Mahapralaya 4

103 5 0
                                    


" tidak......."

Tangis Ayu kinanti langsung pecah, kala cadar orang tersebut dibuka.

" Surya bertahanlah...bertahanlah Surya....."

Ucap kinanti saat melihat masih ada hembusan nafas dari Surya khara, meskipun itu sangat lemah.

" yakinlah kau pasti selamat "

Surya khara cuma menggeleng gelengkan kepala, dengan sedikit senyuman berhias di wajahnya.

" ayo...Surya..."

Tangan kinanti meraih gagang keris yang tertancap di dada Surya khara, dan dia mencoba mencabutnya.

" tidak usah kinanti..."

" kenapa Surya, kenapa.....?"

Tanya kinanti yang pipinya mulai basah dengan air mata.

" ini balasan yang kamu janjikan "

" tidak Surya, tidak....."

" aku membencimu kinanti "

" bertahanlah..., aku ingin kau tetap hidup "

Surya khara tidak menjawab, secara perlahan matanya mulai tertutup, dan hembusan nafas yang tadinya lemah, kini sudah tidak ada lagi.

" Surya.....maafkan aku...."

Tangisan kinanti kian tak terbendung, dia menggoyang goyangkan tubuh Surya khara yang sudah tidak bergerak lagi.

" kinanti...kinanti..., ada apa kamu ? "

Kinanti tidak menghiraukan suara tersebut, dia masih menutupi wajahnya sambil terus menangis.

" kinanti..., lihat aku..."

Kali ini suara itu meninggikan nadanya, bagai orang yang sedang membentak.

" siapa yang kau tangisi ini..? "

Kinanti langsung bangkit, dia tatap orang yang berdiri di hadapannya.

" dengar Lembu jaya, kalau kau ingin menjadi seorang kekasih yang baik, belajarlah darinya "

Lembu jaya merasa tidak mengerti dengan ucapan kinanti, apa lagi harus belajar dari orang yang sudah mati.

" aku tidak mengerti maksudmu ? "

" dengar..., selama kau tidak ada disampingku, dia selalu ada saat aku membutuhkan, dia mengorbankan nyawanya untukku, dia mencintaiku, tapi aku menolaknya karena hatiku cuma untukmu "

Lembu jaya terdiam, dia merasa apa yang kinanti ucapkan memang ada benarnya.

Selama ini dia merasa kinanti memang kekasihnya, namun dia tidak pernah memberikan perhatian yang lebih padanya.

Walau Lembu jaya juga sangat mencintainya, tapi dia lebih mengutamakan cita citanya.

" maafkan aku kinanti, tapi kita harus pergi "

" kenapa? "

" kota raja Medang sudah hancur, begitu juga dengan istana dan semua penghuninya "

" apa maksudmu ? "

" sang prabhu Dharmawangsa berserta keluarga telah meninggal, dan begitu juga semua pejabat istana"

" orang tuaku ? "

" aku tidak tahu kinanti ? "

" aku harus kesana "

" kinanti...kinanti.., tunggu, disana sangat berbahaya, kota raja sudah dikuasai oleh prajurit Wura wuri "

" bagaiman dengan orang tuaku..? "

" Kinanti, alangkah baiknya jika kita menyingkir dulu "

Kinanti kembali menangis, dia sangat mengkhawatirkan keadaan orang tuanya, hidup atau mati.

" ayo kita pergi "

Dengan perasaan hancur lebur, dia menuruti perkataan Lembu jaya.

Kakinya cuma melangkah dan terus melangkah, pikirannya dan pandangannya sudah kosong.

Tak ada lagi yang kinanti pikirkan saat ini, cuma diam seribu bahasa.

Langkah kakinya cuma mengikuti kemana Lembu jaya melangkah, tanpa tanya dan tanpa suara

Pukulan Naga ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang