PART 9 ( DI HUKUM )

261 62 10
                                    

Happy Reading Guys
And I Hope You Like With My Story
*
*
*
*
*

Sinar mentari perlahan masuk melewati cela-cela jendela kamar kontrakan April, jarum jam sudah menunjukkan 06.15. Namun, ia masih tertidur pulas sementara Servina sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Ia sudah berpakaian rapi dengan tas putih tergantung sempurna di pundaknya. Sudah sepuluh menit Servina membangunkan April yang tidak kunjung membuka matanya.

"Pril, bangun lo. Sekolah woy mau sampai kapan lo tidur!" seru Servina, ia menggoyangkan tubuh April ke sembarang arah akan tetapi, temannya ini masih enggan membuka mata.

Ingin ia langsung berangkat tetepi, jika bukan dia yang membangunkan April maka siapa lagi? Sesekali ia menolehkan kepalanya sejenak, matanya membulat melihat jarum jam yang terus bergerak memutar.

Servina membuang napasnya dengan cepat lalu berjalan menuju kamar mandi, ia mengambil gayung yang telah dipenuhi oleh air dan membawanya ke tempat April yang masih tertidur seperti kerbau.

"Bangun woy, atapnya bocor," ucap Servina sembari memercikkan buliran air yang berada di gayung lewat jemarinya.

April yang merasa terganggu bukannya bangun ia malah mengambil bantal lalu menutup wajahnya dengan bantal. Melihat kelakuan April, tanpa ragu Servina menarik bantal yang digunakan gadis satu ini untuk menutupi wajahnya lalu, menyiramkan air yang ada di gayung tepat di wajah April.

Byur ....

"SERVINAAA!!" teriak April.

"Apa? Gue cantik, emang!"

Separuh badan April langsung basah kuyup, kelopak matanya mulai merespon tetesan air yang memaksa masuk ke dalam matanya. Tangannya ia gunakan untuk mengusap wajahnya yang sudah dipenuhi air akibat ulah Servina.

"Bangun juga lo akhirnya." Servina tersenyum lega.

"Lo tuh, kalau bangunin orang yang lembut dikit kek, jangan asal main guyur aja. Lo kira gue tanaman!" pekik April kesal.

April mulai menegakkan badannya dan berjalan menuju lemari tempat ia biasa menyimpan bajunya. Tangannya mulai meneliti tumpukan baju yang tersusun rapi hingga ia mampu menemukan seragam sekolah yang dia cari.

"Sepuluh menit Pril, gue bangunin lo tapi lo nggak bangun-bangun," ucap Servina sambil mengikat tali sepatunya.

"Ya maaf Vin, btw jam berapa sekarang?" tanya April dengan muka bodoh.

Servina menatap kesal pada April. "Tuh, liat sendiri! Gue berangkat dulu telat resiko lo sendiri."

April menolehkan wajahnya ke tempat jam dinding biasa berdiri. "Emang ja ...," ucap April dengan nada yag kian pelan.

06.20, melihat jam yang sudah mepet seketika April langsung berlari terbirit-birit ke kamar mandi. Sementara Servian sudah berangkat terlebih dahulu karena ia tidak ingin dihukum seperti April.

******

Lagi dan lagi gadis satu ini terlambat, seakan-akan terlambat adalah jalan ninjanya. Gerbang sekolah telah tertutup rapat tentu dengan Pak Khomar yang telah siap mengusir atau memanggil guru kesiswaan untuk menghukum murid yang terlambat. Namun lain halnya dengan April, ia menitipkan motornya di warung Bu Sutijah.

"Bu, biasa saya nitip ya," ucap April santai.

"Kita juga bu," ucap dua orang siswa yang baru datang.

Tak lama kemudian datang lagi seorang siswa lain yang tentu juga kelas sebelas sama seperti April. "Saya juga bu," sambar siswa yang baru mematikan motornya.

Bu Sutijah hanya mengelus dada sambil menggelengkan kepala pelan. "Lama-lama saya buka parkiran aja bukan warung."

Serontak April menyemburkan tawanya disusul dengan siswa lain yang tengah menjagang motornya di samping motor April. "Bwahahaha ... Boleh tuh bu, keren idenya," ujar salah satu seorang siswa.

