16. Bunda Lihat Aku!

4.8K 432 27
                                    

Anaya tak pernah tau apa yang terjadi dua tahun lalu silam. Bahkan ia baru tau jika adiknya trauma karena itu. Yang ia tau, Kedua adiknya pernah diculik karena pergi ke sebuah Taman. Dan disaat mereka menemukan Aldo dan Aldi Di salah satu rumah, di ruangan kosong. Ada Aldo yang ketakutan di pojok ruangan. Dan satu ruangan lagi ada Aldi dengan bersimbah darah dan mata yang masih terbuka. Saat ia tau itu. Rasanya dunianya telah hancur. Adik kesayangannya telah tiada. Dan ia tak bisa berbuat apapun pada Aldo yang ketakutan. Anaya pikir, Aldo masih bisa kembali seperti dulu. Nyatanya tidak. Bahkan dia sangat trauma karena itu. Dan yang Anaya lakukan? Menjauhi adiknya. Oh ayolah. Manusia apa dia? Kenapa ia baru menyadari semuanya sekarang? Adiknya ketakutan setiap malam. Dan dia? Ah, sudahlah. Anaya tak tau lagi.

"Bego lo Anaya!" serunya pada dirinya sendiri seraya mengusap wajahnya. Setelah apa yang Aldo katakan semalam. Anaya tak bisa tidur memikirkan itu. Sampai pagi ini.  Pagi ini, ia berdiri di balkon kamar Aldo. Memikirkan dan mencoba memecahkan misteri yang sudah dua tahun berlalu.

"Orang itu jahat kak. Dia nyakitin aku sama kak Aldi."

Suara Aldo kembali terdengar. Itu membuatnya menerka-nerka sebenarnya apa yang terjadi? Seburuk itu 'kah yang adiknya rasakan? Sampai sekarang pun pelaku pembunuhan dan penculikan itu belum tertangkap, dan polisi pun menyerah untuk itu. Dia tak tau siapa orang itu. Apa maksud sang pelaku menculikkan dan membunuh adik kesayangannya? Apa karena uang? Jika iya, harusnya dia bilang sejak awal.

Anaya menghela nafas. Sungguh, memecahkan misteri itu adalah hal yang ia benci. Memikirkan semua itu membuatnya kepalanya pening. Memilih duduk di salah satu kursi di balkon kamar. Ia kembali menghela nafas.

Kepalanya mengadah ke atas menatap langit pagi. Udaranya dingin. Tapi ia tak peduli. Ia hanya ingin tenang.

"Sebenarnya siapa sih dek yang membunuh kamu?" monolognya pada langit. Seakan-akan ia berbicara pada adik kesayangannya.

"Kayaknya kakak harus memecahkan ini semua ya?"

"Tapi gimana caranya?" Anaya kembali menghela nafas. Berdehem sebentar dan mencoba memutar otak untuk mendapatkan ide.

"Kakak?"

Anaya tersentak kala Aldo menepuk pundaknya.

"Dek? Kamu udah bangun?" tanyanya.

"Iya."

"Yaudah kamu mandi gih. Terus berangkat sekolah. Kakak juga mau mandi."

"Iya kak."

Anaya beranjak. Meninggalkan Aldo yang kini mulai kembali ketakutan. Aldo mendengar semuanya. Semua yang Anaya katakan. Nyatanya, ingatan itu belum juga menghilang dari benaknya.

"Orang itu jahat, kak. Aldo takut dia bakal kembali."

***

Aldo telah berjanji. Jika dirinya ingin berjuang mulai saat ini. Maka dari itu dia mencoba untuk memberanikan dirinya sekarang. Ia menghela nafas. Hei, jika dia terus-terusan berdiri di depan cermin kamarnya kapan Aldo akan berjuang? Ia berdecak. Sebenarnya Aldo takut. Tapi ia ingin berjuang.

"Apa yang harus Aldo lakuin?" tanyanya pada dirinya sendiri di depan cermin. Pucat. Wajahnya pucat. Tapi ia tak peduli. Matanya bergerak gelisah. Bagaimana jika dirinya kembali ditolak? Bagaimana jika mereka bertambah membencinya? Bagaimana? Memikirkannya saja sudah membuat kepalanya pening.

"Aldo harus berani kalau mau berjuang! Terserah dengan apa yang akan terjadi! Yang penting Aldo berjuang dulu! Ayo berjuang!" ucapnya menyemangati dirinya sendiri. Kata kakaknya,  berjuanglah untuk saat ini, hari ini. Tak peduli dengan apa yang terjadi dikemudian hari. Harus, berjuang!

Devaldo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang