6 - unrequited friendship

83 16 5
                                    


Yuri tak tidur semalaman dan ia menyembunyikannya dengan sangat baik. Ia hanya berdiam diri di ujung ruangan tanpa cahaya bahkan sampai langkah dari orang terakhir keluar dari pintu flatnya dua jam yang lalu.

Tebaknya itu adalah Jessica, Yuri tak ingin membicarakan dan tak yakin ingin berbicara dengan sang gadis setelah kejadian sebelumnya. Yuri tahu kalau Jessica paham beberapa bulan terakhir ia tak banyak bicara karena tak nyaman dengan orang baru yang tiba-tiba menariknya masuk ke dalam kelompok pertemanan, Yuri hanya terlalu baik dan sabar meladeninya.

Tak ingin mengingat masalah 'teman' yang membuat memori masa lalunya menyeruak muncul ke permukaan, Yuri menyimpan kue coklat yang seluruh lilin di atasnya sudah meleleh dengan tak bersahabat ke dalam kulkas.

Melihat beberapa kantong warna warni tersusun di atas coffee tablenya Yuri melengos malas. Baginya Jessica tahun ini tak menyenangkan di hari ulang tahunnya.

Jadwal ujiannya masih berlanjut hari ini sampai minggu depan dan Yuri tak bisa menghindari seperti kelas umum biasa. Ia bergegas keluar dari gedung flatnya untuk pergi ke kampus lebih pagi, menggunakan bus memakan waktu lebih lama dan jika lebih awal keadaannya juga tak ramai jadi Yuri tak repot bertempur dengan batinnya.

Ia nyaris menjatuhkan tas jinjingnya ketika melihat bayangan menyandar ke salah satu motor yang terparkir. Baru ingin melanjutkan kembali langkah karena kiranya bayangan tersebut adalah hantu, Yuri urung saat 'orang' tersebut mendongak dan kini bertemu tatap dengannya.

Yuri benar lupa cara bergerak ketika Luhan menghampirinya.
"Hari ini tujuan kita sama" Luhan menyodorkan helm hitam ke depan Yuri.
"Pagi ini aku harus mengecek proyek auditorium fakultasmu" tambah Luhan karena sang gadis yang hanya diam menatapnya.

Mengambil napas banyak-banyak lalu menghembuskannya pelan, Yuri malah merasa lelah.
"Aku baru keramas" Yuri melirik helm sekilas dan Luhan terbahak.
"Luhan sangat buruk soal humor serta cara mengontrol tawa" menunggu tawa pemuda di hadapannya mereda Yuri melirik jam tangannya, menghintung waktu yang sedang ia pakai.

"Kalau begitu ikat dulu rambutmu" ucapan Luhan selanjutnya terdengar seperti perintah ditambah wajah datarnya.
"Wow apa dia bipolar?" Batin Yuri menatap punggung sang pemuda yang sudah berbalik menghampiri kendaraannya.

Yuri tak bergerak dari tempatnya, sibuk melihat membedakan Luhan dari segala sisi yang pernah dilihatnya, bahkan sampai sang pemuda sudah siap dengan motornya.
"Bisa naik sendiri kan?" Hanya terlihat matanya dari bagian wajah yang tetutup oleh helm, Yuri tak tahu bagaimana ekspresi yang Luhan pasang sekarang.

Jika kemarin Luhan menawarkan tumpangan sebagai karena tak enak hati kepada Yuri atas teman-temannya, hari ini ia tak yakin karena apa. Yuri punya list dari beberapa asumsinya.

"Luhan-ssi" panggil Yuri mengabaikan pertanyaan Luhan yang menunggu jawabannya.
"Iya?" Suara Luhan teredam oleh helm yang sedang ia pakai, namun efeknya masih sama pada Yuri.

"Kau tak lupa dengan yang kukatakan padamu September lalu kan?" Yuri menatap kedua atensi hitam jernih milik Luhan.
"Aku menyukaimu" Yuri masih tetap berucap tenang di hadapannya sang pemuda.
"Jadi jangan seperti ini, aku tidak mau berteman denganmu" Yuri berdiri tegak penuh percaya diri seperti menantang bahwa ia tak takut mati.

Luhan sudah membuka helmnya dan menatap balik gadis di hadapannya.
"Aku hanya mengajak untuk pergi bersama" Luhan membalas dan dijawab gelenggan cepat tanda tak mau oleh Yuri.
"Kau mau aku menjadi kekasihmu?" Pertanyaan tak terduga Luhan membuat Yuri tak bisa mengelak terkejutannya.

serenityWhere stories live. Discover now