Affair #2

1.1K 112 12
                                    

Publish 16 November 2020
•••••
Warning!!!
Terdapat adegan kekerasan yang kurang pantas.

========================================
Tsukishima Kei memandang wajah yang tertidur pulas di pelukan. Kedua mata terpejam erat, menyembunyikan iris cokelat dengan binar yang memikat. Bulir bulir keringat masih tersisa di dahi sang wanita. Tangan Tsukishima mengusap pelan penuh perasaan, menyingkirkan poni berwarna jingga yang basah. Dikecupnya dahi itu berulang kali, membuat tidur orang itu terusik. Akhirnya, kedua mata cokelat membuka, memandang wajah Tsukishima dengan tatapan bertanya.

"Kei..ada apa?" suara Hinata serak. Mencoba bergerak didalam selimut tebal yang nyaman.

"Sudah jam enam. Bukankah kau harus pulang?"
Tsukishima mengatakan itu semua, tapi lengannya memeluk lebih erat tubuh Hinata, enggan membiarkannya pergi barang seinci. Hinata terkekeh pelan, tangannya balas memeluk dada Tsukishima di sebelahnya.

"Ya, tentu saja. Aku harus bersiap. Aku harus kembali ke kenyataan bukan?"
Mata Hinata kembali terpejam. Kepala dia sandarkan di dada bidang Tsukishima. Menikmati detak jantung yang entah kenapa selalu bisa membuatnya tenang.

"Aku nyata adanya."

"Ya tapi bagiku kita masih sebuah angan" Hinata mendesah pelan, seakan beban berat kembali dia rasakan.

"Aku menikmatinya, meski hanya sebuah bayangan" Tsukishima mengelus pundak Hinata yang tertutupi selimut.

"Kau hanya akan membuatku semakin berat meninggalkanmu."

"Jangan tinggalkan aku jika begitu."

"Omong kosong Kei, aku harus kembali sekarang."

Tsukishima tertawa pelan.
"Baiklah - baiklah."

Hinata menyibak selimut yang menutupi tubuh mereka berdua. Memakai jubah tidur, dan masuk ke dalam kamar mandi di pojok kamar yang luas. Tsukishima mengamati seluruh gerak gerik Hinata. Tak lama dia pun ikut bangkit, menuju pintu kamar mandi yang tidak terkunci, dan menutupnya. Terdengar pekikan pelan, dan terganti dengan erangan yang teredam.

*****

Hinata membuka pintu apartemen pelan. Sudah jam tujuh malam, dia harus segera menyiapkan makan malam untuk Kageyama sebelum pulang. Melepas mantel, tangan Hinata menjangkau saklar lampu di dekat rak sepatu. Matanya berkedip menyesuaikan diri dengan cahaya. Langkah kaki diarahkan menuju dapur minimalis. Dengan cekatan Hinata mengeluarkan bahan masakan dari dalam kulkas. Tak lama sebuah sup dan katsu sudah terhidang di atas meja makan kecil di depan konter dapur. Nasi yang sudah matang dibiarkan berada di rice cooker agar tetap hangat saat Kageyama pulang nanti. Hinata melirik jam di pergelangan tangan, pukul tujuh lebih lima puluh. Sepuluh menit lagi Kageyama pulang. Hinata memutuskan untuk mandi dan menyelesaikan berkas mengajar besok.

Hinata melepas kaca mata dan memijat kening. Berkas yang bertumpuk sudah hampir dia selesaikan. Jam di sudut layar monitor menunjukan pukul sembilan malam. Tumben, Kageyama belum pulang. Hinata berjalan ke arah dapur, membereskan lauk yang sudah mendingin dan membungkusnya dengan plastik. Hinata menghela nafas lelah, tangannya merogoh saku celana mengambil ponsel, jarinya bergerak membuka menu pesan, ada sebuah pesan dari Tsukishima yang memintanya untuk memberikan kabar jika sampai rumah. Hinata tersenyum, Tsukishima memang sangat perhatian padanya. Mengingat Tsukishima, sebersit rasa bersalah membayangi, namun segera di tepis. Tangannya kembali bergerak untuk mengetik pesan pada Kageyama, menanyakan kenapa belum juga pulang ke rumah, namun urung. Hinata kembali menggeleng. Dia tak mau tau lagi urusan Kageyama. Hinata akan terus berusaha untuk mematikan hatinya, hingga Kageyama bosan untuk bersamanya.

Hinata kembali masuk ke dalam kamar dan duduk di kursi putar, bersiap menyelesaikan berkasnya dalam semalam.

*****

AFFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang