Selama makan malam bersama, hanya Jimin dan Nayeon yang berbicara. Elena hanya diam sembari memakan makanan tersebut, ia ingin pergi dari ruang makan. Dirinya muak melihat Jimin dan Nayeon yang terus bercanda.
Percakapan keduanya berhenti disaat ponsel Nayeon berdering. Wanita itu mengambilnya kemudian mengangkatnya. Wajah wanita itu terlihat serius.
"Jimin, aku pulang dulu. Ada urusan yang harus ku selesaikan." Jimin mengangguk dan beranjak berdiri. "Elena, Bibi pulang dulu, ya?" Elena hanya mengangguk pelan tanpa menatap Nayeon dan Nayeon tidak mempedulikannya.
"Aku akan mengantarmu sampai ke depan, sebenarnya aku belum puas bercerita denganmu."
"Aku akan datang lagi, Park."
"Iya, selesaikan urusanmu terlebih dahulu, sayang." Keduanya pun tengah berjalan ke pintu utama meninggalkan Elena yang menatap mereka.
Gadis itu sudah menyelesaikan acara makannya, dia berjalan ke arah wastafel dan mencuci piring tersebut, setelahnya, dia pergi ke kamar dan menguncinya.
Seharusnya, hanya dia saja dan Jimin yang berada di rumah pria itu. Tidak ada yang boleh mengganggu dirinya dengan Jimin, pikir Elena.
Saat ini, Elena hanya bermain ponsel. Sedang bertukar pesan dengan Jaemin—sahabatnya. Gadis itu mengajak Jaemin untuk berangkat dan pulang sekolah bersama keesokan harinya.
Sibuk bertukar pesan dengan Jaemin hingga dia tidak sadar jika Jimin terus mengetuk pintu dan memanggil dirinya. Elena tersadar disaat ketukan itu semakin kencang dan teriakan Jimin yang terdengar khawatir. Gadis itu menghela napas kemudian membawa kakinya untuk turun dari ranjang.
Terlihat Jimin yang tengah menatapnya tajam disaat ia membuka pintu kamar.
"Kenapa kau mengunci pintu kamarmu?"
"Tadinya aku sedang mandi kemudian mengeringkan rambut dan mengganti pakaian." Dustanya, dia cukup merasa bersalah karena sudah berbohong kepada Jimin.
"Kenapa harus dikunci?"
"Jika aku sedang mengganti pakaian dan Paman masuk ke dalam kamarku, bagaimana nantinya?" Jimin terdiam sejenak, pria itu tidak menjawab. Jimin langsung saja masuk ke dalam kamar Elena. "Ya! Paman!" Jimin berbaring di ranjang milik gadis itu.
"Apa yang Paman lakukan?"
"Berbaring."
"Keluarlah Paman, aku ingin tidur."
"Tidur bersama Paman saja."
Gadis itu menghela napas kemudian berjalan ke arah meja belajar, dia akan belajar beberapa mata pelajaran sampai Jimin keluar dari kamarnya. Ia terlalu malas untuk bersama Jimin saat ini.
"Katanya, kau ingin tidur."
"Tidak jadi."
Jimin mendudukkan dirinya di ranjang Elena.
"Kau marah kepada Paman, hm?"
Tadinya, Elena sangat sibuk belajar namun saat mendengar pertanyaan Jimin, kegiatan itu tiba-tiba saja terhenti. Tubuhnya menegang, sedikit takut mendengar suara Jimin yang terdengar dingin.
"T-Tidak, kok,"
"Lalu, ini apa? Mengapa kau mengatakan jika kau ingin berangkat dan pulang bersama dengan pria bernama Jaemin?" Mendengar Jimin, gadis itu langsung beranjak dari meja belajar kemudian berjalan cepat ke arah Jimin. Jimin menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
"Paman, kembalikan ponselku." Jimin tidak ingin memberikan ponsel tersebut kepada Elena.
"Tidak sebelum menjawab pertanyaan Paman. Yang pertama, kenapa kau marah kepada Paman? Yang kedua, siapa Jaemin? Yang ketiga, kenapa kau ingin berangkat dan pulang sekolah bersamanya?"
Elena tidak menjawab, dia hanya terus berusaha meraih ponselnya dari tangan Jimin. "Jawab dulu, nanti Paman akan memberikan ponselmu. Kau tidak akan mendapatkannya jika kau tidak menjawab pertanyaan Paman."
"Aku tidak marah pada Paman. Dia sahabatku. Aku hanya ingin berangkat dan pulang bersamanya, lagi pula Papa dan Mama tahu siapa lelaki bernama Jaemin." Jimin menatap gadis itu tidak percaya. "Dan sekarang, kembalikan ponselku."
"Kau berbohong?"
"Sejak kapan aku berbohong kepadamu?"
"Oke, dengar Elena, aku memperhatikanmu sejak tadi. Kau hanya diam semenjak Nayeon datang. Ada apa denganmu?" Jimin belum memberikan ponselnya.
"Tidak ada Paman, kembalikan ponselku. Aku ingin tidur."
"Tidak, kau ingin tidur, kan? Ponselmu di tangan Paman saja."
"What the—Paman, aku memiliki tugas!"
"Tugas? Paman lihat di grup sekolahmu, tidak ada yang bertanya tentang tugas ataupun meminta jawaban."
"Mereka sudah tahu semenjak di sekolah."
"Kau bohong, sekarang, tidur dan ponselmu tetap berada di Paman."
"Ah sialan, Paman menyebalkan!" Elena mengambil bantal yang berada di sampingnya dan melempar ke arah wajah Jimin hingga pria itu langsung terlentang di ranjang. Sedangkan Elena, dia keluar dari kamar.
Hari ini, Jimin sangat menyebalkan di mata Elena.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LOVELY UNCLE ✓
Fanfiction[ Completed ] Jimin itu adalah pria berusia dua puluh dua tahun, dia adalah pria tampan yang sangat mudah memikat hati wanita; termasuk Jung Elena-anak dari sahabatnya. Elena begitu dekat dengan Park Jimin, gadis berusia delapan belas belas tahun i...