[three - help]

414 99 3
                                    

Mulai esok harinya, Seonghwa hanya datang untuk membawakan makanan sekali dalam sehari, lalu meninggalkannya di sana, dan itu dilakukannya selama seminggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mulai esok harinya, Seonghwa hanya datang untuk membawakan makanan sekali dalam sehari, lalu meninggalkannya di sana, dan itu dilakukannya selama seminggu.


Hongjoong mulai berpikiran untuk memanjat dan mencari rumah ketika ia merasakan gerimis di kulitnya. 'Matilah aku,' pikirnya, karena seekor naga yang sedang terluka tidak akan kuat menahan dinginnya air hujan sekaligus menyembuhkan sayapnya. Apalagi di tempat terbuka seperti ini, bisa bisa ia akan terkena kilat dan, mati.

Suara petir mulai terdengar, dan ia tidak menyukainya, suara itu sangat keras dan mengingatkannya pada memori memori masa kecil yang menyakitkan. Hongjoong berusaha untuk menepisnya dengan berteduh dibawah pohon, tetapi hidungnya mengendus bau yang sangat ia kenal—Seonghwa. Mengapa ia disini?



"Kau seharusnya meninggalkanku untuk mati." Desis Hongjoong ketika Seonghwa mendekatinya. "Memangnya kenapa? Aku tidak tega tahu," Katanya, lalu bersiul seperti memanggil seseorang.



"Mingi, nanti kau akan mengangkatnya, dan aku akan naik San menyusulmu." Sesaat ketika Seonghwa melihat bahwa kedua naga itu sudah turun. "Hongjoong, boleh maju sedikit? Agar Mingi gampang membawamu ke tempat kami."

Naga putih itu mulai memosisikan dirinya, lalu dengan gampang Mingi membawanya pergi ke...entah kemana tujuan mereka. Ia melihat ke belakang, dan menjumpai Seonghwa yang terbang bersama dengan San. Ketika di depan mereka ada kawanan bebek, Seonghwa memanah salah satunya dan menangkapnya, katanya untuk makan malam nanti.




"Selamat datang di Sky Castle." Ucap San, yang suaranya menurut Hongjoong sangat lembut untuk didengar.

"SANIEEE!!!" Ada seseorang di bawah kastil itu yang melambaikan tangannya. Di tengah-tengah kastil itu terdapat sebuah taman beratapkan kaca dengan sebuah sungai kecil melewatinya secara horizontal. Mingi mendengus karena dirinya tidak dipanggil, tetapi menurunkan Hongjoong dengan pelan-pelan lalu mengganti bentuknya menjadi manusia. Rambut merah-oranye terang itu mencolok di gelapnya sore, kalau rambut San yang hampir putih juga, mirip dengan Hongjoong. Mereka membukakan pintu yang besar, sementara Seonghwa menggiring naga itu untuk masuk ke kastil itu.

"Mingi!" "Yunho!" Keduanya menempelkan dahi mereka, dan berputar sambil tersenyum. "Ganti baju gih, nanti kita kelonan deket perapian." Ucap Yunho sambil menepuk punggung Mingi selagi naga itu jalan.

"Tadi kenapa bediri di bawah hujan Wooyoungie, kamu bisa sakit-" Wooyoung hanya memutar kedua bola matanya, lalu mencium bibir San agar dia tidak menggerutu dan mengomel seperti kakek-kakek tua. "Heung~setidaknya jangan potong aku lah kalo lagi ngomong~"



Hongjoong bingung akan hubungan keduanya. Mengapa mereka bisa begitu dekat? Tidakkah Wooyoung bisa membunuh San dengan gampang?

Lamunannya dipecah oleh Seonghwa, yang dengan lembut mengelus kepalanya agar ia tersadar dan masuk. Ia menggiring Hongjoong ke perapian, sehingga tubuhnya bisa lebih hangat. Dan naga itu sadar kalau ada 4 perapian di ruangan yang sangat besar ini, dan juga banyak sekali bantal-bantal yang berada di atas sofa untuk ditiduri.

Ia disuruh diam dulu oleh Seonghwa, agar kaki-kakinya bisa di lap dan badannya juga tidak ada yang basah, lalu disuruh tiduran dekat salah satu perapian yang menyala itu.

"Oh? Siapa ini?" Tanya seseorang yang rambutnya berwarna pirang dan panjang sebahu. Seekor naga jenis Skrill yang berwarna hitam-ungu itu mengikutinya dari belakang, sebelum mengganti bentuk menjadi manusia.

"Dia Hongjoong, aku yang memberi nama. Ini Light Fury yang kemarin kuomongkan," Ucap Seonghwa sambil melihat Hongjoong sudah pulas tertidur dari kejauhan.

"Waaah, aku baru pertama kali melihat seekor Light Fury dari dekat," Yeosang berjongkok di dekat Hongjoong, walaupun ketika ia mau memegangnya naga itu langsung menggeram. "Sirip di punggung dan belakang kakinya adalah adaptasi untuk terbang dalam kecepatan tinggi-" Mata Yeosang berbinar-binar mendeskripsikannya. "-dan mereka telah jarang sekali terlihat karena kemempuannya untuk membuat tubuhnya transparan,"




"Dikhianati manusia adalah hal yang sudah biasa baginya," Ucap Seonghwa dengan sinis. "Aku hampir jadi daging panggang tau gak sih?" Lanjutnya sambil mendengus kesal. Yeosang hanya terkikik kecil, lalu pergi mengambil semangkuk besar filet ikan mentah dicampur herbal. "Makan ini, biar lebih cepat sembuh," Katanya, lalu meninggalkan mereka untuk keluar melihat Jongho.

Hongjoong melihat naga-naga lain itu sangat nyaman berada di sekitar manusia-manusia mereka. Sebegitu percayakah mereka? Apa tidak takut untuk disakiti? Sebenarnya, Hongjoong juga sudah memercayai Seonghwa sedikit, sangat sedikit—atau itu apa yang otaknya katakan.

Seonghwa mendekatinya, lalu mulai memberikan filet ikan itu lewat tangannya, dimana Hongjoong menciumnya dan membuang muka karena baunya yang sangat kuat. "Haish, ini akan membuatmu sembuh lebih cepat, percayalah padaku," Seonghwa terdengar memelas, ia hanya ingin yang terbaik untuk naga itu.

Setelah naga itu memakannya, ia malah bingung—walaupun baunya tidak enak, tetapi rasanya tidak terlalu buruk, sehingga ia memakannya perlahan sampai habis. Seonghwa terlihat sangat ragu untuk meninggalkan Hongjoong dan masuk ke kamarnya, tetapi ia berhasil meyakinkan dirinya untuk angkat kaki.



Seonghwa tahu, apa yang ia rasakan untuk Hongjoong berbeda dari yang lain. Bukan cinta yang ia rasakan pada Yeosang, Wooyoung, ataupun Yunho, itu cinta antar saudara—cinta filial, bukan kekaguman yang ia utarakan ketika melihat Mingi, San atau Jongho dalam bentuk naga mereka. Ia sangat yakin bahwa cinta yang ia rasakan adalah seperti ayah dan ibunya mencintai satu sama lain. Cinta yang benar-benar memang karena jatuh hati pada setiap inci dari diri naga putih itu. Ia yakin muka milik Hongjoong juga akan terlihat sangat elok—apalagi dibawah bulan purnama ketika rambut putih itu memantulkan cahayanya dan mata biru itu memandang jauh ke dalam jiwanya—tunggu, apa yang ia pikirkan?



Ia menggelengkan kepalanya, lalu memutuskan untuk tidur daripada otaknya memikirkan yang tidak-tidak. Hongjoong tidak memercayainya, itu tidak bisa diganggu gugat. Titik. 

𝘀𝗲𝘁 𝗳𝗶𝗿𝗲 𝘁𝗼 𝘁𝗵𝗲 𝗿𝗮𝗶𝗻-𝗷𝗼𝗼𝗻𝗴𝗵𝘄𝗮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang