Bagian Ke-43

188 27 0
                                    

Hazel nggak jawab apa-apa. Dia juga bingung mesti jawab gimana.

"Tinggal bilang yes or no doang apa susahnya sih lo." Ara mendumel karena geregetan Hazel tidak mau jawab.

"Gue masih sadar kodrat, Ra. Gue juga masih sayang sama ibu gue. Meski beliau sakit dan sering lupain gue. Gue tetap nggak mau bikin dia kecewa. Gue bisa bayangin gimana hal itu sampai terjadi ke diri gue, terus ibu tahu. Sakit ibu pasti makin parah. Gue nggak mau kehilangan ibu Ra. Cuma dia yang gue punya satu-satunya." sahut Hazel akhirnya.

"Jadi, lo nolak perasaan lo sendiri gitu? Padahal, sebenarnya lo suka kan sama Claire?"

"Gue nggak tahu. Tolong jangan paksa gue buat jawab hal itu. Gue pergi dulu, thanks udah peduli sama gue." ujar Hazel meninggalkan Ara begitu saja.

Ara cuma diam sambil lihat Hazel menjauh dan menghilang.

________

Hazel berjalan sambil melamun dan tanpa menyalakan penerangan dengan sentar ponselnya. Ia seperti sudah menghapal rute jalannya dalam kegelapan itu. Akhirnya, ia tiba di muara goa tanpa terantuk stalakmit sama sekali.

"Claire?" Hazel baru saja keluar dan mendapati Claire yang sedang memandang pada lukisan yang dibuat Hazel beberapa hari yang lalu.

"Lukisan kamu bagus." komentar Claire dengan tersenyum.

"Lo sudah berapa lama di sini?" tanya Hazel.

"Sepuluh menit yang lalu kalau nggak salah itung."

"Lo udah lihat yang lainnya juga?"

"Nggak. Cuma ini saja. Soalnya letaknya terbuka begini. Yasudah saya lihat saja."

Dari peletakannya sepertinya Hazel tahu bahwa yang melihat gambar itu sebelumnya adalah Ara. Hazel jadi ingat sama omongan Ara beberapa saat yang lalu. Pantas saja Ara tahu dan mendesak pertanyaan mengenai Claire padanya.

"Jangan salah paham. Gue---"

"Kita cuma teman, kan?" potong Claire.

"Iya. Kita teman. Sahabat lebih tepatnya karena lo sudah tahu tempat rahasia gue."

Claire menyodorkan tangannya seperti mengajak Hazel bersalaman.

"Apa ini?"

"Jabat tangan untuk tidak salah paham dengan rasa yang kita miliki." ujar Claire dengan tersenyum membuat dada Hazel jadi berdesir. Ia suka lihat senyum itu.

"Zel? Kok, diam?" tegur Claire pada Hazel yang hanya diam sambil lihatin Claire.

"Senyum lo bagus banget, Cla." katanya jujur.

"Sama. Senyum kamu juga bagus. Saya suka lihatnya."

Hazel tersenyum mendengarnya seraya menyambut jabatan tangan Claire.

______________

Hazel pergi ke rumah sakit jiwa sesaat mendapatkan kabar dari suster Jihan yang mengatakan ibunya mencarinya. Hazel hampir saja bolos pada jam pelajaran terakhir kalau saja tidak mendapatkan kabar bahwa ibunya baik-baik saja dan hanya ingin segera bertemu dengannya. Itu saja.

Dengan tak sabarnya, begitu bel pulang berbunyi, Hazel berlari begitu saja tanpa memberikan kesempatan pada Claire yang sebenarnya mau ngomong sama dia. Tapi nggak jadi.

"Ibunya nyariin." kata Ara menjawab kebingungan Claire.

Ara dan Claire tidak merasakan canggung sama sekali setelah mengetahui perasaan satu pihak di antara mereka. Mereka justru terlihat seperti biasanya. Tak ada yang berubah.

"Mau kesana bareng?" tawar Ara.

"Boleh. Ayok."

Mereka pun berangkat bersama dengan menaiki mobilnya Ara.

"Lo udah tahu tentang perasaan Hazel?" tanya Ara saat mereka sudah ada di jalan menuju rumah sakit.

"Iya. Kami sudah meluruskan kesalah pahaman kami." sahut Claire dengan tenang.

Ceh, kalian kompak banget ya nutupin perasaan kalian masing-masing.

"Syukurdeh. Lo kecewa nggak?" tanya Ara.

"Hm?"

"Kecewa karena tahu Hazel nggak punya rasa lebih dari teman sama lo gitu?" pancing Ara.

"Nggak. Biasa aja tuh."

Bilangnya doang nggak. Tapi sorot matanya nggak bisa boong gitu. Ck.

SUNKIST || [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang