Part 22

164 27 15
                                    

"Hai... Aku ga tau udah berapa rekaman voicemail yang ke kirim ke nomor kamu karena nomor kamu udah ga aktif selama tiga bulan. Aku ga tau kenapa selama tiga bulan pun kamu ga ada kabar entah nomor ini aktif lagi atau nomor baru kamu yang hubungin aku duluan. Junhoe, kamu baik-baik aja kan? Aku khawatir banget nomor kamu tiba-tiba ga bisa dihubungin. Hape aku ganti jadi kontakku hilang semua dan aku lega karena hapal nomor kamu tapi nomor kamu malah ga aktif. Jun, kamu pernah tanya apa aku mau nunggu kamu kan? Ok, aku bakal jawab, aku setuju nunggu kamu kalo kamu hubungin aku sekarang! Aku kasih waktu sampai tahun depan... Eh dua tahun lagi gapapa asalkan kamu ngasih kabar aku, tapi kalo kamu ga ada kabar selama itu... aku ga bisa janji, Oh... Engga... Kamu yang gabisa janji, kan?"

Suara tarikan napas itu terdengar berat lalu selanjutnya terdengar helaan napas yang terdengar sedih.

"Jun, ini voicemail terakhir dari aku. Kamu ga lepasin aku kan? Kamu bakalan nyesel kalo ngelakuin itu, Jun. Aku bakal marah banget dan ga akan pernah maafin kamu. Aku... Aku kangen suara kamu, aku kangen bau kamu, aku...hiks...kangen pelukan kamu. Jun... Aku cinta sama kamu."

Suara audio dari Voicemail tersebut berhenti. Tangan itu menggenggam erat benda persergi panjang itu dengan penyesalan yang mendominasi perasaannya saat ini.

Tatapannya beralih memandang sedih gadis yang tengah berdiri tak jauh dari tempatnya duduk tersebut.

Yoojung yang menyuruhnya mendengarkan rekaman voicemail tiga tahun yang lalu yang tidak bisa terkirim dengan benar. Hari ini, rekaman itu sampai pada tujuannya.

"Gue ga ada maksud apa apa dengan rekaman ini. Gue cuma mau lo tau aja bahwa gue pernah... gue pernah mencoba menghubungi lo," Yoojung mengambil hapenya dari tangan Junhoe. "Sebaiknya lo pulang sekarang."

Yoojung pun berjalan menuju kamarnya tetapi langkahnya terhenti saat Junhoe memeluknya dari belakang.

Junhoe memejamkan matanya merasakan aroma menenangkan yang memenuhi indera penciumannya. Aroma yang sangat ia rindukan dan bersamaan dengan itu, hatinya yang sempat dingin kembali menghangat.

"Pergi."

Junhoe menyenderkan kepalanya ke cekungan leher Yoojung.

"Jun, per—" ucapan Yoojung terhenti saat mendengar isakan lelaki itu di dekat telinganya. Junhoe menangis dan rengkuhan di badannya semakin erat.

"Mama...hiks...." Isakan kecil Junhoe tepat di sampingnya membuatnya terpaku di tempat. "J... Ju... Jung...mama,"

Yoojung mendengarnya, ia tidak mau berburuk sangka tetapi tidak dapat dipungkiri pikiran negatif terlintas dalam benaknya.

Ada apa dengan mamanya Junhoe?

BRUKK!

Junhoe runtuh begitu saja, pertahanannya telah mencapai batas atau karena ada seseorang yang membuatnya bisa memperlihatkan sisi lemahnya?

Lelaki itu terduduk di lantai sambil menunduk dengan tangisannya yang pecah. Tangis Junhoe yang pilu membuat hati Yoojung ikut terluka.

Gadis itu berjongkok di depan Junhoe lalu memeluk lelaki itu. Yoojung tidak mengatakan apapun namun air matanya ikut menetes membasahi pipinya, entah kenapa tangisan Junhoe membuatnya ikut menangis meski tidak tahu apa penyebabnya.

"Mama pergi ninggalin gue, Jung," bisik Junhoe di tengah-tengah tangisannya. "Mama ga akan pernah balik lagi..." Lanjutnya.

Yoojung melepaskan pelukannya dari Junhoe, ia mencari pandangan mata Junhoe yang menunduk dan lelaki itu tahu Yoojung butuh penjelasan.

"Mama jatuh sakit setahun setelah lo pergi. Gue sangat bingung karena ga pernah merawat orang sakit terlebih itu orang satu-satunya yang tersisa di hidup gue. Kuliah, ngurus perusahaan mama sama merawat mama adalah hal baru yang gue jalanin selama tiga tahun berturut-turut lalu setelah tiga tahun perawatan... Mama... Mama menyerah, Jung, " Air mata menetes dari pelupuk mata Yoojung mendengar penjelasan dari Junhoe.

MY EX✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang