Si Ikan Hiu sedang menelepon.
Dia bicara pelan-pelan (lagi-lagi menurutnya), tapi aku yakin kamar sebelah kami juga bisa mendengar, meski temboknya terbuat dari beton dan anti peluru sekali pun.
Aku sedang menyikat gigi sehabis ditinggalkan oleh perias yang membantuku melepas gaun dan membersihkan make up. Mami meninggalkan secarik catatan berisi quotes manis tentang pernikahan. Aku membaca dan mencampakkannya ke tempat sampah.
Semua orang pasti ingin pernikahan sekali seumur hidup, tapi aku berharap ini bukan terakhir kalinya bagiku. Aku masih ingin menikah dengan orang yang kucintai, bercinta dengannya ... hmmm ... tentu saja aku tahu apa itu bercinta.
Aku sudah dua-dua. Itu memang usia yang masih sangat muda, tapi sudah sangat tua untuk tahu apa itu hubungan seksual. Emangnya dia pikir aku tinggal di dalam laut?
Tck. Kalau aku mengurung diri di dalam sini, kira-kira dia akan mengamuk tidak, ya?
Mungkin aku nggak akan pernah tahu bagaimana rasanya bercinta—aduh, aku menggosok gigi terlalu kuat—aku hanya akan punya pengalaman berhubungan intim, lalu mengandung, dan melahirkan pewaris pabrik pengalengan sarden untuk memenuhi kodratku sebagai perempuan. Aku nggak akan pernah mewujudkan fantasi seks bercinta di atas rumah pohon (aku lupa dari mana aku dapat gagasan itu, dulu kami punya rumah pohon di rumah nenek) karena rumah pohon manapun nggak akan muat buat badannya. Lagi pula, siapa juga yang mau mewujudkan fantasi seks dengan raksasa berbulu seperti itu di atas rumah pohon?
"Bagaimana ini ...," aku hampir menangis.
"Ya ampun ... cup, cup, Bonita yang cantik," cermin di depanku bicara. Benda-benda mati kadang masih bicara padaku meski tak sesering dulu. "Kamu secantik namamu, tapi sayang nasibmu begitu buruk."
Aku jadi makin ingin menangis. "Ayolah, apa aku nggak akan punya kesempatan kedua?"
Cermin itu tidak bicara lagi, aku menoleh karena biasanya ada seseorang berdiri di balik punggungku, tak ada, tapi terdengar suara menggelegar dari luar.
"NO!"
Astaga. Hampir aja pasta gigiku ketelen. Buru-buru aku membasuh mulut dan keluar pelan-pelan dari kamar mandi. Kudekatkan telingaku ke pintu, Si Denny Manusia Ikan itu lagi bicara di ruang tengah kamar hotel fasilitas bulan madu yang luasnya seperti apartemen mewah yang sewanya ratusan juta per bulan.
Aku mendengarnya bicara dengan suara lebih pelan, "Ma, this is ridiculous, she's 12 years younger with the size of 14 year old. I am not going to give you any babies if she doesn't get any bigger!"
Oke. Dia ngomongin aku sama mamanya.
"No, I am not going to sleep with her until she's 25."
Hmmmm .... Dua lima? Oh, jadi aku nggak akan mati dalam waktu dekat. Ahhhh ... syukurlah .... Kami memang sama-sama tidak menginginkan pernikahan ini. Aku tidak mau tulang-tulangku hancur dan dia tidak punya alasan untuk jadi pembunuh, atau menghabiskan waktunya di penjara, sementara dia punya banyak uang untuk dibelanjakan. Dua lima masih agak jauh, siapa tahu kami sudah berpisah saat itu.
"No. Ma, please, Mama nggak lihat dia nyaris nggak lebih tinggi dari udelku!"
Apa?
Itu sangat berlebihan! Well, itu agak berlebihan. Aku memang kurus, dan terlihat sepertiga dari ukuran tubuhnya, tapi soal tinggi badan itu sudah berlebihan sejak awal. Aku yakin saat kami berdansa di resepsi tadi, aku setinggi dadanya. Nyaris.
Mungkin sedikit di bawah dadanya. Aku mengenakan high heels.
Tapi, siapa yang peduli? Yang jelas, malam ini aku bisa tidur nyenyak, dia sungguh-sungguh nggak akan melakukan apa-apa saat aku tidur, kan? Dia tidak akan berubah pikiran, kan? Mungkin sebaiknya aku menyusun guling di tengah, supaya dia nggak mendekat. Katanya lelaki mudah terangsang jika bersentuhan, takutnya dia berubah pikiran.
![](https://img.wattpad.com/cover/237239447-288-k815003.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying Mr. Shark
RomanceBonnie diminta untuk menikahi Adisaloma Helemano Hiu karena uang perusahaan milik ayahnya dibawa kabur oleh seorang karyawan. Namun, jangankan memberi keturunan seperti yang diinginkan keluarga Hiu, Bonnie tidak yakin dirinya akan selamat dari malam...
Wattpad Original
Ada 17 bab gratis lagi