Sepanjang menyusuri lorong, Sharley tak henti-hentinya berdecak kagum. Istana Noctis memiliki arsitektur klasik dan elegan. Mirip-miriplah dengan Istana Clexarius. Tapi di sini, Sharley entah kenapa mengagumi istana ini.
Catnya didominasi warna biru dongker. Sampai Sharley berpikir, kenapa tidak sekalian hitam saja?. Perabotan sebagian besar menggunakan emas dan perak sebagai bahan pembuatannya. Lantainya tetap marmer, tapi di beberapa tempat tertentu terdapat keramik mozaik. Banyak patung besi yang mengenakan baju zirah di sepanjang lorong, menggenggam pedang, tombak, atau panah di tangan mereka.
Kadang, ada prajurit melintasi mereka. Dia langsung menunduk hormat, yang lebih ditunjukkan pada Panglima Eloz. Karena Sharley dan Cleon bukan siapa-siapa di sini. Lagipula, mereka hanyalah pendatang kebetulan diselamatkan Panglima Eloz.
Mereka melewati tangga spiral yang mampu membuat kaki Sharley pegal. Tangga spiral pun dilapisi karpet biru dongker. Darisini Sharley menyimpulkan kalau istana serba biru.
Mereka kembali menyusuri lorong panjang. Di tengah-tengah perjalanan, muncullah burung elang besar yang terbang dari arah berlawanan. Elang itu melengking panjang, tapi tak sampai membuat telinga Sharley dan Cleon pekak.
Panglima Eloz tersenyum senang mendapati elang tersebut. Elang itu bertengger di bahunya, sekilas menatap Sharley dan Cleon.
Elang itu sama seperti elang biasanya. Berbulu cokelat di bagian badan, sementara leher dan kepala berwarna putih. Ada tanda bulan di lehernya, Sharley menduga itu tanda khusus yang diberikan untuknya. Cakarnya sangat tajam, bahkan mampu membuat sayatan dalam. Mata oranye-nya berkilat-kilat.
"Halo, Peur," sapa Panglima Eloz.
Sharley berjengit. Melihat elang itu mengingatkannya pada benda bercahaya oranye yang sempat ditemuinya di hutan. Apa jangan-jangan itu memang Peur?
"Ia .... " Sharley menunjuk Peur dengan tangan bergetar. Peur menggerak-gerakkan kepalanya.
"Benar, ialah yang melapor padaku perihal kalian. Namanya Peur, hewan peliharaan kesayanganku. Jangan takut, ia jinak. Kecuali jika kalian memiliki niat jahat, barulah iankejam."
Lagi-lagi Sharley berjengit kaget. Ditatapnya Peur waspada. Elang itu hanya diam sambil memperhatikan Sharley. Entah kenapa, mata Peur tak pernah meninggalkannya.
"Maksudnya ia bisa membedakan antara orang jahat dan baik?"
"Kurang lebih begitu. Nah Peur, kembalilah ke barak. Aku akan kesana setelah mengantar tamu kita ini. Awasi para prajurit, paham?"
Peur melengking sebentar lalu mengepakkan sayapnya. Elang itu terbang menjauhi mereka menuju barak. Sharley menatapnya dengan takjub sementara Cleon biasa-biasa saja. Toh, dia sudah melihat Peur sebelumnya.
Mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai di depan pintu besar. Pintu dengan tinggi kira-kira tujuh meter dan lebar lima meter. Pintu tersebut bercat biru dengan corak putih serta beberapa hiasan emas.
Dua orang berjaga di depan pintu, membawa tombak dan berdiri tegak. Mata mereka senantiasa menghadap ke depan. Saat kedatangan mereka, dua penjaga itu menunduk hormat.
"Yang Mulia ada di dalam?" tanya Panglima Eloz seraya mengangguk seadanya membalas tundukan hormat mereka.
"Ada, Panglima. Mereka tengah bersama Tuan Adalvino," jawab salah satu penjaga berambut merah.
"Sudah berapa lama?"
"Sekitar tiga jam, Panglima."
Panglima Eloz mengangguk paham. "Aku ingin bertemu dengan mereka, bukakan pintunya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eternal Country (1) : Lost In A Foreign Land (√)
FantasíaSharley tahu, kalau dia tidak sama seperti mereka. Dia punya kekuatan yang bahkan tak ia mengerti. Namun, dia memilih menyembunyikan hal itu karena tak mau membuat keributan. Saat hari pertama di Akademi Mavexy, semuanya menjadi kacau. Penyerangan...