Part. 6 - Over Limit

5.8K 893 105
                                    

"Jadi, lu beneran udah punya cowok, Nau?" tanya Rocky nggak percaya.

Sejak tiba di sekolah, sampai mau pulang sekolah, aku terus diberondong dengan pertanyaan yang sama. Semua gara-gara Jed yang mengantarku sekolah, dan cowok itu pake acara turun dari mobil, bukain pintu, dan anter aku sampe depan gerbang. Ugh, malu banget.

"Ya bener lah! Lu nggak liat kalau tadi Naura dianter sama cowok eksmud tadi pagi? Itu cowoknya," jawab Ria ketus, yang mendadak jadi jubir untuk menjawab pertanyaan yang aku nggak bisa berikan.

"Tapi si Nuno gimana?" tanya Rocky yang membuatku spontan menoleh pada Nuno yang sedaritadi terdiam.

"Salah sendiri kalau sukanya sama cewek orang," celetuk Ria lagi, dan aku hanya bisa menghela napas sambil menatap Ria jenuh.

"Diem bentaran bisa gak sih, Ya?" sewotku kesal.

"Abis lu diem aja, semuanya kan pada nanya, ya gue jawabin. Harusnya bersyukur punya temen inisiatif kayak gue," balas Ria cuek.

Aku nggak pernah bisa menang debat sama Ria karena orangnya paling pinter ngomong. Aku lebih memilih diam karena memang nggak tahu harus ngomong apa. Masalahnya aku sudah takut kalau hal ini bisa sampai ke telinga Mama.

Selama ini, aku tuh nggak pernah pacaran. Dideketin sama cowok aja langsung kabur. Bukannya apa, tapi emang gitu, aku canggung dan panik aja. Tapi kalau sama Jed, aku nggak bisa kabur karena memang sudah terjebak dalam hatinya.

Teman-temanku masih mengejek dan terus bertanya pada Ria, yang sudah pasti akan dijawab dengan senang hati. Aku sampai malu banget rasanya dan bingung kenapa punya teman yang mulutnya ember kayak Ria.

Sebuah cengkeraman lembut menarikku pelan, aku spontan menoleh dan melihat Nuno yang menarikku untuk menjauh dari mereka. Kayaknya cuma Nuno yang paling peka kalau aku lagi malu banget.

"Kampungan banget ya?" keluh Nuno pelan dan aku mengangguk.

"Ria emang suka ngebacot," balasku sambil cemberut dengan tatapan yang mengarah pada Ria yang masih bercerita pada teman-teman di sana.

"Jadi, emangnya bener kalau lu udah punya pacar?" tanya Nuno yang membuatku segera menoleh padanya.

Ekspresi Nuno datar dan biasa aja. Nggak ada yang aneh dari cowok itu, yang katanya suka sama aku. Emang dasarnya si Jed yang suka debat dan nggak mau aku sewotin soal Lana. Mana mungkin Nuno bisa suka sama aku? Nuno itu kapten tim basket yang jadi incaran anak-anak cheerleader, yang udah pasti banyak ceweknya.

"Iya," jawabku malu-malu.

Nuno terlihat kaget, lalu kemudian biasa aja. Aku pengen banget respon orang, kalau denger aku punya pacar tuh kayak Nuno. Nggak norak, nggak kampungan, dan kalem aja kayak gitu.

"Jadi, lu sering nggak ikutan ngumpul karena udah punya cowok?" tanya Nuno lagi.

"Nggak juga sih. Mama sekarang lebih bawel karena kita udah mau UAS, jadinya sering sewot kalau aku keluyuran," jawabku.

"Oh."

Kami terdiam dan hanya berdiri berhadapan. Aku yang menoleh ke arah teman-teman yang sedang "ciye-ciye" ke aku, yang membuatku jadi malu nggak karuan. Harusnya Jed nggak usah anter segala, aku jadi susah kayak gini.

"Naura," panggil Nuno dan aku kembali menoleh padanya.

"Ya?"

Nuno tersenyum dan mengacak rambutku dengan ringan. "Pacaran boleh, tapi jangan sampe lupa sama temen, ya."

Senyumku langsung mengembang dan mengangguk antusias. See? Nuno itu baik dan teman yang suka menampung keluh kesahku selama ini. Kami saling melempar senyuman dengan tangan Nuno yang masih berada di kepalaku, saat panggilan dengan nada dingin itu terdengar.

BACKSTREET (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang