~ORANG TAU YANG BAIK TIDAK AKAN PERNAH MEMBANDINGKAN ANAKNYA DAN SETIAP ANAK WAJIB DIPERLAKUKAN ADIL~
"Dina mana ya??" ucap Ica yang telah sampai di parkiran.
"Ca... Ica" teriak Dina.
Ica pun menghampiri Dina yang berada disamping mobilnya.
"Jadi kan pulang bareng??" tanya Dina.
"Iya jadi kok.. Ica udah telpon mang Udin supaya ga usah jemput" jawab Ica.
"Okay lets go"
Ica dan Dina pun masuk ke dalam mobil dan bergegas untuk pulang ke rumah. Saat diperjalanan Ica slalu menghela napasnya membuat Dina bertanya-tanya.
"Kenapa??"
"Dina boleh gak hari ini Ica nginep lagi dirumah Dina??" tanya Ica lesu.
"Emangnya kenapa gak mau pulang??"
"Dina pasti tau alesannya apa"
"Bukannya aku ga izinin tapi Ica coba dulu deh ngomong baik-baik sama mamah dan papah Ica ya" bujuk Dina.
Sebenarnya Dina tidak tega membiarkan Ica terus diperlakukan seperti ini tapi mau bagimana lagi Dina tidak mempunyai hak apa-apa.
"Iya deh nanti Ica ajak mamah dan papah bicara" jawabnya dengan lemah.
"Nanti kalau ada apa-apa Ica telpon aku aja oke"
"Iya"
Setelah sampai dan berpamitan dengan Dina. Ica tidak langsung masuk ke rumahnya dia hanya menatap kosong bangunan mewah itu dengan hati kecewa. Sebenarnya arti rumah itu apa.. Ica tidak mengerti mengapa dia tidak pernah merasakan kasih sayang yang sesungguhnya dari keluarganya.
Ica pun memantapkan hati untuk masuk kedalam rumah megah dan mewah namun hampa itu.
"Ica sudah pulang??" tanya bi Siti.
"Iya bi" jawab Ica seraya memeluk bi Siti.
"Bibi udah makan??"
"Belum bibi nunguin Ica supaya makan bersama dengan mang Udin" jawab bi Siti seraya mengelus kepala Ica.
"Ya udah tunggu sebentar ya bi Ica ganti baju dulu"
Ica pun menaiki tangga dan bergegas masuk ke kamarnya. Sementara bi Siti menatap Ica dengan kasih sayang yang diselingi prihatin.
Setelah berganti baju Ica pun berjalan menuju meja makan yang telah diisi oleh bi Siti dan mang Udin.
"Mari nak kita makan" ajak mang Udin pada Ica.
"Iya mang"
Ica duduk di kursi samping bi Siti.
"Bi Siti mang Udin mamah sama papah mana??"
"Nyonya sama tuan pergi tadi pagi ke paris katanya mereka akan tinggal selama sebulan disana karna non Ita sedang sakit" jelas bi Siti.
"Serius bi?? Kenapa mereka gak pamit dulu sama Ica??" tanya Ica dengan kecewa.
Bi Siti dan mang Udin hanya bisa terdiam melihat anak sang majikan yang telah dianggap anak oleh mereka sendiri itu terlihat kecewa. Ica yang meskipun kecewa biasanya terlihat ceria dan aktif tetapi kali ini berbeda dan makan bersama kali ini pun hanya ditemani dentingan sendok tanpa ada percakapan seperti biasa.
"Ica tadi bagaimana di sekolah??" tanya bi Siti mencairkan suasana.
"Baik kok bi.. Ica ke atas dulu ya mau istirahat.. makasih untuk makananya bi Siti mang Udin" jawab Ica dengan lesu sambil terus mentap kebawah.
Icapun akhirnya bergegas menuju kekamar dan setelah menutup pintu kamar air mata yang ditahanpun akhirnya luruh bersama isakan tangis yang tak tertahan.
Hisk.. hisk.. hisk
Ica pun memukul dadanya untuk menghilangkan rasa sesaknya tapi itu semua percuma bahkan isakan nya terdengar sangat menyakitkan. Ica menutup mulutnya untuk meredam suara isakan yang semakin kencang. Sungguh rasanya Ica sangat lelah, ia slalu berusaha menjadi buta untuk menahan semua kekecewaan terhadap orang tuanya. Ia slalu mencoba mengerti tetapi keadaan semakin membuatnya menjadi lemah.
Hisk.. hisk.. hisk
"Kenapa sih semuanya harus kak Ita. Bahkan saat Ica sakit pun mamah dan papah lebih mentingin kerjaanya, terus kenapa saat kak Ita sakit mereka langsung jengukin kak Ita. Apa segitu memalukannya Ica hingga mereka bahkan untuk peduli sekalipun gak bisa" ucap ica.
Ica terus saja memukul dadanya hingga kesadarannya ikut melemah.
"Sakit mah pah" gumamnya sebelum benar-benar hilang kesadaran.
🌸🌸🌸
Jangan lupa Follow, Vote dan Comment ya
KAMU SEDANG MEMBACA
PINOCCHIO (On Going)
Tienerfictie[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bagaimana jadinya jika seorang gadis pengidap sindrom PINOCCHIO ditanya soal perasaannya oleh orang yang dia suka, sedangkan dia tidak akan pernah bisa berbohong. "Apa benar lo suka sama gue??" tanya Leon yang tak lain adala...