Bagian Ke-18

244 36 0
                                    

Claire dan Hazel tiba di pintu gudang belakang sekolah. Letaknya emang sengaja dipisah gitu dari bangunan sekolah. Konon katanya, tadinya itu mushola sekolah. Cuma karena letaknya yang kurang strategis jadinya diubah jadi gudang.

Tiba-tiba Hazel udah punya kuncinya aja yang siap ia gunakan buat buka gemboknya.

"Kamu kok bisa punya kuncinya?" tanya Claire yang bingung.

"Kenapa harus nggak bisa? Ayo." sahut Hazel dengan masuk lebih dulu.

Claire mengikutinya dan ia tidak perlu mengibaskan tangan ke udara karena sama sekali tidak ada debu di situ.

"Gudangnya biasa gue bersihin kalau habis main disini." kata Hazel.

Claire mau ngomong lagi tapi nggak jadi begitu Hazel buka sebuah pintu terus nyalain lampunya yang banyak lampu tumblr dan neonnya.

"Tada! Selamat datang di tempat persembunyian gue yang terakhir!" kata Hazel sambil memberikan sekaleng milo yang diambil dari kulkas kecil di pojok ruangan. Luas ruangan itu tidak begitu besar namun cukup untuk menampung; sebuah sofa yang sekaligus bisa dijadikan kasur, dua komputer dengan alat-alat lainnya, sound speaker, dan terakhir rak buku yang isinya komik sama novel.

"Ini milik kamu semua?" tanya Claire dengan menatap ke sekitar satu persatu. Ia juga mengampiri ke salah satu kharakter komik yang dibuat jadi stiker di dinding dekat rak buku.

"Ini... kamu suka baca cerita ini juga?" tanyanya antusias.

"Eng... Ya. Kenapa?" Hazel urung mengatakan bahwa komik itu dia yang buat. Bukan mau bohong, cuma pengen tahu aja gimana pendapat Claire sama komik itu selagi dia nggak tahu kalau penulisnya adalah orang yang lagi sama dia sekarang.

"Saya suka kisahnya. Gambar dia juga bagus. Meski alur yang dia buat agak sedikit abstrak tapi saya suka saja sama ide ceritanya yang berani beda dari yang lain." katanya yang membuat rona di wajah Hazel memerah. Untungnya penerangan di ruangan itu agak lemah, sehingga wajah Hazel bisa disamarkan.

"Iya, gue setuju sama pendapat lo." sahut Hazel merasa geli sendiri menilai dirinya.

"Tapi, Zel. Ngomong-ngomong----"

"Apa? Lo mau tanya kenapa gue tiba-tiba ajakin lo ke tempat yang harusnya adalah wilayah pribadi buat gue gitu? Terutama lo sama gue adalah dua orang yang baru saja saling kenal." Hazel menebak tepat sasaran.

"Uh, kamu terdengar seperti dapat menebak pikiran orang saja."

"Jadi, benar lo mau tanya gitu sama gue?"

"Iya." Claire mengangguk.

"Nggak ada alasan khusus sih sebenarnya." kata Hazel enteng.

"Ha?"

"Iya. Nggak ada alasan apa-apa buat gue ajakin lo ke tempat-tempat yang gue suka ini."

"Kenapa? Kok bisa?"

"Nggak tahu. Gue sendiri juga bingung. Rasanya tuh kayak gue sama lo tuh udah klik aja gitu. Duh, gue jadi bingung harus jelasinnya gimana." Hazel menggaruk belakang lehernya yang nggak gatal.

Sementara Claire menatapnya tidak percaya akan adanya orang seaneh Hazel. Ternyata benar apa kata kakaknya. Hazel itu anaknya unik. Susah ditebak. Tapi dia anaknya jujur.

"A-ada apa sama muka gue? Bedak gue luntur ya?"

"Cheh!" Claire terkekeh kemudian berdiri mengampiri ke peralatan komputer.

"Ini, untuk apa?" tanyanya dan duduk di kursinya sambil meneguk milo.

"Gue buat komik Nearly."

Detik itu juga Claire tersedak dengan minumannya dan Hazel membantunya untuk mengusap pelan punggung Claire. Ia tidak bermaksud buat ngejutin Claire sebenarnya.

"Sori sori sori. Gue nggak maksud bikin lo kaget." kata Hazel.

"Jadi, kamu!? Penulis absurd itu?"

Mau kesal tapi gemes sama mukanya.

SUNKIST || [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang