8

12 2 0
                                    

~TERKADANG ORANG TUA TAK PERNAH SADAR AKAN HASIL DARI KEEGOISAN YANG MEREKA BUAT~

Ica kembali kerumah dengan wajah lesu mengingat kejadian tadi. Sungguh jika bisa Ica tak ingin memiliki perasaan yang membuatnya tersiksa. Ica tak mengerti mengapa semua orang yang dia sayangi memperlakukannya seperti ini.

Ica masuk kedalam kamar dan merebahkan dirinya dikasur tanpa mengganti bajunya terlebih dahulu. Ica terlalu lelah bahkan untuk bernafas pun rasanya sulit. Hingga tanpa sadar ia terlelap.

Tok tok tok

Eugh.. Ica menggeliatkan badannya dengan tidak nyaman, ia pun membuka matanya perlahan dan melihat kearah jendela yang sudah tidak ada sinar matahari itu artinya hari sudah malam.

"Siapa??" tanya Ica dengan suara seraknya masih merebahkan diri sambil menutup mata.

"Ini bibik nak" sahut bi Siti.

Ica pun beranjak bangun dan membuka pintu.

"Ada apa bi??"

"Nyonya sama tuan sudah pulang dan sekarang ada di ruang keluarga" jelas bi Siti.

"Beneran bi??" tanya Ica dengan semangat.

Anggukkan dari bi Siti membuat senyum terbit dibibirnya. Ica yang mendengar bahwa orang tuanya ada dirumah pun segera berlari dengan senyum manis yang terus mengembang tanpa memikirkan masalah yang telah membuatnya kecewa hari ini. Saat Ica telah sampai diruang keluarga ia pun bergegas memeluk mamahnya dengan erat.

"Mah Ica kangen" ucap nya dengan lirih dengan tangan yang melingkar ditubuh sosok yang telah melahirkannya.

Brukk

Ica tersentak saat merasa dirinya terdorong kebelakang hingga membuatnya terjatuh diatas lantai yang dingin. Dengan tatapan kosong Ica menatap ke arah mamahnya, tubuhnya mematung bahkan untuk bersuarapun tak bisa. Ica memikirkan apa yang baru saja terjadi tapi otaknya bahkan tak bisa diajak bekerja sama untuk berpikir.

"MAH!!" bentak papahnya.

"APA!! KAMU MAU BELAIN ANAK PENYAKITAN ITU LAGI??"

"Kamu sadar apa yang telah kamu lakuin" ucap papahnya dengan tatapan tajam pada istrinya.

"Aku sadar dan aku slalu sadar! Kalau kamu masih belain anak penyakitan itu lebih baik kita bercerai sekarang juga!"

"Kam.."

"STOPP" teriak Ica sambil menutup kedua telinganya.

Ica bangkit dan menatap kecewa pada mamahnya juga air mata yang tiba-tiba saja mengalir tanpa diperintah.

"Salah Ica apa mah?? Kenapa mamah gak pernah bisa terima Ica" tanya Ica dengan air mata yang terus mengalir.

"SALAH KAMU KARNA KAMU LAHIR DIDUNIA INI" ucapan itu terus berulang dikepalanya.

Bimo selaku papah Ica yang telah muak dengan kelakuan Riska istrinya segera menarik tangannya dan membawa kekamar mereka. Meninggalkan Ica yang masih menangis membisu mengingat perkataan yang baru saja dilontarkan oleh sosok yang telah melahirkannya itu.

"Nak"ucap bi Siti menyadarkan Ica.

"Tinggalin Ica sendiri bi"

Ica pun memaksakan kakinya untuk berjalan kekamar meskipun sejujurnya untuk berdiri pun Ica tak sanggup. Ica menutup pintu dengan tenaga terakhir yang ia punya membuat Ia luruh terjatuh.

Hisk.. hisk..

Ica terus saja menangis sambil menyembunyikan wajah pada lengannya.

Pernahkah kalian bayangkan bagaimana rasa sakitnya saat sosok ibu yang begitu kalian hormati dan sayangi mengatakan bahwa ia menyesali telah melahirkan kalian. Disaat anak-anak lain bisa merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya berbeda dengan Ica yang bahkan dari kecil pun ia tak pernah di terima dirumahnya sendiri.

Memang benar bahwa Ica tak pernah merasa mempunyai rumah untuk pulang karna dari Ica lahir ia telah diberikan pada bi Siti dan mang Udin. Hingga saat ini ia belum tau alasan dibalik semua ini. Sikap orang tuanya terlebih lagi mamahnya membuat ia bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi sehingga membuatnya menjadi sasaran kebencian semua orang.

FLASHBACK

Seorang gadis berumur enam tahun menatap rumah besar bak istana yang ada didepannya dengan mata polos yang berbinar. Ica setiap hari slalu memandangi rumah yang setiap minggu itu slalu mengadakan pesta besar. Entah seperti apa pesta itu tetapi melihat banyaknya anak seusianya atau mungkin diatasnya membuat Ica penasaran. Ica kerap kali ketahuan keluar dari pagar yang membatasi rumah kecil dan rumah besar tersebut lalu setelahnya ia harus menerima semburan kemarahan dari sosok yang berstatus orang tuanya.

Icapun slalu kembali kerumah kecil dengan wajah lesu, selama ini ia tak pernah memiliki satupun teman bahkan ia tak pernah merasakan bagaimana kehidupan diluar sana seakan-akan ia berada dalam penjara.

Ica slalu iri melihat sosok yang katanya adalah kakak Ica itu bisa bermain dirumah besar itu dengan gaun cantik dan dikelilingi teman-teman sebayanya. Bahkan diumurnya yang masih kecil ia harus menerima perlakuan buruk dari orang tuanya, cacian serta makian seperti sudah menjadi makanan pokok untuknya.

"Ica"

Panggilan itu membuat Ica membalikkan badannya, ia menatap sosok yang telah ia anggap sebagai ibu tersebut dengan senyum manis. Bi Siti menatapnya dengan pandangan sayu juga senyum tulus diiringi kedua tangannya yang mengelus rambut Ica.

"Kenapa Ica belum masuk.. diluar dingin loh" bi Siti terus mengelus rambut Ica menghantarkan kasih sayang yang tak pernah ia dapat dari keluarganya.

Ica pun menundukkan kepalanya menahan tangis serta sesak didada. Entah sejak kapan ia slalu merasakan sesak karna sakit hati.

"Ada apa hemm??" tanya bi Siti sambil mengangkat dagunya.

"Kenapa Ica gak boleh kelual?? Ica juga pingin punya temen kaya kak Ita, Ica pingin pake baju bagus kaya kak Ita" jawaban polos yang keluar dari bibir mungil itu terasa menusuk untuk bi Siti.

"Suatu saat nanti Ica akan merasakannya ya. Ica bisa punya temen yang banyak dan Ica juga bisa memakai baju yang cantik" ucap bi Siti dengan suara serak menahan tangis.

"Tapi kapan?? Ica cape slalu dimalahin sama mamah dan papah, Ica juga pingin dateng ke pesta seperti kak Ita dan kenapa Ica gak boleh kelual dari pagel ini emangnya Ica nakal ya sampe dikulung disini terus" Ica mencurahkan semua yang ia rasakan slama ini dengan cadel.

Bi Siti terdiam membeku mendengar semua kejujuran yang dilontarkan oleh gadis mungil yang telah dirawatnya sejak lahir. Ia memang tak heran melihat Ica yang sudah pintar meski masih kecil tetapi ia tak menyangka bahwa gadis sekecil ini bisa mengerti yang hanya bisa dirasakan oleh orang dewasa.

"Ya Allah kenapa nasib gadis mungil ini begitu mengenaskan. Disaat anak seusianya hanya tau bermain dan bercanda tetapi berbeda dengan Ica yang harus merasakan pahitnya hidup dari keegoisan keluarganya" batin bi Siti dengan air mata yang mengalir.

"Ssttt.. percaya sama bibik kalau suatu hari nanti Ica akan mendapatkan kebahagiaan yang gak pernah Ica bayangin sebelumnya. Sekarang Ica hanya perlu bersabar dan biar waktu yang menjawab semuanya" jelas bi Siti meyakinkan Ica.

"Benelan??"

Bi Siti pun tersenyum bangga mengetahui gadis itu yang mengerti setiap perkataannya.

"Iya. Sekarang kita masuk dan bobo yuk"

Ica pun mengangguk dan merentangkan tangannya untuk digendong yang diterima dengan senang hati oleh bi Siti.

FLASHBACK OFF

🌸🌸🌸

Jangan lupa Follow, Vote dan Comment ya

PINOCCHIO (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang