Tsukishima mengusap telapak tangan Hinata, berhati-hati menariknya keluar dari kamar Ryota. Berusaha tidak membuat suara setelah bekerja keras membuat Ryota tertidur dan memindahkannya.
"Sungguh, aku pikir Ryota harus menginap di tempat kakeknya di akhir minggu."
Mata cokelat terang melirik Hinata.."Kenapa?" Salah satu alis Hinata naik.
"Dia selalu menempel padamu setiap waktu!" Tsukishima mendengus tidak sabar. Hinata duduk di pinggir ranjang. Tangannya terulur merapikan piyama satin milik Tsukishima.
"Bukankah wajar, seorang anak dekat dengan ibunya?" Hinata tersenyum melihat Tsukishima menggerutu.
"Aku juga ingin ibunya"
"Apa? aku tidak dengar?"
Hinata menutup matanya erat, tapi Tsukishima bisa melihat bibir merah rapat menahan tawa. Tsukishima tersenyum licik, mendekat dan menekan Hinata hingga membuat ranjang tenggelam. Mulutnya bergerak tepat di samping telinga Hinata. Dengan suara serak dia sengaja berbisik,"Aku ingin menempel dengan ibunya juga, kau dengar sekarang sayang?"
Tsukishima mengecup daun telinga hinata, perlahan turun menuju ke leher jenjang dan memberikan kissmark."Ah! Kei..." Hinata merona hingga telinganya berwarna merah. Tsukishima sedikit bangkit dan menatap wajah malu milik Hinata. Sungguh, tidak sadarkah Hinata bahwa dia terlalu menggoda? Lagipula siapa yang bisa menahan rindu terlalu lama?
"Sayang..."
Nafas Tsukishima semakin memberat, tangannya bergerak menuju kancing piyama milik Hinata. Jari terampil memisahkan kancing dari lubang. Menuju kancing ketiga, tangannya ditahan oleh Hinata,"Pe.. lan.. pelan... jangan lupa.." Hinata melirik ke arah perutnya yang membesar.
"Aku tau"
Tsukishima mengecup bibir Hinata, menenangkan. Tangannya terus bergerak untuk melepas semua helai baju milik Hinata. Setelah semuanya menghilang, Tsukishima memandang dengan puas, lengannya memerangkap Hinata, seolah menemukan mangsa."Nah.. selamat makan!"
(Tolong aku malu p..q)
*****
"Ryota, apa sarapannya tidak enak?"
Hinata bertanya sambil menuangkan segelas jus jeruk didepan Ryota saat melihat masih banyak sarapan yang tersisa.Pipi menggembung tidak puas, Ryota menyodok nasi dengan marah.
"Hei... ada apa dengan anak kesayangan mama?"
Hinata mengusap kepala Ryota, berusaha mencari tau apa yang membuat anaknya marah.Beberapa saat berlalu, Ryota masih diam, dari arah tangga Tsukishima turun sambil menguap. Melihat sosok yang datang mendekat, Ryota semakin kesal.
"Hmmph!"
Ryota turun dari kursi khusus anak-anak dan berlari melewati Tsukishima, langkahnya menghentak menaiki tangga. Tsukishima hanya menoleh, kemudian mendekat untuk memeluk Hinata."Pagi sayang, kenapa Ryota?"
"Dia kesal"
"Kenapa?"
Tsukishima duduk setelah mengambil setangkup roti bakar."Coba tebak, siapa yang mencuri ibunya semalam?"
"Hei.. ibunya milikku!"
Hinata tertawa, suaminya kadang memang kekanakan. Selesai sarapan, mereka berdua naik untuk membujuk Ryota.
"Sayang bolehkah papa masuk?"
Tsukishima menunggu jawaban samar sebelum mendorong pintu terbuka.Pandangannya menyapu, Sebuah kamar khas anak-anak, dengan banyak mainan namun tertata dengan baik. Dia menemukan Ryota duduk di sudut ruangan. Kepalanya menunduk, terus fokus pada buku cerita yang terbuka diatas lutut.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFAIR
Romance"Bolehkah jika aku meminta untuk melepas cincin di jari manismu malam ini saja?" Hinata memandang mata coklat keemasan Tsukishima dengan berani. Perlahan melepas cincin di jari manisnya dan memasukkannya ke dalam kantong jas depan milik Kei. Tsukis...