✌ You Lost

156 66 46
                                    

"Peduli orang dingin itu adalah dengan cara bertindak. Bukan semata mata hanya mengatakan, sabar ya, kamu kuat"
.
.
Everybody say yes!!!!
.
.

Aku tidak mengerti tatapan reksa terhadapku. Yang pastinya, kecewa adalah arti yang cocok saat aku menatap matanya.

Tak lama saat kami bertatapan, Reksa menghampiriku dan langsung menarik tanganku menuju keluar gudang.

Aku sempat tertegun saat dia memelukku. Namun, Aku langsung melepas pelukannya, dan hal itu membuatnya sedikit terkejut.

"Sa, kenapa kamu nggak bilang, kalo Felix mukul kamu!!!" Bentakku, meminta penjelasannya.

"Aku hanya--" Dia menghentikan perkataannya. Membuatku tidak sabaran aja.

Aku melipat kedua tangan didepan dada.

"Kenapa? Kamu nganggap aku sahabat nggak sih?!" tanyaku sarkas.

"Aku udah bilang, kalo ada masalah itu ceritain!" Lanjutku.

Bukannya malah merasa bersalah, dia kemudian mengembalikan boomerang kepada ku.

"Kamu taukan, aku nggak suka ngeliat kamu berkelahi? " aku mengangguk.

Ya, ya, ya... Aku tau dia memang tidak suka melihat ku berkelahi apalagi berkelahi dengan fisik. Tapi.....

"Tapi aku suka." aku tersenyum lebar hingga memperlihatkan gummy smile. Reksa mengembuskan nafas panjang.

"Aku pergi aja deh." ucapnya membalikkan badan dan berlalu untuk pergi.

"Loh, kok!!" ucapku terkejut, menahan tangannya untuk pergi. Aku pikir dia akan senang jika kubantu. Tapi nyatanya tidak sama sekali.

"Lakuin apa yang kamu suka, mulai hari ini aku nggak bakal urusin kamu lagi. Terserah, mau berkelahi sama anak sebelah juga gak bakalan aku urusin lagi." ucapnya dingin.

Aku melepaskan tangannya. Kemudian, Reksa berjalan meninggalkanku, aku hanya menatap punggungnya yang semakin menjauh. Sepertinya, aku salah bertindak kali ini.

Aku berjalan menuju kelas dengan langkah letoy. Hingga Adji yang melihat pergerakan ku langsung menghampiri bangkuku.

"Lo kenapa? Nggak ngisi bensin? Lemes amat."

"Ihhh... Berisik!" sarkas ku.

"Kalo begini pasti karena si Reksa." tebak nya.

Ya, ya. Jika bukan karena Reksa siapa lagi? Pak botak?

"Kenapa si Risa?" tiba-tiba saja Vero muncul dari belakang Adji, membuatnya terkejut, dan melemparkan perkataan keramat.

"Kya!!! Anjing eh babi!!" Adji hampir terjungkal ke belakang.

Vero yang melihat adji kesal, langsung memukul kepalanya dengan kipas miliknya.

"Sakit bodoh!!" Adji mengaduh kesakitan sambil mengusap kepala nya.

"Dari mana aja lo?" tanya Adji.

"Biasa, nonton oppa main basket." sambil senyum-senyum sendiri. Ck! Vero Vero! Pikiran dia hanya cogan. Mending cogan nya naksir dia, boro-boro naksir Vero melirik dia saja tidak. Cinta memang membuat orang bodoh.

"Lo kenapa Ris? Karena si Reksa?" tanya Vero.

"Ada apa ini? Makan jajan gak ngajak ngajak." Arya tiba tiba datang menanyakan hal yang sama sekali tidak ada hubungannya.

"Pala lo jajan." ucap vero memukul kepala Arya.

"Untung aja lo perempuan, kalo enggak. Tak hiiihh." ucap Arya, meremas kepala Vero hingga membuat rambutnya berantakan.

"Dasar Arya bego!!!" Aku sungguh muak melihat mereka bertengkar. Ada saja yang di pertengkarkan. Masih aku pantau belum aku santet mereka.

"Berisik amat lo berdua, nanti jodoh baru tau rasa." ucap Adji

"Ihh... Amit amit jabang bayi!!" bentak Vero kesal.

