THE PERSON WHO NEVER BE "HERE"

57 11 1
                                    

SUASANA PAGI YANG  damai dan sangat di idam idamkan oleh Algra. Tidak ada kuliah, tidak ada jadwal COD, dan ia berencana untuk me time seharian di rumah.

Sampai kemudian ia menyadari persediaan bahan makanan di dapur mereka menipis.

“Kak! Pergi belanja yuk? Di dapur nggak ada apa apa.” Ajak Algra, sembari membuka pintu kamar Aiden setelah mengetuknya dua kali. Di lihatnya sang kakak sedang bersiap memasang kaki palsu. “Oh? Hm, oke.” Jawab Aiden, singkat, kemudian menurunkan celananya ya tadi di gulung hingga lutut. Tentu saja, ia selalu melepas kaki palsunya saat tidur sesuai anjuran Iffadh dan agar membuatnya lebih nyaman juga. “Mau sekalian brunch di luar? Udah jam segini, harusnya udah ada resto atau warteg yang buka sih.” Tawar Algra, memeriksa jam tangan yang menunjukkan pukul sembilan.

Tadi malam, mereka begadang bersama untuk tanding PS. Mengambil kesempatan karena hari ini Algra tak ada kesibukan dan Aiden shift sore untuk kerja hingga mereka tak perlu takut bangun kesiangan. Algra tak begitu ingat jam berapa mereka terhenti kemarin. Yang jelas ia sempat tertidur di sofa, begitu terbangun sejenak Aiden sudah tidak ada di ruang tengah dan tubuhnya sudah terbalut selimut, kemudian memutuskan pindah ke kamar untuk lanjut tidur.

Aiden mengiyakan lagi, dan Algra menegakkan badan, “Oke, aku siap siap dulu.”

“Astaga, beneran perlu ya belanja sembako aja satu keluarga begini?” Aaron mengeluh malas, sembari melirik kedua orang tuanya dan Aileen yang berjalan di depannya. Ia mendorong troli di paling belakang, beriringan dengan sang ayah. Sedangkan ibunya dan Aileen memimpin, bertugas mengambil dan memasukkan barang belanjaan ke troli. “Cih, sembako. Di kata ini warung.” Sahutan orang lain yang juga berjalan di sampingnya membuat Aaron menoleh, “Kamu juga ngapain ikut segala?”
Shareen nyengir lebar, “Nggak papa, kan? Mumpung libur ini.”

“Iya iya, jangan ngeluh mulu dong, kak. Mumpung sekolahku juga libur nih.” Sahut Aileen. “Lebih tepatnya mumpung kamu nggak di ajak jalan sama si kakak kelasmu itu, kan?” Aaron membalas telak, dan Aileen hanya terkekeh canggung.

“Udah, bener tuh kata Aileen. Mumpung semua orang libur, ngga ada salahnya kan keluar bareng bareng. Itung itung quality time, Ron. Bentar lagi mau makan dulu? Papa yang traktir, kamu ikut juga ya, Shareen.” Sang ayah menengahi, dan kalau sudah begitu tentu saja Aaron tak bisa membantah lagi.

Ceritanya pagi ini setelah sarapan, sebagai ibu rumah tangga yang sigap mama menyadari persediaan bahan makanan di dapurnya menipis. Juga bumbu bumbu pokok seperti gula, garam, merica, ketumbar, dan sebagainya. Biasanya dia bisa beli di warung dekat rumah atau tukang sayur keliling. Tapi karena kebetulan Aaron sedang libur dan cukup banyak juga bahan makanan yang habis, mama akhirnya minta antar sekalian ke supermarket. Di luar dugaan, Aileen ingin ikut dengan alasan ingin beli makanan ringan, dan papa juga ingin ikut dengan alasan enggan di rumah sendirian.

Saat ingin berangkat dengan mobil papa, Shareen malah datang bertamu. Katanya mampir saja karena kebetulan sedang lewat di sekitar sini. Alhasil, mereka ramai ramai pergi ke supermarket.

“Oke, kayaknya udah semua. Jajan kamu ada yang kurang, Leen?” tanya mama, memindai belanjaan mereka yang kini sudah memenuhi troli. Aaron menghela nafas, untung saja semua belanjaan ini tidak di bayar pakai uangnya. Bukannya pelit, hanya saja pertengahan bulan begini dia memang belum gajian.

“Udah deh, ma. Itu aja.”

“Kasirnya panjang banget.” Celetukan papa membuat semua keluarganya menoleh. Mengherankan, padahal bukan awal/akhir bulan, tapi dari 5 kasir yang ada, semuanya di penuhi antrian orang. “Biar aku aja yang ngantriin, semuanya tunggu di luar aja biar nggak nyempit nyempitin jalan.” Ujar Aaron, menawarkan diri.

THE FAMILY I (HATED) LOVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang