Lingga jaya cuma bisa melihat dari luar pendopo, dia tidak mendapatkan izin dari ayahnya untuk berada di tempat tersebut.Ada rasa penasaran terhadap tamu yang kini duduk dihadapan ayahnya, karena ini tidak seperti biasanya, karena pada umumnya setiap tamu yang datang menemui ayahnya biasanya duduk dibawah, kecuali pejabat penting kerajaan Jenggala.
Yang membuat Lingga jaya kian penasaran pada sosok tamu tersebut, dia berani menunjuk nunjuk ayahnya, tentu ini sudah kurang ajar dalam pikirannya.
Tak lama kemudian tamu itu berdiri dari kursinya, terlihat raut wajah penuh kekesalan yang dia perlihatkan.
Tanpa pamit layaknya seorang tamu, dia berlalu begitu saja dihadapan ayah Lingga jaya.
Sejenak pendopo langsung hening, semua mata cuma tertuju kepada orang tersebut.
Lingga jaya yang sejak semula sudah sangat penasaran dengan asal usul tamu tersebut, langsung bertanya pada ayahnya.
" mohon ampun ayahanda, siapakah yang baru saja pergi itu ? "
Ternyata ayahnya tidak langsung menjawab, justru dia langsung berdiri dari tempat duduknya.
" ambilkan aku daun lontar "
Walau kecewa tidak mendapatkan jawaban, Lingga jaya tidak berani untuk mengajukan pertanyaan kembali.
Lalu ayahnya menuliskan sesuatu pada daun lontar tersebut, terlihat ada kecemasan pada wajahnya.
" Arka seta "
" sendiko akuwu "
Lingga jaya sangat yakin,jika ayahnya akan mengatakan sesuatu kepada Arka seta, tapi ternyata keliru, karena tidak ada lagi suara yang terdengar dari ayahnya, selain hembusan napas yang berat.
Tidak ada yang meragukan kesaktian Arka seta, karena pemilik tombak sambar petir ini belum ada tandingannya di Madaraka hingga saat ini.
" Lingga jaya "
" sendiko ayahanda "
Kembali ayah Lingga jaya terdiam, namun pandangannya menatap satu persatu pria yang duduk di depannya.
Seisi pendopo tidak ada yang bersuara, mereka menunggu apalagi yang akan diucapkan oleh sang akuwu.
" Rastaji "
" sendiko gusti "
" Marujaya "
" sendiko gusti "
Setelah menyebut dua nama itu, kembali sang akuwu terdiam, ada sesuatu yang kembali dia pikirkan.
" Narajaya "
Untuk nama terakhir ini ternyata tidak hadir di pendopo.
Bukan lantaran dia tidak diundang, tapi karena Narajaya memang tidak memiliki kedudukan apapun di Madaraka.
" Lingga jaya, panggil Narajaya kesini "
" sendiko ayahanda "
Lingga jaya merasa heran dengan di panggilnya Narajaya, karena yang tertanam dalam benaknya adalah, dia tak ubahnya pemuda culun nan pendiam, serta tidak memiliki ilmu kanuragan yang mumpuni.
Walau merasa heran dengan keputusan ayahnya yang memanggil Narajaya, tapi Lingga jaya tidak berani untuk protes.
Tak lama kemudian, muncul Lingga jaya bersama Narajaya ke pendopo.
Kehadiran Narajaya tentu menimbulkan sejumlah pertanyaan yang hadir di pendopo saat itu.
" Narajaya "
" sendiko gusti "
" tahu kenapa, kau aku panggil kesini ? "
" mohon ampun gusti, hamba tidak tahu "
" kalian berlima, pergilah ke Pajaten, temui akuwu Dharma winongan dan serahkan surat ini "
" sendiko gusti "
" Arka seta, aku serahkan surat ini kepadamu, dan juga sampaikan tentang kedatangan akuwu Kambang putih kesini "
" sendiko gusti "
" berangkatlah kalian ke Pajaten sekarang juga, restuku menyertai kalian "
" sendiko gusti "
Lingga jaya merasa kehadiran Narajaya bisa menjadi beban bagi mereka, karena secara ilmu Kanuragan dia yang terlemah.
" ini misi penting, tapi kenapa ayahanda menyertakan anak ingusan yang tidak memiliki kemampuan apa apa ? "
Gerutu Lingga jaya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pukulan Naga Api
Historical FictionBerlatar belakang pada masa akan terjadinya peperangan antara kerajaan Kediri dan kerajaan Jenggala. Masing masing kerajaan tersebut mencari dukungan kepada para akuwu dan Adipati di sekitaran wilayah mereka