Hazza tersenyum lebar sehingga menampakkan lesung pipi nya. Ia menatap perempuan yang tengah duduk di sebelahnya dengan tangan menutupi mulut. Ditariknya sebelah tangan perempuan itu dan digenggamnya dengan erat. Tak ada satu pun kata yang bisa mengungkapkan perasaannya. Karena pada akhirnya, perempuan yang menjadi tulang rusuknya akan memberikannya seorang keturunan.
"Umur kehamilannya masih muda, tetapi kau sudah harus menjaga diri." ujar healer yang memeriksa Jade "Kau harus membantunya agar bisa menjaga diri, Mr.Styles."
Ia menganggukkan kepalanya, "Tentu saja, sebisa mungkin akan ku awasi. Ia tak akan pernah lepas dari pengawasan ku."
Healer dengan kacamata tebal itu tersenyum dengan pernyataan Hazza yang meyakinkan. Seorang wanita yang mengandung sangat membutuhkan peran suami. Baik perhatian maupun semangat dan dorongan. Semuanya dibutuhkan, mengingat bagaimana emosi akan berpengaruh kepada bayi yang dikandung.
Pasangan itu meninggalkan ruangan tersebut. Hazza melingkarkan tangannya di sekitar bahu Jade. Awalnya ia tersenyum, tetapi senyum itu hilang ketika matanya melihat gambaran wajah Jade yang tak terlihat bahagia. Bermacam-macam pertanyaan terlintas di kepalanya dan ia memutuskan untuk menanyakan satu.
"Jade, apakah kau baik-baik saja?"
"Hazza, aku..."
"Kau kenapa? Kau lelah? Mau ku gendong?" Hazza dengan sigap menyediakan tangannya. Mengetahui bahwa Jade tengah mengandung membuatnya merasa was was terhadap apa yang Jade lakukan.
"Aku tidak lelah, Hazz." elak Jade sambil menghentikan pergerakan tangan Hazza yang sudah berada di pinggangnya "Aku hanya memikirkan kehamilan ku. Aku memikirkan bagaimana nanti aku akan bertahan dengan perut yang kian membesar. Bagaimana nanti aku akan menahan sakit dalam proses pelahiran."
Tangan itu mengelus punggung Jade, "Kau tak perlu khawatir, Jade. Kau masih memiliki banyak waktu untuk menyiapkan mental mu dan aku akan membantu mu agar kau siap. Tolong jangan kau pikirkan apapun hal yang membuat mu resah dan gelisah. Kau tak ingin bayi di dalam perut mu itu merasakan hal itu, kan?"
Jade menyimpulkan sebuah senyuman tipis. Perasaannya merasa lebih baik setelah ia berbicara kepada Hazza mengenai keresahannya, meski keresahan itu tak sepenuhnya hilang. Hazza selalu tahu bagaimana membuat seorang Jade tenang. Selain itu, ia juga tahu bagaimana membuat Jade senang.
.
Louis menaikki sapu terbangnya. Ia melewati lawannya dan melakukan beberapa perlawanan dengan baik. Pertandingan Quidditch sudah dimulai di berbagai tempat, membuatnya harus berpergian kesana kemari untuk mengikuti pertandingan-pertandingan yang ada. Sebetulnya ia tak ingin berpergian terus karena ia memiliki dua anak yang ingin ia urusi langsung.
Hazza memang pergi sekolah di Hogwarts, ia tak perlu terlalu khawatir. Banyak orang-orang yang bisa ia percaya untuk menjaga Hazza disana. Tetapi Claire, anaknya yang paling kecil, ia belum sekolah dan ia tak yakin meninggalkannya adalah hal baik. Claire agak sedikit manja karena Louis memang sangat memanjakannya. Claire juga cenderung sulit menerima keberadaan orang lain.
Tetapi untuk menghidupi keduanya, ia tak begitu bisa menolak tuntutan pekerjaan ini.
"Louis Tomlinson terjatuh dari sapunya!" seru si komentator Quidditch ketika matanya menangkap Louis.
Seorang perempuan dengan jas putih sigap datang menghampiri. Rintihan Louis membuatnya panik. Ia segera merangkulnya dengan hati-hati tanpa membiarkan tandu bersama tim keselamatan dan kesehatan lainnya membantu.
"Aku panik, kau tahu." ucap Jade setelah memberikan Louis sebuah ramuan. Ia duduk di sebuah kursi di sebelah kasur dimana Louis berbaring.
Ia menarik sebuah napas, "Tadi itu bukan apa-apa, miss beater."
KAMU SEDANG MEMBACA
School of Magic
FanficHarry, Louis, Niall, Zayn and Liam come to Hogwarts as students? See how it is going to be! © 2014 by itshipstastyles