"MENGHANCURKAN MATA ... membunuh semua Ejen MATA, dan masih banyak lagi yang orang itu bilang ... intinya dia mau memusnahkan MATA, ampe Iman Bosen dengernya ..."
Nizam mengangguk paham sambil mengusap tangan Iman yang terbebas infus. "Gitu ... berarti dia pernah nunjukin mukanya depan mata Iman?"
"Iya, cuma Iman nggak kenal dia siapa. Kayaknya bukan orang MATA, jadi beruntungnya kita tahu kalau nggak ada pengkhianat," jawab Iman lagi. "Hurrrmm ... memori Iman cuma segitu aja, sih. Nggak inget apa-apa lagi selain itu."
"Setidaknya, kita tahu kalau ambisi Griselda untuk menghancurkan MATA sudah sangat besar," jelas Ejen Gheeta. "Dia bisa menyerang tempat ini kapan saja tanpa mengenal waktu. Setelah ini aku akan laporkan kepada ketua teras."
Iman dan Nizam mengangguk. Sementara itu, Ali yang mendengarnya langsung termenung. Begitu juga dengan teman-temannya yang lain yang berada di ruangan itu. Oke, ini agak menyeramkan. Griselda mungkin bisa jadi lebih menyeramkan daripada Pasukan Numeros yang dipimpin oleh Uno saat itu.
"Kalau begini ... apa sebentar lagi akan ada pertarungan? Yang bisa jadi lebih dahsyat?"
Setidaknya, itulah yang dipikirkan Ali sekarang.
"Sshh ..."
Pelan dan nyaris tak terdengar, tapi Ali yakin ia tak salah menduga jika suara meringis itu berasal dari sosok yang berada tidak jauh darinya. Ali menatap Alicia sambil mengerutkan kening.
Alicia hanya diam, tak sadar jika Ali memperhatikan. Tangannya sedari tadi mengusap bahunya dan berseru tertahan. Ada yang aneh. Bahunya merasa sakit lagi untuk yang kesekian kalinya, ia tak tahu kenapa. Jika dibilang karena bertarung, tidak mungkin sampai sesakit ini? Seperti ada sesuatu yang tajam yang menusuk kedalam bahunya.
"Dia kesakitan?"
Ali rasanya ingin saja bertanya kepada Alicia, tapi mengingat sikap Alicia yang menyebalkan beberapa hari lalu, membuatnya mengurungkan niatnya. Ia gengsi. Untuk apa bertanya atau khawatir kepada orang yang membuatnya sebal?
Di sisi lain, seseorang mengamati mereka dari luar, menatap mereka satu-persatu sambil menghela napas. Seketika, perasaan bersalah menyusup ke dalam hatinya.
"Maaf."
***
Hari mulai berganti, Ali dan teman-temannya pergi ke sekolah seperti biasanya. Dari pagi hari, semuanya berjalan dengan baik tanpa ada halangan. Hingga ketika waktu istirahat dimulai, rombongan murid keluar dari kelas. Baik kelas 7, kelas 8, kelas 9, sampai kelas 11, Sangat ramai.
Apakah mereka ingin tawuran? Tentu saja tidak. Tapi, mereka akan melakukan hal yang lebih parah dibandingkan tawuran.
"Ready?" salah seorang murid kelas 8 menatap teman-temannya serta kakak dan adik kelasnya bergantian. Semuanya mengangguk mantap, pertanda mereka siap melakukan meski harus menerima konsekuensinya. Anak kelas 12 hanya bisa memandang bingung dengan gelagat adik-adik kelas mereka.
Bagaimana tidak? Mereka semua berada tepat di depan ruangan kepala sekolah. Mereka tahu, jika sekarang para guru sedang melakukan rapat di ruangan itu. Tentu saja, didalamnya juga ada seseorang yang merasa jika dirinya bebas melakukan apa saja, hingga kesalahan sekalipun.
Sebagian murid mengeluarkan spanduk dan kertas karton yang sudah berisi dengan tulisan-tulisan yang meminta agar pelaku segera ditindak lanjuti. Ali berada paling depan bersama Khai, Annisya, Sayyid, Moon, Jet, Bulat, Yahya, dan Ahmad untuk memimpin barisan kelas 7.
"BUKA PINTUNYA!"
Suara teriakan memenuhi kawasan sekolah. Masing-masing wajah mereka memerah karena emosi yang mulai meledak. "CEPAT KELUARKAN ANAK ITU! KAMI CUMA MAU ANAK BRENGSEK ITU!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey Young Agents (Ejen Ali FF) AOF #1✔️
Fanfic[REVISI] Ini adalah seri pertama dari Adventure Of Fanfiction (AOF). Mimpi apa semalam ketika Jenderal Rama memberitahu jika mereka akan pindah ke Indonesia? Dimana mereka akan bertemu Ejen muda MATA dari Indonesia untuk menjalankan misi bersama? B...