Sore ini, sesuai janji Rara, Angga, Lia, Leo, dan Santi pergi ke tempat yang sudah lama tidak mereka kunjungi. Tempat yang menjadi saksi bisu ketika penuturan Ray waktu itu. Rumah Ray.
Leo mengendarai mobilnya menuju rumah Ray. Beruntung hari ini Ray mendapat jadwal piket, jadi mereka bisa ke rumah Ray dengan tenang.
Ketika sampai, mereka dikagetkan dengan seorang wanita paruh baya. Wanita yang selalu menganggap Rara seperti anaknya sendiri. Wanita yang selalu mendukung persahabatan Rara dengan Ray. Wanita itu adalah Nita, mama Ray.
"Tante," ucap Rara sendu tetapi berhasil membuat wanita itu kaget bukan main.
"Jadi benar, yang tadi itu Ray. Kenapa Tante nggak bilang? Kenapa Ray bisa lupain Rara!?" Luntur sudah pertahanan gadis itu. Air matanya mengalir deras.
Mama Ray berusaha menenangkan Rara dan menyuruh mereka duduk.
"Tante minta maaf," ucap Nita sembari menatap Rara dengan tatapan sedih.
"Rayhan terkena amnesia," belum sempat Rara bertanya, Nita sudah mulai bercerita seakan mengerti apa yang Rara pikirkan saat ini.
"Waktu itu dia diserang preman, dia mencoba melawan. Tapi dia lengah sehingga ada preman yang memukul bagian belakang kepalanya hingga dia pingsan. Dia sempat koma dua Minggu. Dan ketika sadar dia tidak mengingat apa-apa. Termasuk Tante, om, Fakhri, Lidya, dan kalian. Kami pernah mencoba untuk mengembalikan ingatannya menggunakan segala cara termasuk menunjukkan foto-fotonya dulu, tetapi itu selalu membuat kepalanya sakit ketika akan mengingat semuanya," ucapan Nita sukses membuat Rara dan yang lainnya terdiam.
"Dan gelang yang kamu berikan hilang, sehingga dia tidak mengingat kamu sama sekali Ra," ucap perempuan itu membuat Rara kembali menangis.
"Tapi kenapa Tante nggak bilang? Kenapa Tante diam aja dan... Hiks hiks," Rara tidak bisa menyelesaikan kalimatnya.
Gadis itu menangis di pelukan Nita. Nita hanya menatap Rara sendu, tapi dia tidak bisa berbuat banyak.
"Tante mohon, jangan beritahu Ray. Ketika dia berusaha mengingat semua kenangannya dia selalu kesakitan," Rara sebenarnya ingin menolak dan menceritakan semuanya kepada Ray. Tetapi Santi menahannya.
"Lu tega ngeliat Ray kesakitan?" Tanya Santi dan langsung dibalas dengan gelengan oleh Rara.
"Biarkan Ray seperti ini untuk sementara, gue yakin kalau suatu saat nanti Ray pasti bakalan inget kita semua," ucap Leo yang tau dengan jalan pikiran Santi.
***
Saat ini, Rara dan teman-temannya sedang menuju rumah Rara. Mengingat bahwa mereka ada janji dengan trio N dan Ray serta Dimas ketua kelas mereka. Sesampainya mereka di rumah Rara, mereka dikagetkan dengan kehadiran Naya, Naura, Naila, Ray, dan Dimas.
"Kok kalian udah sampai? Kan kita janjiannya jam dua," heran Rara ketika mereka sudah turun dari mobil.
"Sorry lah ya, gue orangnya sibuk. Jadi kita mulai sekarang aja ya. Gue mau sewa studio musik dulu," ucap Naya yang sudah mulai mengambil handphonenya dengan sombongnya membuat Leo mencibir.
"Nggak perlu lu sewa studio musik. Rara udah siapin semuanya, dijamin gratis," ucap Leo dengan tatapan meremehkannya.
Semua kecuali Leo, Santi, Angga, dan Lia menatap ke arah Rara seakan bertanya bahwa apakah yang diucapkan Leo itu benar. Sementara Rara yang paham maksud pertanyaan tersebut hanya mengangguk.
"Yaudah, aku ganti baju dulu ya. Kalian tunggu di dalam aja," ucap Rara dan diangguki oleh semuanya.