Tak ingin membuang waktu lagi, April dan ketiga siswa itu mulai meletakkan anak tangga pada dinding sekolah. Mereka mulai memanjat satu persatu anak tangga hingga mereka berhasil masuk ke dalam area halaman belakang sekolah. Senyuman kemenangan terlihat di wajah mereka akan tetapi, itu tidak berlangsung lama.

Mata mereka langsung terbelalak ketika melihat sosok Pak Aiden yang merupakan guru kesiswaan di SMA Pelita, kini berdiri di depan mereka. Beliau berkacak pinggang, ia menatap heran kepada keempat muridnya yang tidak kunjung tobat. alisnya sedikit terangakat. "Bagus, kalian pikir ini sekolah punya kalian apa? Udah terlambat 15 menit pakai acara lompatin tembok sekolah lagi," murka Pak Aiden.

Keempat murid yang selalu menjadi pemecah rekor sebagai murid yang paling sering terlambat diangkatan kelas sebelas itu hanya menundukkan kepala. Pak Aiden mulai berjalan mendekat dan menarik satu persatu daun telinga mereka.

"Ahh ... sakit pak!" protes April.

"Dua puluh tiga kali kamu terlambat."

"Ahh ... ampun pak," teriak Hendrik- siswa dari kelas XI-IPA.C

"Delapan belas kali kamu terlambat."

"Ahh ... copot telinga saya nanti pak!" gerutu Faqza- siswa kelas Xl-IPS.B

"Dua puluh kali kamu terlambat."

Dan yang terakhir adalah Nadhir, siswa dari kelas Xl-IPS.A, Pak Aiden langsung menatap frustasi pemuda satu ini. Sebab di antara semuanya dia yang paling buruk padahal dia anak wakil kepala sekolah.

"Ahh ... sory pak saya khilap," teriak Nadhir.

"Dua puluh lima kali kamu terlambat."

"Pak, ini kan tahun ajaran baru mana mungkin kita terlambat sebanyak itu," protes Faqza.

Pak Aiden beralih mengambil buku catatan yang biasa untuk mencatat murid bermasalah setiap tahunnya. "Itu catatan keterlambatan kalian waktu masih kelas sepuluh, itu jumlah rekor telat kalian tahun kemarin," jelas Pak Aiden.

Mendengar penjelasan Pak Aiden mereka hanya mendengus napas kesal, dan lagi-lagi Pak Aiden mencatat keterlambatan mereka untuk kesekian kalinya. "Kalian ini nggak capek ya saya hukum, saya lihat muka kalian aja capek."

"Ya udah jangan hukum kita pak." Mendengar ucapan Nadhir yang seakan-akan menganggap enteng peraturan sekolah. Pak Aiden tahu hukuman apa yang cocok untuk keempat murid di depannya.

"Sekarang kalian ke lapangan dan potongin rumput di sana pakai ini." Pak Aiden mengangkat sebuah pemotong kuku kecil berwarna putih di tangannya.

Keempat siswa itu termasuk April langsung membulatkan matanya dengan mulut yang sudah terbuka sambil mengatakan, "HAH."

Memang mustahil jika lolos dari hukuman jika, Pak Aiden yang menjadi petugas piket. Mereka hanya bisa pasrah dan mengambil satu persatu pemotong kuku di tangan Pak Aiden. "Bapak serius entar kalau papa saya tahu bapak bisa diomelin loh sec--"

"Secara kamu anak wakil kepala sekolah! Saya adalah guru kamu di sini, mau kamu anak presiden, anak orang paling kaya sedunia sekalipun kalau salah ya tetep akan saya hukum. PAHAM," potong Pak Aiden membuat Nadhir langsung terdiam.

Farqza yang merupakan teman Nadhir hanya menepuk pelan pundak temannya. "Sabar guru killer emang beda."

"Cepet laksanain hukuman kalian atau mau saya tambahin hukumannya," pinta Pak Aiden yang membuat keempat murid itu frustasi. Tanpa memperpanjang penderitaan mereka langsung berjalan menuju lapangan sekolah.


Tinggalkan vote dan coment yah guys jangan lupa share 😘

I AM (NOT) FINE AND YOU? { COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang