Toko swalayan di pusat Hosu sedikit lengang di hari Selasa, itu juga yang menjadi alasan Shouto memutuskan untuk mampir setelah tugas patrolinya usai dua jam yang lalu. ‘Ekspedisi’ dari satu rak ke rak yang lain akhirnya membuat troli yang Shouto dorong penuh. Pemuda itu bersyukur tidak ada antrean di loket kasir, ia disambut seorang perempuan dengan seragam kasir dan gincu terang di bibirnya. Tidak butuh waktu lama--proses pembayarannya selesai tidak sampai sepuluh menit--Shouto sudah menjinjing barang belanjaannya keluar.Di parkiran, pemuda heterocrhomia itu menjejalkan barang belanjaan ke dalam bagasi mobilnya, lalu memastikan bagasinya tertutup kembali dengan benar sebelum duduk di depan kemudi. Sambil menyetir mendadak Shouto teringat sesuatu. Ada laporan patroli mingguan yang mesti ia selesaikan bersama Katsuki untuk diserahkan di hari Kamis. Refleks Shouto melihat jam tangannya. Jika ia menyetir dengan cukup cepat, lima belas menit ke depan ia sudah bisa sampai di apartemen. Maka Shouto berniat menginjak pedal gasnya dengan beban yang dilebihkan, tepat ketika suara ponselnya berdering dan akhirnya pemuda itu memilih untuk menepi.
“Bagaimana, Todoroki-kun?” suara familier milik seorang pria di seberang sana Shouto tanggapi dengan deheman pendek.
Shouto mengaktifkan perangkat headphone portabelnya pada ponsel, menyalakan kembali mesin dan mulai mengemudi lagi. Jalanan cukup lengang hari ini, Shouto pikir tidak masalah untuk menerima panggilan sembari mengemudi dengan santai.
“Apa ukurannya sudah cukup?”
“Sudah,” Shouto melirik kaca spion sambil menginjak pedal gas, “omong-omong Iida, tuxedo yang biru tua untuk apa?” ia mencabut kembali kalimat ‘mengemudi dengan santai’-nya, Shouto ingin buru-buru sampai di apartemen untuk tidur, bukan, untuk makan sebelum harus mengerjakan laporan mingguan dengan Katsuki.
“Oh!” sementara di salurannya Iida kedengaran seperti habis menepuk kening, “Untuk Bakugou-kun! Momo bilang supaya alumni kelas A pakai satu set tuxedo dan gaun yang senada.”
Untuk hal yang tidak bisa dijelaskan--kecuali bayangannya tentang tiga belas orang pemuda dan lima gadis berseragam seperti anak TK--Shouto tertawa, “Kalian mengirim tiga belas tuxedo dan lima gaun dengan jenis yang sama buat mereka?”
“Hmm. Actually, dua belas tuxedo dan lima gaun, Todoroki-kun. Itu karena aku pakai stelan pengantin dan tuxedo punyamu berbeda dari tuxedo yang lain.”
“Ah,” Shouto mengangguk sendiri.
“Plus, Todoroki-kun, yang senada hanya warna.” Iida menarik napas, “Untuk model dan pattern kain semuanya berbeda satu sama lain. You do know Momo so well, don’t you? Momo--”
“Sangat perfeksionis.”
“Ya, ya, perfectionist.” Iida menarik napas lagi, “Omong-omong, Todoroki-kun, semua katering menolak menyediakan stand soba dingin.”
Shouto mengerang, “Gah, that really worst, Iida! Gimana ceritanya last wish gua gagal kayak gitu?” di balik telefon Iida lagi-lagi menghela napas.
“Maaf, Todoroki-kun. Sampai sepuluh menit yang lalu, sudah 128 katering yang aku hubungi menolak.”
***
Kemarin tuxedo milik Katsuki sampai di tangannya dengan baik--meski kotak pembungkusnya sudah Shouto bongkar duluan dan surprisingly, Katsuki tidak protes. Hari ini, kalau ia diminta Shouto membantunya memilih sepasang sepatu formal untuk dibeli tentu Katsuki bakal menolak, awalnya. Namun, mengingat dirinya sendiri tidak punya sepatu dengan model normal (bukan formal) untuk dikenakan dengan tuxedo biru tua dari Iida dan Momo, akhirnya Katsuki setuju. Di sisi lain, untuk pertama kalinya, seorang Bakugou Katsuki bakal punya sepasang sepatu normal dan formal tanpa embel-embel dekorasi oranye atau hijau yang fancy.
“Shitty halfie, lu mau mainan hape atau mau milih sepatu?” diteriaki Katsuki, Shouto hanya berdehem singkat sambil memperlihatkan layar ponselnya.
“Kebetulan banget, ya,” Shouto tersenyum, “bahan sama pattern jas lo sama kayak bagian gaunnya Uraraka.”
Katsuki mendadak kaku, “Wha--what the hell?” kiriman gambar gaun dari Ochaco di grup chat ‘Eternal Deku-squad’ membuat Katsuki melotot, tawa kecil Shouto sama sekali tidak membuatnya berhenti melucuti layar ponsel Shouto.
“Cut it off, Boom-Boom Man. Kita cari sepatu item buat lo sebelum jam patroli kita mulai, biar sepatu lo minggu depan matching sama punya Uraraka.” Shouto mematikan layar ponselnya dengan cepat, memasukkannya ke dalam saku.
“Fuck you, Icyhot.”
Dengkusan Katsuki cepat jadi angin lalu, dua hero muda itu pada akhirnya menghabiskan waktu tiga jam untuk menemukan masing-masing sepasang sepatu yang cocok.
Siang itu mereka masih punya dua jam sebelum jadwal patroli mereka di pukul empat belas, Shouto memutuskan untuk membeli beberapa camilan dan minuman untuk dibawa ke kantornya. Sementara Katsuki memilih duduk di salah satu kafe kecil dan memesan kopi, menjaga dua pasang sepatu di atas meja sambil menunggu Shouto. Kopi pesanan Katsuki baru diantar tepat ketika ponselnya bergetar, sebuah pesan masuk ke sana.
[Angel Face send you a photo]
[Angel Face: Gue kirim ke apartemen lo, ya? Trust me, ini bakal cocok sama bahan jas lo!]Wajah Katsuki mendadak merah padam, foto dasi silver yang Ochaco kirim berputar-putar di kepalanya. Oh, sejak kapan kopinya tumpah?
•••
Hey, thanks for reading. It really confort me when I write about Ka-Chaco idk why. —Black Petals
KAMU SEDANG MEMBACA
[Todoroki Shouto | Bakugou Katsuki] RIVALS=PARTNER²
Fanfiction[COMPLETED] Selepas kelulusan dari U.A. dan tepat setelah tiga tahun bekerja di bawah agensi masing-masing, hero Deku berhasil menempati posisi ke-9 disusul Ground Zero pada posisi 11 dan Shouto pada posisi 12 dalam Hero Chart tahunan. Adanya progra...