Part. 7 - Jealous

5.9K 948 156
                                    

Setiap sebulan sekali, biasanya Om Will dan Jed selalu ngadain weekend getaway. Tujuannya macam-macam, nggak sampe harus naik pesawat, atau ke luar negeri kayak kalangan jetset. Palingan ke Bogor, Puncak, atau Bandung. Terkadang, staycation di hotel buat ngobrol dan minum bareng.

Aku selalu diajak sama mereka, dan pasti dikasih sama Mama karena ada Om Will. Biasanya, Om Will dan Jed juga ngajak Oma Imel, tapi Oma lagi capek. Jadi kali ini, mereka mengajak teman kampusnya, yaitu Kak Santo dan Kak Lana.

Jujur aja, begitu denger nama terakhir, aku langsung merasa malas, tapi nggak rela kalau nggak ikutan. Apalagi, Lana itu demen banget deketin Jed. Duduk aja nggak bisa diam, kalau ngomong harus banget pake desahan. Sumpah! Aku kesel banget sama dia.

Rasa kesalku bertambah karena Jed cuma diem aja. Bukannya menghindar, malah diladenin. Aku kesal setengah mati. Om Will cuma nyengir tanpa berniat untuk membantu, malahan sengaja kasih Lana duduk di depan untuk temenin Jed yang lagi nyetir.

Om Will dan Kak Santo duduk di tengah, sedangkan aku duduk di belakang buat jagain tas bawaan. Posisiku bener-bener sial. Aku nggak bisa ngapa-ngapain waktu Lana bukain air minum kasih Jed minum, atau main sodorin chiki ke mulut Jed.

Hari ini, kami ke Puncak. Cukup macet karena hari Sabtu, dan aku cuma bisa diam selama perjalanan karena yang lainnya punya topik obrolan masing-masing. Om Will lagi seru bahas pertandingan bola sama Kak Santo, sedangkan Jed sibuk ladenin Lana. Aku cuma figuran aja di sini.

Aku lagi mogok bicara karena kesal dengan pemberitahuan dadakan soal Lana dan Kak Santo ikutan. Saat mau berangkat, aku bingung banget waktu liat Lana dan Kak Santo ada di rumah Om Will. Jed nggak ngomong apa-apa soal itu, dan dia cuma diam aja. Mungkin tahu karena aku marah.

"Eh, ke rest area dulu dong. Kebelet nih," seru Om Will tiba-tiba.

"Bole, sekalian gue mau beli kopi," sahut Kak Santo.

"Iya, bener. Lu mau kopi apa, Jed? Nanti gue pesenin? Atau mau bareng aja tapi anterin ke toilet karena gue mau pipis?" tanya Lana dengan nada centilnya yang bikin aku dongkol.

"Gue pesen sendiri aja," jawab Jed langsung.

"Ih, temenin gue dong. Kita pesen bareng aja," rengek Lana.

Aku cuma bisa memutar bola mata sambil mendengus saat melihat Om Will nengok ke arahku dengan seringaian menyebalkan. Penting banget ya kerjain keponakannya sendiri? Kadang aku bingung, siapa yang kekanakan dan dewasa di sini?

Begitu tiba di rest area, aku ikut turun karena kepengen ke toilet aja. Lana masih sibuk minta Jed temenin, dan Om Will sudah merangkul bahuku untuk jalan ke toilet meninggalkan drama mereka.

"Nggak usah bete gitulah. Lu tenang aja, Jed nggak bakalan mempan sama Lana," cetus Om Will saat kami berjalan menuju ke toilet.

"Genit banget sih tuh cewek!" sewotku nggak terima.

"Lana emang suka sama Jed dari dulu. Tapi Jed-nya aja yang bego kenapa nggak mau sama dia. Dibanding sama lu yang masih bocah, gue lebih pilih Lana," ujar Om Will yang bikin aku langsung pukul dadanya.

"Om Will tuh rese!" ucapku marah saat Om Will tertawa geli, lalu aku mempercepat langkah untuk menuju ke toilet.

Jika awalnya aku semangat ikut jalan-jalan, kali ini aku sama sekali nggak kepengen ikutan. Rasanya tuh sedih kalau nggak bisa barengan padahal pacar sendiri. Untungnya, toilet lagi sepi dan aku langsung dapet giliran.

Selesai dengan urusan toilet, aku langsung keluar untuk balik ke mobil. Tapi, Jed ada di depan dan kayaknya siaga banget buat nungguin Lana.

"Naura..."

BACKSTREET (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang