"Eh, elu Fan. Apa kabar anjir, Warga Bandung?"
Adit, mantan bosku, bertanya padaku ketika aku memasuki kedai kopinya yang sudah mau tutup. Interiornya sudah berubah cukup banyak. Oh iya, aku mengunjungi Jinendra sebenarnya. Ia tinggal bersama Adit selama ia menemaniku pulang ke kota asalku ini.
"Warga Bandung yang mana nih?" tanyaku tertawa. Pacarnya yang sekarang adalah warga Bandung masalahnya.
Ia tertawa, lesung pipinya terlihat. "Anyway, tadi gue ketemu mantan lo,"
"Kamu juga ketemu pacarku," ucapku nyengir.
"Halah, flexing teroooos," komentarnya. Aku terkekeh. "Ke minimarket dia,"
Aku mengacungkan jempolku sembari memperhatikan karyawannya yang sedang membersihkan mesin espresso. "Gak nyusahin kamu kan dia?"
"Dih, dia kali yang nyusahin aku. Nih, dia minta tolong aku beliin peralatan mandi," sahut suara dari belakangku.
"Hai, Ji," sambutku, tersenyum lebar. "Gimana tadi main sama Rendi?"
"Asik. Gak dingin kayak kamu,"
Lagi, aku menonjok bahunya. Geleng-geleng kepala, aku tersenyum ke mahasiswi yang sudah selesai memberesi kedai. "Duluan Pak, Kak,"
Jinendra mengiyakan lalu tertawa. "Bang Ical kemarin cerita lo gak suka dipanggil Pak. Tapi emang kayaknya derita muka tua ya?"
Adit menjitak kepala laki-laki yang masih tertawa itu. "Lo gak ke rooftop, Fan? Tempat penuh kenangan lo tuh,"
"Kenangan bersihin tai kucing sih iya," sebalku, menatap garang ke arah Adit.
"Nih, gue ke kamar mandi dulu naruh ini," ujar Adit mengangkat satu plastik berisi satu set peralatan mandi. "Kalian ke rooftop aja dulu, gue habis ini mau ke rumah pak RT dulu,"
"Ngapain malem-malem anjir?" tanya Jinendra.
"Ck, gue disuruh ikut ronda, bangsat,"
Sontak aku tertawa. Pasalnya, Pak RT memang menyukai tingkah laku seorang Adit yang ia anggap satu frekuensi dengannya.
"Titip salam! Bilang ke Bu RT Fanya lagi di Jogja, Dit!"
Adit mengiyakan, lalu eksistensinya tidak terlihat lagi setelah ia berbelok ke arah kamar mandi.
"Ayo ke rooftop,"
─────
Suasananya masih sama. Rooftop penuh kenangan ini. Tempat aku pertama kali bertemu dengan Calvin Antares, tempat aku menyelesaikan revisi skripsi terakhirku, tempat aku memutuskan untuk berhenti merokok, tempat bersejarah di mana aku berdamai dengan diri sendiri setelah sekian lama.
Angin sehabis hujan yang dingin menerbangkan helaian rambutku yang kugerai. Aku menatap pemandangan di depanku yang sedikit berubah. Semakin banyak atap rumah yang baru hari ini kuketahui keberadaannya--kota ini semakin padat. Gedung-gedung pencakar langit jelas menjamur hari ini. Apartemen terutama. Lahan sudah tidak banyak lagi, sedang manusia yang ingin menetap di sini tidak sedikit.
Kota yang tenang semakin ramai.
"Ji?"
Jinendra yang sedang berdiri di sebelahku, dengan tangannya bertumpu di pagar, menoleh. "Iya sayang?"
Aku berdecak. Ia ini kebiasaan sekali. Jantungku kan tidak siap.
"Kamu serius mau di sini sampai hari Minggu?" tanyaku. Aku menatapnya tepat di maniknya yang kecoklatan, menyadari betapa cantiknya kedua manik itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/247217056-288-k891759.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ii. praduga terduga
Fanfictionhanya perihal jatuh hati yang sama sekali tidak terprediksi published on jan 1, 2021