***
Hampir 20 menit Rara berganti pakaian, dan kini dia turun ke bawah untuk menghampiri teman-temannya di ruang tamu. Kecuali Leo, Santi, Lia, dan Angga tentunya. Karena mereka sudah nyelonong masuk ke ruang keluarga dan menghidupkan tv tanpa seizin pemiliknya.
Dan di sini lah mereka semua, ruang tamu di rumah Rara. Seketika semua orang dibuat takjub dengan penampilan Rara. Celana jeans ketat berwarna hitam dan sweater berwarna pink. Rambut indahnya yang dibiarkan tergerai, serta bando pink yang menghiasi rambutnya. Sederhana, tapi dia terlihat amat cantik.
"Yuk," ajak Rara kepada mereka semua.
***
Ray, Dimas, dan trio N penasaran kenapa Rara membawa mereka ke halaman belakang. Seketika Rara berjalan menuju tempat seperti paviliun dan membukanya. Seketika mereka bungkam melihat segala jenis alat musik tersusun rapi di ruangan itu. Dan jangan lupakan beberapa mikrofon, dan speaker di sana.
Mereka masuk perlahan dan tatapan Naya terhenti ketika menatap sebuah foto.
"Ngapain lu majang foto Tante gue?" Tanya Naya dengan angkuhnya ketika melihat foto Lina, bunda Rara yang sedang meresmikan sekolah musik yang ternama se-Indonesia.
Lina memang memiliki sekolah musik dari jenjang SD, SMP, dan SMA. Karena tanah yang ia pakai adalah tanah milik suaminya yang merupakan amanah untuk membangun sekolah musik tersebut. Dan siapa duga sekolah itu menjadi sekolah musik ternama di Indonesia. Meskipun ia memiliki sekolah musik, ia juga menjadi kepala sekolah di SMP Harapan.
"Itu bunda aku," jawab Rara enteng sehingga membuat hampir semua orang tertawa karena secara tidak langsung Rara mempermalukan Naya karena mengaku-ngaku kalau Lina adalah tantenya.
"Dan setau aku bunda anak tunggal. Jadi aku nggak punya sepupu yang dari bunda. Kamu kok ngaku-ngaku sih?" Pecah sudah tawa mereka. Ucapan Rara sangat menusuk sehingga mereka tidak bisa menahan tawa mereka sendiri.
Seketika mereka terhenti ketika melihat Rara yang sibuk berkutak-katik dengan keyboardnya.
"Mau diiringi dengan alat musik atau dari hp aja?" Tanya Rara yang masih terlihat sibuk dengan keyboardnya.
Melihat Rara yang sibuk dengan keyboard, secara tiba-tiba Ray tersenyum. Tipis, sangat tipis. Bahkan tidak ada yang sadar kalau ia kini tersenyum.
"Sebenarnya gue mau pakai alat musik sih, tapi gue harus hemat tenaga biar suara gue merdu. Jadi lagunya dari hp mahal gue aja," ucap Naya dengan sombongnya dan diangguki oleh Naura, dan Naila.
"Bilang aja nggak bisa main musik," gumam Rara pelan tetapi mampu didengar oleh Santi membuat kedua gadis itu terkekeh pelan.
Akhirnya Naya memulai aksi bernyanyinya. KEKASIH BAYANGAN, itulah lagu yang dinyanyikan oleh Naya. Tapi hampir semua orang geli melihatnya, karena gaya bernyanyinya yang terlalu dilebih-lebihkan. Bukan suaranya, tapi gerakannya yang membuat semua orang tertawa. Tetapi ia tidak sadar sama sekali dengan gerakannya.
"Gue yakin gue yang bakalan terpilih," muncul sudah sombongnya Naya membuat Angga menyumpah serapahinya di dalam hati.
Seketika mereka terdiam mendengar suara keyboard yang dimainkan oleh seseorang. Tentu saja Leo, Angga, Santi, dan Lia tersenyum penuh kemenangan mendengar suara permainan keyboard yang sangat lembut itu. Ya... Mereka tau dan sangat tau siapa pemainnya. ANGGRAINI SALSABILA.
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH SANG REMBULAN (TAMAT)
Teen FictionRara dan Ray adalah sahabat yang baik sejak berumur 6 tahun. Pertemuan mereka diawali pada bulan purnama. Pertemanan mereka sangat erat. Hampir tak ada yang bisa memisahkan. Namun, pada kelas 1 SMP, Ray terpaksa pindah dikarenakan orang t...