Sejak kecil aku sering mendengar jika ayahku selalu memaki kakak laki-lakiku , Chanyeol. Aku tidak mengerti. Awalnya aku fikir karena kakakku nakal sehingg ayah marah. Aku sangat takut dengan kemarahan ayah sehingga aku berusaha menjadi anak yang patuh dan menurut pada ayah. Sampai aku beranjak remaja dan aku sadar jika kemarahan ayah bukan karena kak Chanyeol anak yang nakal. Tapi karena kak Chanyeol berbeda denganku. Tepatnya kak chanyeol bukan anak kandung ayah. Selama ini Ayah selalu menyebut kak Chanyeol sebagai anak pembawa sial dan anak haram. Kalimat itu selalu di ucapkanya setiap ayah marah. Tidak hanya itu, dulu Ayah juga sering memukuli kak Chanyeol. Tapi berbeda denganku. Ayah tidak pernah berkata seperti itu padaku meskipun ayah marah denganku dan juga tidak pernah memukulku sekalipun. Aku juga sadar kalau ayah selalu marah pada kak Chanyeol tanpa alasan. Lalu aku juga sadar bahwa ibu tidak pernah membela kak Chanyeol. Sepetinya ayah dan Ibu hanya menyayangiku. Tapi jujur aku merasa tidak nyaman dengan perhatian pilih kasih mereka. Aku merasa ini tidak adil. Harusnya ayah dan ibu juga memperhatikan kak Chanyeol sama seperti mereka memperhatikanku.
Aku selalu takut dengan ayah. Sehingga aku selalu mehuruti kemauannya. Aku sejak dulu ingin menjadi pemain sepak bola. Aku bahkan ikut club di sekolahku. Namun suatu hari ayah marah. Katanya nilaiku menurun karena club itu. Akhirnya aku keluar dan fokus belajar. Aku sangat iri dengan kak Chanyeol. Dia pintar masuk ke sekolah terbaik dan bahkan ketika ia masuk kuliah ia masuk di universitas terbaik di Korea dan mendapat beasiswa. Aku ingin mengikuti jejaknya tapi ayah selalu ingin aku kuliah di jurusan bisnis. Akhirnya aku pun lulus. Dan ayah menyuruhku masuk ke perusahan terbaik dan juga berbisnis. Ya bisa di bilang aku yang jadi pebisnis muda adalah karena keinginan ayah. Sampai aku tersadar aku sudah melangkah jauh mengikuti keinginan ayahku tanpa bisa mengatakan apa yang aku ingin lakukan. Ketika kak Chanyeol menjadi jaksa aku sangat bahagia. Aku bangga padanya. Aku membayangkan mempekenalkan kak Chanyeol yang berprofesi sebagai jaksa di depan teman-temanku membuatku senang. Tapi entah mengapa setiap ada pertemuan keluarga dan pertemuan dengan rekan-rekan bisnis ayahku tidak pernah menyebut kan kak Chanyeol. Semua hanya tentang aku, aku dan aku saja. Rasanya aku tidak cukup baik untuk di banggakan. Bahkan suatu hari ayah datang dan memperkenalkanku dengan Soojung. Ayah ingin aku menikahinya. Soojung cantik. Sopan, dan berpendidikan tinggi. Walaupun anak orang kaya tapi soojung berbeda dari wanita lain. Ia mandiri dan sangat baik. Kepribadianya sangat baik aku akui itu. Tapi aku tidak akan pernah bisa bersamanya karena aku tidak mencintainya. Kata orang cinta akan tumbuh pada waktunya. Tapi itu tidak berlaku denganku. Bukan karena aku tidak percaya dengan cinta. Aku percaya dengan cinta. Faktanya aku sudah memiliki seorang kekasih selama ini. Kekasih yang tidak ada seorang pun yang tahu. Kekasih yang aku kenal sejak di bangku kuliah. Mungkin aku terdengar brengsek. Sudah punya kekasih tapi masih menerima pejodohan ini. Sebenarnya aku hanya bingung. Aku menyembunyikan kekasihku bukan karena aku tidak bangga dengan hubungan kami tetapi fakta bahwa kekasihku, Mino adalah seorang pria yang membuatku tidak bisa membritahukan hubunganku kepada orang lain. Ya, karena aku gay.
Suatu hari setelah acara pertunaganku dengan Soojung. Aku mendapat telpon dari Seulgi, wanita yang dekat dengan kak Chanyeol. Dia bilang bahwa Kak Chanyeol masuk rumah sakit. Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi aku sangat khawatir, aku panik dan aku berrgegas kesana. Ketika aku masuk ke dalam ruangan kak Chanyeol aku terkejut melihatnya sudah bersimbah darah. Kak Chanyeol menyayat pergelangan tangnya sendiri. Setelah dokter merawatnya dia terbangun. Tapi kak Chanyeol histeris. Berteriak dan bertanya mengapa dirinya masih hidup. Dia terus berteriak seperti itu sampai aku harus menahanya agar tidak menyakiti dirinya. Aku benar-benar sedih. Kak Chanyeol menderita sampai berniat mengakhiri hidupnya tetapi aku sebagai adiknya justru tidak bisa berbuat apa-apa.
Sejak keluar dari rumah sakit, kak Chanyeol tinggal dirumah Seulgi. Dan aku merasa lega. Setidaknya dia tidak usah bertemu ibu dan ayah yang hanya bisa menghinanya setiap hari. Entah hatiku sakit setiap kali mendengar kak Chanyeol di hina oleh ayah. Tapi bodohnya aku tidak punya keberanian untuk membelanya sehingga aku hanya bisa diam. Selama ini aku selalu menjaga jarak dengan kak chanyeol karena aku tidak ingin membuatnya dalam bahaya. Aku tidak suka ketika aku berdekatan dengan kak chanyeol ayah akan mulai membandingkanku dengan dirinya. Pasti kak chanyeol selau di rendahkan dan aku benci itu.
Malam sebelum hari pernikahanku aku menghubungi kak Chanyeol. Aku hanya ingin minum denganya karena selama ini aku tidak pernah melakukanya sebagai seorang saudara. Dan aku juga ingin memberikan dia foto ketika hari pertunanganku, foto kami berdua. Tapi kak chanyeol seolah benci denganku. Bahkan dia seolah tidak mau berbicara denganku. Aku ingin menceritakan masalahku denganya tapi aku tidak tau dari mana. Sampai akhirnya aku bilang bahwa aku berbeda. maksudku aku berbeda adalah... aku adalah seorang Gay. Aku bebeda darinya. Tapi aku tidak bisa mnegatakan yang sebenarnya. Akhirnya aku malah membuatnya marah dengan kata-kataku yang teerkesan menghinanya. dia marah dan dia eperi begitu saja. bahkan dia tidak mau megambil foto yang ku berikan padanya. aku marah dengan diriku. Malam itu ak minum sampai mabuk berat.
Ya aku berbeda. Aku sadar aku tidak menyukai perempuan sejak SMA. Tapi aku tidak bisa bercerita pada sipapun. Dan yang kukatakan jika aku iri dengan kak Chanyeol itu benar. Aku iri dia mendapat seseorang yang sangat mencintainya seperti Seulgi mencintai kak chanyeol apa danya bukan karena harta status atau hal-hal lainnya.
Aku sedih ketika kak chanyeol bahkan tidak ingin menyimpan foto kami berdua. Apakah aku sejahat itu sehingga ia membenci diriku aku hanya ingin minta maaf tapi sulit. Aku pulang kerumah dalam keadaan mabuk. Pagi hari aku terbangun dan aku menulis surat untuk kak chanyeol. Rasanya hanya lewat surat aku bisa mengungkapkan apa yang ingin ku sampikan. Setelahnya aku menatap jam dinding yang menunjukan pukul 6 pagi. Aku menyuruh ayah dan ibu pergi duluan karena aku ingin melakukan sesuatu. Aku masuk ke kamar mandi dan menatap bayangan diriku di depan cermin. Aku tersenyum pada diriku sebentar. Lalu sesudahnya aku mengambil sebuah silet di dekat wastafel. Jika aku menikah hari ini semua tidak akan berakhir. Ayah dan keluargaku akan terus menuntut ku melakukan semua yang tidak ku suka. Aku hanya ingin semua berakhir. Aku lelah. Aku tidak siap jika harus diperlakukan seperti kak chanyeol. ya aku mirip seperti seorang pengecut. Pujian-pujian yang kuterima selama ini dari ayah sudah memanjakanku. Membuatku takut mengakui siapa diriku yang sebenarnya. Aku takut orang akan menyelahkanku dan mengucilkanku ketika mereka tahu siapa aku yang sebenarnya. Aku takut. Aku sudah di buat menjadi pengecut selama hidupku.
"Selamat tinggal Sehun" kataku memberikan salam perpisahan untuk diriku sendiri. Aku menyalakan keran air watafel dan mulai menggoreskan silet pada pergelangan tanganku berkali-kali sampai aku pun kehilangan kesadaranku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Justice
FanfictionMeskipun Chanyeol sudah menjadi seorang Jaksa, tapi semboyan anak haram dan pembawa sial masih selalu diucapkan oleh Ayahnya. Tekanan demi tekanan selalu di rasakanya. Belum lagi Sehun, adiknya selalu menjadi yang terbaik di mata Ayah dan Ibunya. Ch...