Kau mendecak sebal. Lagi-lagi hujan. Kau dan Tomura terpaksa bertahan lebih lama di Bistro karena tak satupun dari kalian yang membawa payung.
Nenek pemilik kedai tempat makan langganan kalian pun menghampiri dengan langkahnya yang terpogoh-pogoh, "Sumimasen..."
Kau dan Tomura segera menoleh ke asal suara.
"Aku tidak tahu hujan ini akan bertahan sampai kapan, tapi sepertinya akan lama. Kalau kalian ingin pulang, aku ada payung. Tapi maaf. Hanya ada satu." Ucapnya ramah dan meletakan sebuah payung di atas meja.
"Ah... Terimakasih, Obaa-san." Kau mengangguk sopan. Matamu lalu melirik pada Tomura. Mengerti maksudmu, pria itu menggeleng seketika.
"Payungnya terlalu kecil." ucap Tomura saat Nenek pemilik kedai sudah pergi.
Kau menandang luar kedai sambil berfikir. Tapi benar apa kata sang Nenek. Sepertinya hujan akan berlangsung cukup lama dan sekarang sudah terlalu malam. Kau sudah terlalu lelah dan ingin segera beristirahat.
Tanpa pikir panjang, kau menarik Tomura bersamamu.
"Hey! kubilang kan payungnya terlalu kecil! Tidak akan cukup untuk kita berdua!"
"Aku bisa menggendongmu, Tomura."
Pria berhelai biru muda itu segera menatapmu dengan ekspresi paling horror yang pernah dia punya.
"Kau gila 'ya?!"
"Yasudah, kalau begitu kau saja yang menggendongku."
"Kau mau kuubah jadi debu?!"
"Tentu saja tidak. Kau hanya harus berhati-hati 'kan? Lagi pula, kau kan memakai sarung tangan sekarang. Jadi tidak masalah."
Kau tersenyum manis, sedangkan Tomura menatapmu dengan skeptis.
Setelah melalui berbagai macam pertimbangan, Tomura akhirnya menghela napas sebelum berjongkok di depanmu.
"Naik."
Ah, dan kau tentu saja langsung menuruti kata-katanya.