belum menikah tak boleh masuk kedalam kamar pria? Terlebih lagi tanpa izin." Omel Rion dengan kesal sambil berjalan menuju kamar mandi yang berada dalam kamar itu.
"Ayo jalan jalan, bocah. Aku bisa mati kebosanan jika berada lebih lama lagi disini, terlebih cuaca saat ini sangat mendukung. Ya?" Tak mengindahkan omelan Rion yang diberikan padanya, Clair malah membujuk pria tampan itu sambil memegang kedua tangannya dengan tatapan berbinar.
Niat hati ingin menolak ajakan sang putri, tapi setelah melihat sinar binar yang terpatri diwajah cantik gadis itu, Rion melihat sekelebat bayangan seorang perempuan bersurai hitam dengan netra semerah darah yang juga tengah tersenyum manis, hatinya terhenyak memandang gadis didepannya dengan tatapan hangat, tanpa omong kosong lagi, ia mengurungkan niatnya, memilih untuk menemani sang putri untuk berjalan jalan mengitari kota Emerald, pusat kota kekaisaran Malveploor.
"Baiklah- sebelum itu tolong lepaskan tanganku dulu, putri." Ucapnya sambil melirik kedua lengan cantik yang sedang menggenggam erat pergelangan tangannya.
"Kenapa?"
"Aku ingin mandi? Kau tidak berniat untuk ikut denganku 'kan?"
"Ck. Baiklah, tapi cepat, aku sudah tidak sabar."
Rion melangkahkan kakinya melesat pada bilik kamar mandi, sementara gadis cantik yang menyandang gelar kebangsawanan 'putri kerajaan' itu berjalan menuju kasur queen size milik Rion dan merebahkan dirinya.
Clair mengangkat tangannya, memperhatikan jari tengah miliknya yang terhias oleh sebuah cincin elegan beraksen permata opal putih itu dengan intens, ia menyunggingkan senyumannya, memikirkan bagaimana kabar kerajaan, Lean, dan Leon disana tanpa ada dirinya.
Memikirkan kedua saudara tersayangnya itu membuat dirinya sedih, sebenarnya Clair enggan berpisah dengan mereka, tapi apa daya yang dimiliki Clair? Ia sama sekali tak bisa menentang titah kaisar, raja diatas semua raja-setidaknya dibenua ini.