Jujur aja, aku nggak tahu mesti gimana saat ini. Apalagi melihat apa yang ada di hadapanku. Om Will dan Jed sama-sama melotot galak satu sama lain. Mereka berdua lagi marah.
"Gue kasih lu macarin Naura, nggak berarti lu bebas ngapain aja!" desis Om Will tajam.
"Naura bukan anak kecil yang perlu diurus sama lu, juga lu nggak perlu kepo soal urusan gue sama dia," balas Jed yang nggak kalah tajam.
"Tapi nggak cipokan di rumah kayak gini, Anjir!" sahut Om Will emosi.
"Terus dimana? Hotel?" balas Jed lagi.
Om Will makin nggak senang, dan kini melotot padaku. "Kamu yah! Jadi cewek nggak bisa jaga diri! Kenapa juga kamu mau diciumin sama Jed gitu aja?"
"A-Aku..."
"Udah deh, nggak usah sok nyolot! Semua gara-gara lu yang ngomong sembarangan! Lu yang nganter Lana pulang, tapi gue yang difitnah sama lu!" sela Jed sambil menarikku ke belakang tubuhnya agar terhindar dari pelototan Om Will.
Jadi gitu? Yang nganter pulang si Om, tapi Jed dighibahin. Aku mendadak kesal dan langsung bergeser untuk melotot galak pada Om Will.
"Om Will kok kampungan banget sih? Kenapa pake bohongin aku?" semburku kesal.
Om Will malah kasih senyuman miring yang nyebelin abis. "Sukurin! Gue cuma mau tahu udah segede apa sih lu, sampe niat pacaran sama temen om lu sendiri. Terbukti kan kalau lu masih cumi-cumi."
"Ya nggak gitu caranya! Aku sampe suudzon sama Jed tahu, gak?" balasku gemas.
"Itu namanya lu nggak punya kepercayaan sama orang yang lu sebut dengan pacar. Kalau nggak ada rasa percaya, buat apa pacaran? Jed itu ceweknya banyak loh! Bisa makan ati nanti lu sama dia," ucap Om Will yang semakin menjadi.
Aku merengut cemberut sambil melirik pada Jed yang sudah berdecak pelan.
"Aku tuh bete yah kalau kamu mulai mikir yang nggak-nggak," tegur Jed langsung.
"Emangnya bener kalau kamu banyak ceweknya?" tanyaku lirih, bersamaan dengan tawa geli dari Om Will.
Harusnya sih nggak heran kalau Jed banyak cewek. Orangnya ganteng banget kok. Tapi aku mendadak insecure karena masih jadi anak sekolah yang nggak punya apa-apa. Semua serba pas-pasan. Bentuk dada yang nggak seberapa, bokongnya juga nggak seksi, pinggang juga nggak berlekuk. Huwaaa, kenapa aku yang kayak jelata gini bisa dipilih sama Jed yang pangeran sekali?
"Will itu sengaja, Naura. Kamu udah jadi keponakannya, tetanggaan dari kecil, dan sering nginep di rumahnya. Masa kamu nggak tahu kelakuannya? Dia cuma nggak seneng kalau aku jalan sama kamu," ujar Jed menjelaskan.
"Kenapa gitu?" semburku sambil melotot pada Om Will.
"Karena Jed capek hati sama kelakuan lu yang kayak bocah!" jawab Will enteng, dan langsung mendapat sambitan bantal dari Jed yang sukses mengenai kepalanya.
Om Will tertawa keras, mengambil kunci rumahnya yang ditaruh di rak kaca, lalu berdadah ria tanpa dosa. "Udah yah, gue balik dulu. Lanjutin berantemnya. Gue tunggu sad ending-nya."
Aku ingin mengumpat, namun tertahan. Kini, Jed berbalik untuk menatapku selepas kepergian Om Will.
"Emangnya bener kalau kamu..."
"Bisa nggak pake nanyain hal kayak gitu gak sih? Aku bakalan capek kalau kamu nggak percaya sama aku," sela Jed ketus.
Aku nggak membalas, cuma diam aja. Mau gimana lagi? Sebagian otakku sudah termakan omongan Om Will tadi. Aku juga bingung harus bagaimana. Kalau kelakuanku kayak bocah bagi mereka, seharusnya mereka bimbing aku untuk jadi dewasa. Bukannya malah jadi bahan omongan saat aku lagi nggak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET (END)
ChickLitAda banyak alasan untuk menyembunyikan sebuah hubungan. Bagi Naura, alasan bersembunyi itu ada tiga: yaitu restu, waktu, dan belum tentu. Bermodalkan rasa menggebu-gebu, berbagai halangan pun diabaikan, dan backstreet pun dilakukan demi bisa bersam...