~MEREKA GA AKAN PERNAH TAU SAKITNYA SAAT KAU MENYIMPAN BANYAK BEBAN TANPA BISA MENGUNGKAPKAN NYA~
Ica berjalan memasuki sekolah dengan wajah pucat dan tatapan kosong. Sejak kejadian kemarin ia tak berani menampakkan dirinya didepan orang tuanya bahkan sampe rela harus berangkat pagi ke sekolahnya.
Ica pun mengedarkan pandangannya ke dalam sekolah yang masih sepi itu dan memutuskan untuk ke taman.
Entah apa reaksi Dina jika melihat kejadian kemarin dan ia yakin pasti Dina akan mengeluarkan semua sumpah serapahnya tetapi untung saja kemarin Dina tidak jadi menginap dirumahnya membuatnya tenang.
Ica duduk dibangku yang slalu ia tempati saat pertama kali menginjak sekolah ini, termenung dengan pikiran menerawang.
"Mengapa semuanya serumit ini??"
"Sebenarnya apa yang disembunyikan keluarganya??"
"Apakah aku bisa merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya??"
Helaan nafas terus keluar dari bibir mungilnya dengan wajah mendongak ia menatap langit biru yang indah.
"Ngapain lo pagi-pagi disini??" suara ketus itu membuat perhatian Ica teralihkan.
Ica pun hanya bisa diam tak menggubris ucapan yang dilontarkan Leon. Jika biasanya ia akan senang dengan Leon yang menyadari keberadaanya meskipun dengan perkataan kasar berbeda dengan saat ini. Ia merasa tak memiliki tenaga bahkan untuk mengeluarkan suara sekalipun.
"Ck lo gak bisu kan" suara sinis itu terdengar semakin tajam di telinganya.
"Maaf" suara lirih itu membuat Leon jengah dan memutuskan itu melangkah pergi meninggalkan Ica tanpa peduli apa yang Ica rasakan.
***
"FRISKA ANDINI" teriakan itu membuat Ica gusar pasalnya ia tau bahwa alasan namanya dipanggil. Ica pun lantas berdiri dan maju kedepan, ia menunduk dengan gelisah karna hanya dirinyalah yang dipanggil itu artinya hanya ia yang akan dihukum.
"Lo tau apa kesalahan yang lo buat??" tanya Leon dengan nada dingin dan tatapan tajam yang terasa menusuk.
"Tau kak" hanya suara pelan yang keluar dari bibir mungil itu.
"Kalau ditanya itu tatap matanya!"
Perintah itu pun membuat Ica langsung menatap mata gelap Leon dengan takut.
"Sekarang lo lari 15 puteran dilapangan"
"SEKARANG!" sentakan itu membuat Ica terkejut dan bergegas berlari menuju lapangan.
Hahh.. hahh..
Nafas berat itu terus keluar seiring langkah kakinya yang berlari. Ica tau dirinya tak sanggup karna memang dia jarang berolahraga tetapi ia tetap memaksakannya hingga pandangannya sedikit kabur membuatnya berhenti seketika.
Tangannya pun berinisiatip memijat pangkal hidung agar sedikit mengurangi pening dikepalanya, tapi hal itu tidak berpengaruh sama sekali. Hingga badannya menegang mendengar sentakan dari pinggir lapangan.
"Woi!! Siapa yang nyuruh berhenti!!"
Saat Ica akan kembali berlari tiba-tiba pandangannya menghitam dan membuat tubuhnya ambruk begitu saja.
🌸🌸🌸
Jangan lupa Follow, Vote dan Comment ya
KAMU SEDANG MEMBACA
PINOCCHIO (On Going)
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bagaimana jadinya jika seorang gadis pengidap sindrom PINOCCHIO ditanya soal perasaannya oleh orang yang dia suka, sedangkan dia tidak akan pernah bisa berbohong. "Apa benar lo suka sama gue??" tanya Leon yang tak lain adala...