THE GUY WHO WANT A FAMILY

66 10 0
                                    

SUASANA MAKAN PAGI  hari ini canggung, namun sepertinya Adly tidak menyadari itu.

Biasanya, Adly tinggal di apartemen tak jauh dari kantor kalau sedang hari hari sibuk. Namun belakangan ini pekerjaannya tak terlalu menumpuk hingga Adly bisa selalu pulang ke rumah. Orang tua angkatnya, keduanya pengusaha. Ibunya memiliki butik - yang sebenarnya juga anak perusahaan atau masih di bawah naungan perusahaan ayahnya - dengan banyak cabang, sedangkan ayahnya jelas tak perlu di ragukan. Umumnya mereka akan sarapan sambil membicarakan beberapa hal, namun kali ini meja itu hening.

“Adly.” Ketika ayahnya memanggil, Adly bahkan tak menyadari. Sampai sang ibu harus mengetuk meja di dekatnya untuk mendapat atensi pemuda itu. “Ah, iya? Kenapa ma?” tanyanya.

“Papa yang manggil. Kamu mikirin apa? Ada masalah di perusahaan?” Tanya ayahnya, sambil tetap melanjutkan makan. Adly berusaha tersenyum dan menggeleng pelan, “Nggak ada kok. Perusahaan baik baik aja.”

“Hubungan kamu dengan Irina? Kami nggak berniat menjodohkan, tapi kalau kalian memang cocok bukannya lebih baik segera diresmikan?”

Adly bergerak tak nyaman. Memang benar ia merasa cocok, namun ia masih belum terpikir untuk menuju hubungan yang lebih serius. Mendapati keterdiaman Adly, ayahnya berdehem pelan, “Papa denger belakangan ini kamu nyari info soal panti asuhan kamu dulu. Bener?”

Gerakan tangan Adly yang sedang makan seketika terhenti. Dalam situasi seperti ini, ibunya hanya mengamati dan tak menyela ayahnya atau ikut dalam pembicaraan. Itu adalah hal pertama yang mereka katakan pada Adly dulu, ketika mengajaknya ikut bersama mereka, bahwa mereka ingin mengadopsi anak yang bisa menjadi penerus bisnis mereka kelak dan menjaga nama baik keluarga. Dengan kata lain, anak yang hanya menurut pada mereka.

Dan pada saat itu, Adly bersedia. Jadi ia harus konsekuen dengan pilihannya.

“Iya.” Jawab Adly, membenarkan.

“Buat apa?” ayahnya bertanya lagi.

“Tempo hari, saya nggak sengaja ketemu pemuda yang mirip sama adik saya. Saya pikir itu dia, tapi saya ragu. Jadi… saya sekedar pengen tahu kabar mereka aja.”

Ayahnya mengangguk angguk, lalu menarik nafas panjang. “Papa nggak akan melarang kamu untuk mencari tahu soal mereka. Kalaupun kamu mau menemui atau mengajak mereka tinggal di dekat kamu, papa juga nggak akan melarang. Tapi kalau kamu yang mau pergi ke mereka atau meninggalkan semua ini demi mereka, papa dengan tegas akan bertindak.”

Itu terdengar seperti ancaman. Namun Adly tak bisa merasa marah karenanya, karena ini adalah hasil dari keputusannya sendiri. Toh, ia yang memilih membuang segalanya demi keluarga baru, kehidupan baru, dan masa depan yang cerah. Kini, ia sudah memiliki semua itu. Jadi mana mungkin pula Adly akan membuangnya?

“Papa tenang aja. Saya tahu itu, dan saya nggak akan memprioritaskan mereka di atas perusahaan dan keluarga ini.” Lugas Adly. Ayahnya mengangguk puas, kemudian melanjutkan sarapan. Dan meskipun tak bernafsu, Adly juga melakukannya.

Mungkin memang lebih baik ia tetap fokus pada kehidupannya sendiri.

*****

Menjadi mahasiswa rupanya tak terlalu buruk. Oke, lebih tepatnya lumayan menyenangkan.

Algra beradaptasi dengan cepat dengan lingkungan kampus. Dalam sehari, ia sudah dapat banyak teman. Di tambah lagi, beberapa dari mereka rupanya pernah menjadi konsumen dari olshopnya, alhasil Algra sekalian menjadikan ajang perkenalan sebagai promosi. Sebagai pebisnis, mana mungkin ia melewatkan kesempatan emas ini.

Dan tahu tahu saja, sudah jalan dua bulan sejak hari pertama ia menjadi mahasiswa.
Tak seperti sekolah dulu, waktu kuliahnya sedikit lebih fleksibel. Dalam sehari bisa saja ia disibukkan oleh banyak mata kuliah, namun dia hari berikutnya ia bisa datang pagi dan pulang siang karena hanya ada satu mata kuliah. Hari ini, Algra meninggalkan kampus sore hari, setelah berkumpul sejenak dengan teman temannya untuk menghabiskan waktu. Sekali lihat, mungkin Algra tampak seperti mahasiswa yang ceria, santai, dan tak punya beban hidup. Orang orang yang baru mengenalnya akan menilai Algra bukan tipe orang yang suka bekerja keras dan mengejar uang.

THE FAMILY I (HATED) LOVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang