"Aku bingung."
Ucapan Tomura membuatmu yang tengah membaca buku seketika menoleh ke arahnya.
"Kenapa?"
"Dadaku.. terasa sesak. Ia selalu bergemuruh jika aku berada di dekatmu. Seperti sebuah dentuman, ia berdentum dengan keras dan cepat, sampai-sampai dadaku sakit dibuatnya." Wajah linglung Tomura sontak membuatmu tertawa.
"Kenapa kau tertawa?" Tanyanya heran.
Kau menutup bukumu sebelum mengalihkan eksistensimu dengan penuh hanya untuk Tomura. Menempatkan kedua tanganmu yang di bahu milik Tomura kendati menyuruh pria itu untuk menatapmu.
"Apa yang kau rasakan sekarang?" Kau menatap lurus manik mata Tomura yang merah. Dia mengerjap-erjap, peluh meluncur dengan lincahnya pada kedua pelipis pria itu.
"Seperti yang kukatakan, ada sebuah dentuman."
"Coba tatap aku dalam-dalam."
Tomura segera menuruti perintahmu.
"Apa yang kau rasakan?" Tanyamu lagi.
"Dentuman itu semakin menjadi-jadi." Tomura memegang dadanya, membuat tawamu nyaris mencuat akibat kepolosan pria itu.
"Tomura, dengarkan aku baik-baik." Kau melepas kedua tanganmu dari bahu Tomura. "Dentuman itu hanya bisa kau rasakan saat kau bersama orang yang kau cintai."
Tomura kembali mengerjapkan matanya, "Jadi, aku tidak menderita sakit jantung?"
Kau menyemburkan tawa mendengar kalimat Tomura, "Tentu saja tidak, bodoh."
Tomura menatapmu kesal ketika kau mengatainya bodoh. Hey, dia tidak bodoh! Dia hanya tidak mengerti dengan sensasi aneh yang dia rasakan setiap kali berada di dekatmu.
"Berhenti tertawa, [Name]." Desisnya padamu.
Namun bukannya berhenti, tawamu malah semakin menjadi-jadi. Hal itu jelas membuat Tomura semakin kesal, alhasil pria berhelai biru muda itu pun segera mengambil tindakan untuk membungkam tawamu dengan cara menciummu tepat di bibir.
Seringai timbul di wajah Tomura saat kau hanya bisa diam terpaku saat bibirnya menempel di bibirmu.