PROLOG

125 12 2
                                    

PADA SUATU WAKTU, di sebuah negeri yang tenang, hiduplah sebuah keluarga yang bahagia.

Mereka termasuk keluarga berkecukupan. Sepasang suami istri yang merupakan pedagang sukses hingga ke negeri seberang dengan kelima anak mereka. Dua putra pertama kembar, anak keempat juga laki laki, dan yang bungsu adalah perempuan. Yang berbeda adalah pada anak ketiga mereka. Anak laki laki yang tak sempurna dengan satu kaki dan satu tangan yang merupakan hasil hubungan sang suami dengan wanita lain.

Namun mereka telah melewati masalah itu. Sang istri telah dengan berbesar hati menerima permintaan maaf suaminya dan merawat anak itu juga. Menjaga keluarga mereka tetap harmonis sebisa mungkin.

Sayangnya, tak ada gading yang tak retak. Akan selalu ada kemalangan diantara kebahagiaan, dan keburukan di antara kebaikan. Sebuah petaka yang menjadi awal hancurnya hubungan persaudaraan putra putri mereka terjadi.

Itu adalah hari di musim panas yang sangat kering, gudang penyimpanan barang barang mereka untuk berdagang tanpa diketahui sebabnya dilalap api. Api menyebar dengan mudah karena udara yang kering bahkan walau di malam hari, merambah ke rumah utama yang mereka tempati dan melahap segalanya dengan cepat.

Dalam sekejap, semuanya terbakar. Anak anak berhasil di selamatkan, nyonya rumah keluar bersama putri bungsunya dengan luka parah karena melindungi sang putri dari jilatan api. Tuan rumah yang sudah keluar lebih dulu bersama anak anaknya yang lain menyadari bahwa si putra ketiga masih di dalam rumah. Tanpa pikir panjang, ia kembali menerobos masuk.

Putra ketiganya terjebak di tengah api yang menjilat jilat. Tak bisa berdiri hanya dengan satu kaki tanpa pegangan, juga tak bisa merangkak dengan cepat karena hanya memiliki satu tangan. Namun anak laki laki yang tak pernah berbicara dan menangis itu juga bahkan tak menunjukkan ekspresi apa apa di saat itu. Walau begitu, sang suami tetap menolongnya sebagaimana insting seorang ayah. Karena meskipun berbeda, meskipuntidak sempurna, anak laki laki ini tetap putranya.

Kebakaran itu akhirnya merenggut nyawa sang tuan rumah setelah berhasil menyelamatkan putra ketiganya. Sang istri pun menyusul tiada karena luka bakar yang parah. Meninggalkan kelima anak mereka sebatangkara, tanpa peninggalan apa apa. Lalu sampai kelimanya cukup umur, mereka akhirnya tinggal di sebuah pondok yang memang diperuntukkan bagi anak anak tanpa orang tua.

Seiring berjalannya waktu mereka tinggal disana, si sulung menyadari bahwa di tempat itu beberapa kali orang dewasa datang dan membawa serta seorang anak saat mereka pergi. Hal itu akhirnya juga menimpa mereka. Sepasang suami istri menaruh hati pada kembarannya, si nomor dua dari lima bersaudara itu. Seharusnya, mereka tak punya hak untuk menolak karena bisa dibilang ini adalah keberuntungan yang selalu didambakan anak anak yang tinggal di tempat itu. Namun karena mereka bersaudara, sang pengelola tempat tersebut memberi mereka hak untuk berdiskusi bersama.

Setelah mempertimbangkan berbagai hal, si sulung berkata, "Pergilah. Tapi minta mereka untuk membawa adik bungsu kita bersama. Dia masih sangat kecil, dia membutuhkan kasih sayang orang tua melebihi kita." Putusnya. Dan pergilah anak kedua dan terakhir dari lima bersaudara itu, bersama keluarga baru mereka. Tersisa si sulung, saudara ketiga yang tidak sempurna dan tak pernah bicara, juga saudara ke empat yang sedikit lebih riang dan ceria.

Si sulung berbahagia melihat kedua adiknya mendapat keluarga baru. Namun dalam hati, ia juga jadi menginginkannya. Ia ingin punya ayah lagi. Ia ingin punya ibu. Ia ingin berjalan jalan bersama mereka seperti anak anak lain. Ia ingin makan bersama di meja makan, menemani ibunya memasak, atau bermain bersama ayahnya. Ia ingin keluarga.

Kalau nanti datang seseorang yang menginginkan putra keempat dari keluarga mereka yang ceria, maka tinggal dirinya dan si putra ketiga saja disini. Tak mungkin ada yang mau mengadopsi si putra ketiga karena ia tak sempurna, bahkan kemungkinan ia juga bisu. Ia juga sedikit menyeramkan karena tak pernah tersenyum, tertawa, atau menangis sekalipun. Tenggelam dalam keresahannya sendiri, si sulung bertekad.

Aku ingin pergi dari sini. Aku tak ingin terjebak bersamanya selamanya.

Sejak saat itu, setiap ada sepasang suami istri atau orang dewasa yang berkunjung, si sulung selalu berusaha menarik perhatian mereka dengan kemampuannya. Sampai kemudian, sepasang suami istri benar benar menawarinya untuk ikut bersama mereka.

Antara saudaranya yang tersisa dan kehidupan lebih baik yang bisa dia dapatkan, tanpa ragu si sulung menerima tawaran itu. Tanpa ragu ia melangkah pergi dari tempat itu. Tempat dimana ia berjanji bahwa mereka lima bersaudara akan selalu bersama. Namun dengan keputusannya sendiri, ia mengingkari janji itu. Bersiap untuk memulai hidup tanpa beban tanggung jawab pada saudara saudaranya, hidup dengan bebas dan mengejar ambisi tanpa batas.

Karena pada saat itu, ia belum tahu seberat apa itu rasa penyesalan...

*****

"Aiden?" panggilan itu membuat kepala pemuda 19 tahun yang duduk di kursi sudut ruangan mendongak dari smartphone—nya.

"Oh, Kak Susan. Udah mulai shift, kak?" tanyanya. Kedengaran ramah, tapi ia mengucapkan itu tanpa ekspresi dan senyum hingga terkesan dingin dan biasa saja. Perempuan berambut pendek yang dipanggil Kak Susan itu mengangguk sambil melepas jaket dan melipatnya sebelum di letakkan di sofa panjang sisi lain ruangan. "Iya, kamu kok belum pulang?" tanyanya.

"Nungguin Al. Katanya ada urusan dikit setelah jam ngampus, jadi dia balik agak sore, terus sekalian ngajak cari makan di luar."

"Oh, di jemput kesini?"

"Iya."

"Yaudah kalo gitu, selamat nunggu ya. Aku mulai kerja dulu."

"Iya, selamat kerja, kak."

Ruangan itu kembali sunyi setelah Susan keluar. Aiden bekerja di sebuah rumah makan yang cukup terkenal. Karena buka dari jam 8 pagi hingga 10 malam, maka karyawan yang bekerja pun dibagi menjadi dua shift. Aiden sebagai staf dapur juga begitu, dan kebetulan kali ini dia dapat shift pagi. Yang berarti jam kerjanya sudah berakhir pukul 3. Namun karena kebosanan menunggu Al—adiknya yang sedang kuliah—dia akhirnya membaca komik online di ruang staf.

Komik yang barusan di bacanya adalah manhwa—istilah untuk komik dari Korea—yang diterjemahkan oleh situs baca komik daring langganannya. Karena tidak bergenre romance, jadi Aiden coba membacanya. Dan sejauh ini, kisahnya cukup relate dengan seleranya.

Atau malah, terlalu relate.

Getar ponsel saat ia hendak melanjutkan bacaannya membuat Aiden terhenti sejenak. Melihat nama yang tertera, ia langsung bangkit seraya mengecek apa dompetnya sudah aman di saku celana. "Ya?"

"Aku udah di depan ya, kak." Suara di seberang menyahut.

"Oke, tunggu bentar." Aiden menyanggupi sebelum memutus telepon. Bersiap untuk mencari makan malam mereka bersama adiknya, Algra.

THE FAMILY I (HATED) LOVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang