11 - repressed memory

95 18 12
                                    

(Maaf sebelum membaca, warning some sensitive content such as child abuse, madhouse, mental-illness)
-

Yuri tanpa pikir panjang berkendara kalang kabut menuju rumah sakit yang disebutkan oleh Ibu Luhan. Satu jam setelah perayaan tahun baru tak membuat jalanan sepi namun juga sudah tak begitu ramai, tapi Yuri tetap berdoa dalam hati supaya perjalanan berkecepatan di atas rata-ratanya tak celaka.

Ia menepis suara dari kepalanya yang memaki tindakan bodohnya. Yuri benar rela melakukan sesuatu di luar jangkauan demi Luhan.

Tak sampai sepuluh menit ia berhasil parkir dengan rapih pada tempatnya dikawasan rumah sakit, lalu melanjutkan dengan langkah besar yang cepat memasuki pintu depan. Yuri mengedarkan pandangannya saat sudah tiba di dalam lobby depan dan mendapati wajah wanita yang ia cari terduduk pada salah satu kursi besi di sana.

Tanpa ragu Yuri lanjut melangkah berdiri di hadapan sang wanita.
"Ah! Yuri-ssi sudah tiba" senyum tipis dibubuhkan untuknya pada wajah sang wanita yang terlihat kelelahan.
"Apa Luhan baik-baik saja?" Tanya Yuri cepat.

"Keadaan Luhan sudah cukup baik, sekarang dia sudah tidur" jawab sang wanita dengan masih tersenyum hangat.
"Apa yang terjadi?" Yuri bertanya heran.
"Duduklah dulu Yuri-ssi" sang wanita melirik kursi di sebelahnya dan tanpa pikir panjang Yuri menurut dengan tak sabar.

"Aku tak tahu harus menjelaskannya bagaimana" tanpa aba-aba Yoojin menangis tersedu.
Yuri mencoba segalanya berusaha membantu menenangkan, menggenggam tangan dan mengelus punggung sang wanita.

"Seminggu yang lalu aku datang ke flat dan tak ada jawaban, lalu saat aku memutuskan untuk menemuimu saja tiba-tiba Luhan pulang dan dia terlihat... hampa, dan sama sekali tak responsif"
"Ia seperti tak menyadari keberadaanku walapun aku mengikuti masuk ke dalam flatnya karena panggilanku yang tak digubris"
"Sampai ia duduk mematung pada sofa ruang tengah, bahkan aku sudah memukulnya berkali-kali dengan keras untuk menyadarkan Luhan tetap geming" Yuri menyimak dengan seksama setiap kalimat yang diucapkan oleh Yoojin.

"Aku sangat panik dan langsung menggedor setiap pintu flat di sana untuk membantu membawa Luhan ke rumah sakit,"
"Setelah sampai dan diperiksa di rumah sakit, Luhan langsung dirujuk pindah ke sini" mata merah berair sang wanita menatap Yuri dalam.

Yuri terdiam, lidahnya terasa kelu untuk sekedar digerakkan apalagi bersuara membentuk kalimat.
"Sudah seminggu Luhan berada di sini dan hanya akan bicara dengan dokter, aku belum berani memberi tahu Ayahnya tentang semua yang baru diketahui" lanjut sang wanita seraya berusaha mengelap bekas tetesan air mata menggunakan tissue.
"Tiga hari yang lalu dokter menyuruhku mencari kotak yang diberitahu Luhan yang ditaruh dikamarnya, berisi kumpulan surat"
"Aku pikir kau perlu tahu Yuri-ssi, dia ingin kau tahu, dokter bilang dia sempat menyebutmu" Yuri menatap kotak coklat berukuran sedang yang disodorkan padanya.

"Juga menyebutmu disalah satu di dalam sini" Yuri beralih kembali bertemu tatap dengan sang wanita yang mengangguk mantap.
Dengan ragu ia menyambut kotak tersebut.

-

Pagi hari di ruang lobby rumah sakit sangat memuakkan menurut Yuri, apalagi jika rumah sakit jiwa. Maka dari itu dirinya sudah pindah duduk diam di dalam mobil dari dua jam lewat.

Mata lelahnya akibat tak mendapat istirahat tidur ditambah digerakkan untuk membaca cepat banyak kertas berbeda di dalam genggamannya yang menyebabkan tetesan air mata terasa berat. Membuat Yuri tak yakin ia bisa menyetir pulang dengan selamat jika seperti ini.

Ia menghela napas setelah melipat kembali dan memasukkannya ke dalam amplop dengan rapih. Yuri meletakkan surat terakhir yang dibacanya ke dalam kotak.

serenityWhere stories live. Discover now