"Eh... Itu anak orang kenapa?" Arya menunjuk ke arah ku.

"Orang itu teman kita, Ar." jawab Adji.

"Emang kita dianggap?" tanya Arya.

"Enggak sih, sahabat diakan cuma Reksa doang. Kita mah babu dia." ucap Adji mendramatis. Memang hidupnya penuh drama. Kurasa stok drama azab dirumahnya sudah menumpuk bak gunung.

Aku yang semenjak tadi menahan untuk tidak marah. Akhirnya keluar juga.

Aku memukul meja, hingga mereka bertiga terkejut. Ya, jika aku sedang kesal, aku hanya diam dan menatap orang dengan sorot tajam.

"Anak orang dah marah woy." ucap Arya menelan ludah, begitu juga dengan Adji melakukan hal yang sama.

Vero menghampiriku "Lo sih!!"

Arya yang tidak terima dirinya di tuduh, kemudian protes"Kok gue anying?"

"Kalian berdua sih!!" Final Vero, mengelus punggungku.

*****

Aku memutuskan untuk pergi ke rumah Reksa. Sedari tadi dia tidak menjawab Line dan juga telepon dariku.

Apa dia semarah itu, sampai-sampai menjawab pesanku saja tidak mau.

Memang iya sih, aku selalu melanggar janji dengannya. Tapi, jika aku diam saja, orang yang tidak punya rasa ke-pribangsatan pasti akan menganggap remeh Reksa lagi, dan aku tidak bisa hanya berpura pura tidak tau, saat dia mengalami itu semua.

"Bun, Reksanya mana?" aku menyalam bunda Reksa, yang sudah kuanggap seperti ibuku sendiri. Kemudian mengamati sekeliling ruangan untuk melihat keberadaan Reksa.

"Reksa belum pulang dari tadi. Bunda pikir kalian sama." jawab Bunda bingung.

"Nggak bun, Reksa tadi marah sama aku, terus dia nggak angkat teleponku." ucapku dengan sedih.

"Kenapa bisa?"

Aku menunduk, menahan tangisku supaya tidak tumpah.

"Itu bun, masalah biasa."

Bunda menghela nafas.

"Yaudah, kamu susul aja Reksa. Mungkin dia lagi kerja di kedai Pak Ilham." ucap bunda memegang bahuku.

"Yaudah bun. kalo gitu Clarissa pamit."

*******

"Pak, Reksanya ada?"

"Reksanya gak ada nak, bapak udah nungguin Reksa dari tadi. Tapi nggak kunjung datang." jelasnya.

"Loh jadi dia kemana?" tanyaku panik, aku benar-benar khawatir.

Siapa yang tidak khawatir heh?! Reksa hilang dia bahkan tidak memberitahu bunda.

Aku mengambil handphone ku dari tas, dan menelponnya. Tapi lagi-lagi dia tidak menjawab telepon dari ku.

Apa jangan jangan kena masalah lagi. Apa geng Felix menganggu dia lagi?. Karena aku tau, Felix tidak akan melepaskannya semudah itu.

Aku berlari keluar, mencarinya ke suatu tempat. Yang bahkan tidak kutau dimana Reksa berada.

Yang pastinya, aku seperti mencari namun tidak tahu kemana. Aku terus berlari dan berlari. aku hanya melangkah mengikuti keinginan kakiku.

"Gak boleh sampe terjadi, kumohon." air mataku menderas, kuyakinkan diriku bahwa Reksa sekarang baik-baik saja.

Tapi nyatanya, aku tak kunjung melihat sosoknya. Aku kembali ke kedai pak Ilham dan duduk di depan kedai itu.

Aku menunduk, menangis sejadi-jadinya.

Andai saja, aku tidak melawan geng Felix. Mungkin tidak akan terjadi yang seperti ini.

Andai saja aku selalu menepati janji, ini tidak akan----

"Risa,"

Aku mengangkat kepalaku, melihat sumber suara itu.

"Reksa!!"
.
.
.
I'am Purple You . 🍇
.
.
Budayakan Vote dan komen setelah membaca. 🤓🌹

Not Have Akhlak GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang