Chapter 5

1.3K 196 7
                                    

"Bang, main yuk!" Kala sore itu Alsa kembali menyambangi rumah Akhdan. Kebetulan Akhdan nggak ada kelas mengajar sore hari, nggak sama seperti kakaknya tiap saat ada kelas.

Dengan kaos oblong putih dan celana jeans setengah lutut, Alsa masuk ke dalam rumah Akhdan yang nggak dikunci. Ia menghampiri Akhdan yang tengah bersantai di depan televisi sambil rebahan di karpet bulu. Dengan nggak tahu malu, Alsa langsung duduk di dekat Akhdan membuat Akhdan yang sedari tadi fokus menonton sebuah film terkejut.

"Sa, kok bisa masuk?" Akhdan beranjak duduk dan melihat Alsa hanya memberi cengiran ke arahnya.

"Pintunya nggak dikunci. Waspada bang, untung cuma Alsa yang masuk, gimana coba kalau maling?"

"Tiduran aja lagi bang, Alsa nggak bakal ganggu kok."

"Udah makan Sa?"

"Udah tadi. Abang udah makan juga?"

"Nanti, masih malas soalnya," jawab Akhdan kembali mengambil tempat untuk berbaring.

"Mau Alsa masakin?" Tanya Alsa penuh  harap. 

"Boleh, kalau kamu nggak repot," ucap Akhdan sambil tersenyum. Matanya kembali fokus ke layar televisi yang tengah menampilkan adegan action.

Dengan senang hati Alsa berjalan ke dapur, melihat mesin penanak nasi yang berisi masih banyak nasi. Sepertinya nasinya baru selesai dimasak. Alsa lalu membuka kulkas sekaligus memikirkan menu apa yang akan ia buat. Kulkas Akhdan lumayan lengkap untuk ukuran bujangan yang tinggal sendiri.

Alsa menggulung rambutnya ke atas, bersiap dengan alat perang yang ada di dapur. Wajan sudah diatas kompor dan sudah berisi sedikit minyak. Dengan pelan ia mulai memotong bumbu dan mengocok telur lalu mencampurkannya. Setelah minyak sedikit panas, ia memasukkan kocokan telur dan juga bumbu tadi dan menggorengnya sampai matang. Nggal membutuhkan waktu lama dan Tara~ telur dadar ala Alsa siap dihidangkan ke calon suami alias Akhdan.

Akhdan yang mencium aroma wangi dari dapurnya, lantas berdiri dan berjalan ke dapur.

"Wah, kayanya enak nih. Abang makan ya?" Akhdan mengambil duduk di seberang meja, tepat di depan Alsa. Alsa mengangguk dengan semangat lalu melihat Akhdan mulai makan dengan lahap.

"Enak nggak bang?" Tanya Alsa dengan senyum dikulum.

"Enak banget Sa. Abang jadi pengen nambah."

"Mau tiap hari dimasakin kaya gini bang?"

"Boleh aja sih."

"Ya udah kalau gitu nikahin Alsa ya biar Alsa bisa masakin untuk abang tiap hari," ucap Alsa dengan lugu. Alsa nggak tahu saja kalau ucapannya nyaris membuat Akhdan tersedak nasi.

Akhdan menatap Alsa yang tersenyum polos ke arahnya.

"Kamu kan masih sekolah, mana bisa nikah?" Akhdan berdehem lalu kembali melanjutkan makan.

"Ya nanti kalau Alsa udah lulus lah bang. Abang mau kan nungguin Alsa?"

Akhdan meletakkan sendoknya lalu menatap lurus  Alsa.

"Sa, boleh abang cerita sedikit?"

"Banyak juga nggak apa kok bang," Alsa tersenyum lebar memandangi wajah ganteng Akhdan.

"Sebenarnya tahun ini abang udah disuruh nikah sama orang tua abang. Terus kamu kan lulusnya masih tahun depan. Jadi, maaf bukan abang mau nolak kamu, tapi sepertinya abang nggak bisa nikah sama kamu."
Akhdan nggak tahu kenapa ia menanggapi Alsa seserius ini dan harus berbohong. Yang jelas meski ia tahu Alsa mungkin hanya merasakan cinta monyet padanya, tapi ia tetap mengambil antisipasi untuk nggak memberi harapan lebih kepadanya.

Senyuman lebar Alsa langsung surut ketika mendengar penjelasan Akhdan. Wajahnya tertekuk lesu.

"Nggak mau tahu, pokoknya Alsa harus nikah sama abang Dan, titik."

Akhdan menghela nafas," gini Sa..."

"Nggak mau denger, pokoknya abang nikahnya harus sama Alsa. Kalau sampai abang nggak mau nikah sama Alsa, nanti Alsa bakalan kirim pelet online ke  abang."

Akhdan mengernyit bingung, memangnya sekarang pelet bisa online ya? Ia baru mendengarnya sih.

"Memangnya apa sih yang bikin Alsa suka sama abang?"

Dengan cepat raut wajah Alsa berubah yang tadinya cemberut sekarang tersenyum lebar.

"Karena abang ganteng," jawab Alsa dengan semangat.

"Rayyan juga ganteng."

"Nggak, dia mah jelek. Masih gantengan abang."

Akhdan semakin yakin kalau Alsa nggak sungguh-sungguh menyukainya. Mana bisa ganteng menjadi alasan suka? Yang ada kalau ia menua, Alsa bakalan pindah ke lain hati, mencari yang lebih ganteng lagi.

"Abang juga baik banget orangnya," imbuh Alsa.

"Itu abang tukang bakso sama tukang cilok juga baik banget, tiap hari buka lapak di depan biar Alsa yang suka ngemil ini nggak pernah kelaparan," jawabku asal.

"Beda kali bang. Yang jelas abang Akhdan itu suamiable banget dan calon imam sempurna buat Alsa."

"Nggak boleh gitu Sa, manusia nggak ada yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Allah Sa."

"Ih abang nih."

"Ya udah jangan ngambek. Nanti imutnya Alsa hilang loh."

Akhdan tersenyum melihat Alsa yang kini tengah mengigiti apel. Biarpun tubuh Alsa gemuk tapi sebenarnya orangnya cantik, imut dan asik sih. Kalau saja Alsa bukan dibawah umur dan bukan pula adik sahabatnya bisa saja ia tergoda.

Pipi Alsa memanas kala ia merasa diamati oleh Akhdan . Ia tersipu malu ditatap dengan tatapan mata jernih milik Akhdan. Rasanya Alsa ingin mengambil  karung dan membawa Akhdan ke KUA saat ini juga.

"Bang, jangan lihatin Alsa kaya gitu." Akhdan mengerjap dan bisa melihat rona merah di kedua pipi Alsa. Tanpa sadar ia mengulurkan tangan dan mencubit dengan gemas pipi gembil Alsa.

"Kamu kok gemesin banget sih."

"Makanya nikahin bang. Emangnya abang rela Alsa yang gemesin ini nikah sama orang lain?"

"Rela aja sih, asal Alsa bahagia."

"Jahat ih jawabnya."

"Jahat gimananya Sa. Abang jujur kok."

Alsa berdiri dari duduknya dan berjalan mengitari meja makan untuk sampai ke tempat Akhdan yang berada di seberang meja.

"Aku tahu caranya biar abang mau nikahin Alsa." Alsa tersenyum licik bak ibu tiri jahat.

Akhdan menaikkan sebelah alisnya, tidak mengerti dengan maksud kalimat Alsa dan senyum liciknya.

Cup

Akhdan tertegun kala benda kenyal dan lembut mendarat di pipinya. Tolong katakan kalau ini mimpi. Apa benar saat ini dirinya tengah dicium oleh gadis bau kencur?

"Nah, sekarang abang harus tanggung jawab nikahin Alsa. Takutnya Alsa hamil sebelum kita sah jadi suami istri."  Alsa berkata dengan senyum puas. Sedangkan Akhdan masih melongo seperti orang linglung. Hamil? Gimana bisa hamil woy? Sedangkan dirinya nggak melakukan apa-apa ke bocah ini.
Siapa sih yang mengajarkan Alsa kalau cium pipi bisa bikin hamil? Kalau Akhdan ketemu orangnya, ia akan memberi tambahan pelajaran soal reproduksi manusia.

"Sa?" Panggil Akhdan dengan wajah kaku.

"Iya? Kenapa? Abang mau tanggung jawab kan?"

"Siapa yang bilang kalau cium pipi bisa bikin seseorang hamil?"

"Oh itu, katanya kak Indra bang."

Akhdan menggeram dengan kesal. Bagaimana bisa sahabatnya itu  menjadi dosen kalau ajarannya sesat begini?

***
Tbc

CINTA OVER SIZE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang