Aku melangkah masuk ke dalam rumah, tidak seperti biasanya, hari ini langkahku cukup berat, aku diminta kembali ke Seoul untuk menjadi manajer pemasaran di kantor pusat. Kata kepala cabang tempatku bekerja saat ini, ini semua adalah perintah bos besar dari pusat.
Aku tidak pernah memiliki pikiran untuk kembali ke Seoul setelah 10 tahun aku meninggalkan Seoul.
Sebelum masuk, aku memutuskan duduk di teras depan rumah, rumah yang sudah aku tempati 3 tahun terakhir ini. Sebelumnya saat aku belum mendapatkan pekerjaan yang layak ini, aku selalu berpindah tempat. Bekerja disini memang membuat keuanganku perlahan membaik, bukan membuatku hidup kaya tapi setidaknya aku bisa memenuhi semua kebutuhan putraku dan memberinya tempat tinggal yang layak.
Memikirkan putraku, aku tidak berani menolak permintaan mutasi. Aku takut kehilangan pekerjaan dan akan membuat putraku hidup menderita. Aku tidak mau itu terjadi.
"Daddy,," mendengar suara putraku yang kini berusia 10 tahun ini, membuat hatiku tenang. Aku berbalik menatapnya "kenapa duduk disini dan tidak masuk?"
"Daddy sedang menghitung bintang" ujarku berbohong. Tadi aku cukup kalut, dan sekarang perasaanku begitu tenang, melihat putra kecilku.
"Bintang tidak akan habis daddy hitung. Ayo masuk, aku sudah lapar" ujarnya dan aku mengangguk, ia anak yang baik. Walaupun ia hidup hanya denganku, ia tumbuh menjadi anak yang begitu pengertian. Aku mencintainya, sama seperti bagaimana aku mencintai mommynya.
***
Selesai makan malam, seperti biasa, aku akan memeriksa pelajarannya. Selama ini ia memang tidak pernah menyusahkanku. Aku bersyukur untuk itu.
"Daddy" panggilnya, aku sedang memeriksa tugas hariannya.
"Wae?"
"Besok mother's day lagi. Bolehkah aku tidak ke sekolah?" Tanyanya, setiap tahun sekolahnya akan mengadakan hari ibu, semua murid akan membawa mommynya ke sekolah, hanya darren yang membawaku.
"Sayang, tidak memiliki mommy itu bukan hal yang memalukan" ujarku
"Tapi kenapa semua orang memiliki mommy sedangkan aku tidak?" Ia berteriak padaku kali ini, sesuatu yang tidak pernah ia lakukan. "Kenapa semua orang memiliki mommy, tapi aku tidak memilikinya dad?"
"Apa memiliki daddy sudah tidak cukup untukmu?" Tanyaku, mataku mulai basah. Ini situasi yang tidak pernah aku inginkan, aku menatapnya dan ia sudah menangis.
"Jika mommyku sudah meninggal, bisakah daddy membawaku mengunjungi makamnya?" Ia bertanya lagi dan aku menggeleng. Mommynya belum meninggal, setidaknya itu yang aku ketahui sebelum berpisah dengannya. Makam mana yang harus aku kunjungi?
"Jawab daddy, apa sekarang daddy tidak cukup lagi untukmu?" Tanyaku lagi dan ia menggeleng
Air mata yang aku tahan sejak tadi mengalir begitu saja.
"Aku menginginkan mommy. Aunty tifanny begitu baik pada daddy. Kenapa daddy tidak menikahinya saja dan menjadikannya mommyku jika daddy tidak bisa menunjukkan mana mommy kandungku" ujarnya
"Choi Darren sudah cukup. Jangan membuat daddy marah padamu" ujarku,
"Aku mau mommy!!" Teriaknya padaku berulang kali "aku akan membencimu jika tidak membawaku menemui mommyku"
"Apa yang kamu katakan?" Tanyaku tidak percaya, selama ini ia begitu pengertian. Tapi malam ini ia menyakiti hatiku sangat dalam, apa yang telah aku lakukan untuknya selama ini dibalasnya dengan sebuah kata membenciku.
"Aku membencimu, kamu membuatku tidak memiliki mommy" ujarnya lagi dan aku tidak sengaja menamparnya.
Ia berdiri dan menatapku, ia mimisan. Apa ini karena tamparanku, aku begitu menyesal kenapa harus memukulnya. Aku mencoba meraihnya tapi ia mundur selangkah setiap aku maju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me Again
FanfictionAku tidak mengharapkan apapun lagi darimu sejak apa yang aku putuskan di masa lalu. Aku hanya berharap kamu terus bahagia, walaupun kebahagiaan itu bukan dariku, tapi aku ingin kamu tetap bahagia.