Ini sudah setahun semenjak Lucas amnesia, artinya sudah setahun Asher melepas pertemanan mereka. Asher kecil tak memiliki keberanian untuk menghadap Lucas dan keluarganya.
Anggap dia pengecut, tidak apa-apa. Karena memang begitulah adanya. Rasa bersalahnya bahkan tak berkurang walau tahun sudah berlalu.
Hari itu adalah penghujung musim dingin. Dia berada di lapangan untuk pelatihan para prajurit kerajaan. Lapangan tetap ramai walau suhu tambah menurun sejak tadi pagi. Mereka memberinya salam sambil membungkuk, tetapi dia tak terlalu semangat untuk membalasnya.
Semalam Asher tidak tidur karena asyik membaca buku sejarah yang diberikan bibinya, Azura. Asher suka sekali pelajaran sejarah dan dia membenci pelajaran aritmatika.
Dia membopong busur di bahu dengan lesu. Mandi air panas dan sarapan dengan menu sayur-sayuran dan daging sapi saja tak cukup. Beberapa kali dia ingin menguap, tapi ditahan karena ada guru pembimbing panahannya.
"Pangeran, sepertinya Anda kurang sehat," kata Evaine Wilxes, gurunya.
Asher melirik sekilas. "Tidak apa, Tuan Wilxes. Aku hanya kurang tidur saja." Wilxes mengangguk tak yakin.
Mereka tiba di bagian lapangan pelatihan untuk panahan. Asher mengambil anak panah yang telah disediakan, memasangnya di busur, lalu membidik. Wilxes mengawasi sang pangeran dan memberi arahan.
Asher hanya mendengar setengah saja, pikirannya tidak fokus. Tak seharusnya dia memaksakan diri dengan berlatih panahan, tapi dia sudah sering berdalih ini-itu pada Lunelien. Walaupun sering berdalih untuk tak mengikuti pelajaran, herannya, dia tetap pintar. Dan kali ini, Asher menuruti ibunya kali ini dan malas berdebat.
Asher berusaha fokus membidik papan tepat di bagian tengah. Matanya makin menutup, pertanda dia semakin mengantuk.
Tiba-tiba datanglah komandan Edwin dengan pakaian armornya. Komandan memberi salam pada Asher dan Wilxes, dan Asher tak mengacuhkannya. Pikirannya kosong saat ini sampai tak bisa merespon salam dari orang lain.
"Ada yang ingin saya bicarakan dengan Anda, Tuan Wilxes," kata komandan. Wilxes tampak ragu, dia tak bisa meninggalkan Asher sendiri dengan kondisi mengantuk seperti ini.
"Pangeran, apa Anda tidak keberatan saya tinggal sebentar?" tanya Wilxes. Asher mengangguk tanpa minat.
Wilxes menghembuskan napas tak yakin. "Baiklah jika demikian, saya pamit undur diri. Pangeran jangan macam-macam selama saya tidak ada." Wilxes tahu betul pangeran kedua ini nakal dan hiperaktif.
Tak menutup kemungkinan kalau-kalau Asher mencuri beberapa belati atau senjata lain dan menyelundupkannya ke dalam kamar. Itu sudah pernah terjadi.
Wilxes berlalu pergi bersama Edwin. Asher melirik mereka sebentar lalu menatap papan sasaran. Dia memang tak sepandai Albarez dalam ilmu panahan karena dia lebih menyukai pedang, tetapi panahan memberikan sensasi tersendiri baginya. Asher jadi terlatih untuk fokus dan membidik lawan dalam jarak jauh.
Dia menguap lagi. Musim dingin seperti ini lebih enak jika bergelung dalam selimut atau di dekat perapian. Asher justru harus mendapat pelatihan di pagi hari yang matahari tak menunjukkan dirinya ini. Dia ingin jadi beruang hibernasi saja.
"Hah, aku ingin tidur. Tapi kalau sampai Mama tahu, aku bisa dihukum lagi. Ayolah Asher, fokus!" Dia menyemangati diri sendiri lalu mengusap wajah.
Asher menyejarkan busur di depan badan dan menarik tali, tapi sekuat apapun dia berusaha, kantuk tetap mengalahkannya.
Karena tak fokus, bidikan Asher justru meleset. Bukan ke papan, tapi sampingnya. Asher tak berhasil menguasai dirinya sendiri dan tak sadar kalau bidikannya tidak sesuai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eternal Country (1) : Lost In A Foreign Land (√)
FantasySharley tahu, kalau dia tidak sama seperti mereka. Dia punya kekuatan yang bahkan tak ia mengerti. Namun, dia memilih menyembunyikan hal itu karena tak mau membuat keributan. Saat hari pertama di Akademi Mavexy, semuanya menjadi kacau. Penyerangan...