[10] Ragu

27 5 0
                                    

Pagi yang kunantikan telah tiba. Setidaknya semalam aku bisa tertidur dengan lelap. Yah, cukup membuat energiku terisi. Aku terus menatap layar ponsel, berharap Nadhien menyapaku.

Aku terus menunggu, jam demi jam terus kulalui. Namun, pesan yang kuharapkan tak kunjung kuterima.

"Frank, apa kamu mau menyiksa dirimu? Jaga tubuhmu baik-baik, makanlah. Dia pasti akan baik-baik saja." Alphin menghampiriku. Aku hanya menggeleng. Beberapa saat Alphin pergi dan kembali dengan menyodorkan segelas sereal.

"Isilah perutmu, jika kamu jatuh sakit aku yang bakal kamu repotkan," ucap Alphin sambil mengacak-acak rambutku.

Aku menerima minuman itu dan menghabiskannya dalam satu tegukan. Menatap kembali layar ponsel dengan tatapan kosong dan perasaan yang berkecambuk.

"Dian, apakah aku boleh ke rumah sakit?" Aku mengirim pesan pada kontak Nadhien.

Ponselnya tak juga aktif, aku mencoba menelepon tetapi diluar jangkauan. Perasaanku semakin gelisah. Aku bersiap-siap untuk menuju ke rumah sakit.

"Eh, mau kemana kamu?" Alphin menyegahku.

"Kemarin kamu tabrakkan diri ke pembatas jalan, mau apa lagi hari ini?" Dia tampak sangat khawatir. Mulutku seakan terkunci, tak bisa menjawab apa yang ingin kulakukan.

Kling!

Ponselku berbunyi.

"Maaf kak, om Tanno bilang kondisi Nadhien kembali drop. Dia kembali kritis, sebaiknya kakak jangan ke rumah sakit sekarang. Aku juga dilarang untuk ke rumah sakit." Jawaban pesan itu membuatku melepaskan genggaman ponselku.

"Frank?" Alphin mencemaskanku.

Air mataku jatuh dengan sendirinya, tanpa tahu apakah semua itu akan bisa kulalui. Aku tidak tahu apakah perasaan ini akan terus bisa untuk kujaga. Aku tidak tahu apakah aku justru akan semakin tenggelam dalam emosi yang tak bisa kuungkapkan.

Aku melepas jaket yang sudah kukenakan. Ponsel kubiarkan berada di lantai. Tanpa basa basi, kutinggalkan Alphin dan menuju kamarku. Kukunci pintu dari dalam. Aku menjatuhkan diri ke kasur.

"Apa? Ada apa dengan perasaan ini? Bagaimana air mataku bisa kembali jatuh? Apakah semua akan berakhir? Aku belum menyapanya, aku belum memasuki hidupnya, bahkan aku baru mengenalnya. Apakah tak ada kesempatan bagiku untuk merasakan kebahagiaan itu lagi? Apakah semuanya akan sirna begitu saja? Mati rasa! Aku ingin perasaanku kembali mati rasa! Tapi kenapa kali ini berbeda? Aku benar-benar ingin menyelaminya, lebih dalam dan lebih dalam lagi. Aku yakin dia akan kembali, aku yakin dia akan terus berjuang jauh lebih baik lagi." Tanpa terasa, aku tertidur. Entah berapa lama, aku berdiri di atas kepayahanku.

Aku membuka mata, ada handuk di dahiku. "Kompres?"

"Apa kamu sudah baikan?" Alphin berada di meja tempat aku biasa mengerjakan tugas maupun pekerjaanku.

"Bagaimana kamu bisa masuk?" Aku terkejut.

"Terpaksa aku membobol pintu kamarmu. Siapa tahu kamu memilih meminum semua sisa obat yang kamu miliki," jawabnya datar.

"Jika bukan percaya adanya reinkarnasi, mungkin aku sudah mengakhiri semuanya lebih awal dari ini," sahutku lirih.

Alphin terdiam, dia melemparkan ponselku. "Baca!"

Aku membaca pesan jika Nadhien sudah sadar, hanya saja detak jantungnya masih lemah, 38 bpm. "Hah? Jam 9 malam sekarang???"

"Ya, kupikir kamu mati, bukan tidur," canda Alphin.

"Maaf." Aku tersenyum tipis, perasaanku kembali tertata satu per satu.

"Aku sudah memutuskannya." Kukatakan hal itu dengan tekad yang bulat.

"Apa?"

"Aku mencintai Nadhien tanpa syarat, tanpa tahu apakah aku akan kembali kehilangan atau tidak. Bukan berarti mereka yang sakit harus kita hindari bukan? Bukan berarti pula kita harus takut untuk menaruh perasaan itu bukan?" jawabku dengan sombong.

"Yah, itu jawaban yang seharusnya tak layak kudengar dari kamu." Alphin tersenyum.

Aku bisa kembali menjadi diriku, meski semua rasa ini semakin tak bisa terkendali. Tapi, aku memiliki kesempatan untuk bisa merasakan emosi lagi. Setidaknya, aku bisa merasakannya untuk saat ini. Karena kupikir, dia pasti akan bisa melewati semua rintangan yang dia miliki.

28 Oktober 2020

UnconditionalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang