Chanyeol's Pain

27 6 0
                                    


"kau tau Chan. Ayah benar-benar kecewa denganmu. Kenapa sih kau tidak pernah mencontoh adikmu Sehun. Kau ini selalu semaunya sendiri. Dari kecil tidak pernah mau menurut. Pantas besarnya seperti ini".

Ini sudah ke ratusan kalinya ayah membentaku seolah-olah aku ini manusia yang tidak punya harga diri.

"dasar pembawa sial!" pekik ayah lalu masuk ke dalam kamarnya. Kata-kata itu sudah sering aku dengar sejak aku masih kecil. Mungkin juga sejak aku masih dalam kandungan. Setiap ayah marah. Ia akan mengucapkan kata-kata Itu. Tidak hanya ayah. Terkadang Ibuku, Yoona juga mengucapkanya. Dirumah ini aku seperti orang paling menjijikan yang pernah ada. Ibuku tidak pernah mau perduli denganku. Sejak aku lahir tugasnya sebagai seorang ibu seperti sudah selesai. Ibu tidak pernah memberiku kasih sayang seperti anak-anak yang lain. Ayah? Jangan tanya. Ayah seperti membenciku. Bahkan setiap kali ayah lelah, dia akan melampiaskan kemarahanya padaku dan memukulku denga apapun yang ada. Mulai dari tangan ksoong sampai menggunakan ikat pinggannya. Namun semenjak aku meranjak dewasa ayah tidak pernah lagi memukulku. Tapi kata-kata kasarnya padaku yang mengatakan bahwa aku anak pembawa sial tidak pernah berubah. Aku sudah 28 tahun. Tapi ayah masih juga membenciku. Apa 28 tahun waktu yang belum cukup untuk membuatnay menyangiku. Setidaknya menghormatiku sebagai manusia. Aku sudah melakukan yang terbaik dalam hidupku. Aku belajar dengan baik agar menjadi juara kelas. Aku masuk ke universitas terbaik di Korea dengan beasiswa sehingga tidak membebani orang tuaku. Lalu saat ini aku juga sudah bekerja menjadi seorang jaksa. Apa tidak cukup bagi mereka untuk memandangku?

Aku bangkit dari kursi ruang tamu yang sedari tadi aku duduki dan masuk ke kamarku. Aku segera berganti baju karena aku masih memakai pakian kerjaku. Aku melihat diriku di pantulan cermin. Aku memiliki sebuah bekas luka mengerikan yang aku dapatkan ketika ayah memukulku dengan ikat pinggang sewaktu aku kecil. Namun bekas luka itu tidak akan bisa hilang. Di tambah banyak bekas luka lainya akibat pukulan yang ku terima sejak aku masih kecil. Aku segera mengganti pakianku lalu aku merebahkan diriku di tempat tidur. Jam menunjukan pukul 11 malam tapi aku belum mengantuk. Fikiranku masih terus berputar-pputar pada apa yang ayahku katakan. Aku mengambil obat tidur yang ada di samping tempat tidurku. Aku mengambilya satu butir seperti biasa lalu meminunya. Dan aku kembali melihat obat tidur itu lagi. Lalu aku mengambil 4 butir sekaligus lalu kuminum. Bagiku jika aku tidak bangun lagi dan lelap dalam tidurku, setidaknya aku tidak akan pernah merasakan sakit lagi baik secara fisik ataupun mental.


VOTE please.

JusticeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang