Pintu ruangan bersifat privasi itu dibuka tiba-tiba, menampakkan sosok seorang pria tampan dengan sebuah kaca mata yang menghias wajahnya.
"Hei, Bro, tumben kamu nggak keluar," sapanya saat memasuki ruangan. Berjalan mendekat lalu duduk di kursi, depan meja kerja Rama.
"Gimana tugas luar kotamu?" tanya Rama balik, mengabaikan pertanyaan pemuda tersebut.
"Yahh....lancar-lancar saja. Pak Robby akhirnya mau bekerja sama dengan kita."
"Aku tahu kau pasti berusaha keras untuk memenangkan hatinya. Dia bukan klien yang mudah ditaklukkan. Itulah sebabnya aku mengirimmu, dan bukan yang lain." Rama kembali menyendukkan nasi goreng ke mulutnya.
Hal itu mendapat perhatian dari pemuda di depannya. Ia mengamati dengan teliti isi kotak makanan yang sedang di hadap oleh teman sekaligus bosnya itu.
"Kau makan nasi goreng?" tanyanya heran. "Tumben?"
Rama hanya diam. Sambil mengunyah, ia menatap pada kotak bekal itu.
"Ini bukan nasi goreng biasa," gumamnya kemudian.
Arya, nama pemuda itu, yang mendengar gumaman Rama bernada serius, ikut menanggapinya dengan serius pula.
"Maksudnya?"
"Aku seperti kenal, siapa yang memasak nasi goreng ini."
Wajah Arya semakin serius. Alisnya menyatu dan ia menggeser tempat duduknya mendekat pada meja.
"Siapa memang?"
Rama kini menatap wajah Arya dengan seksama.
"Mama Heni," jawabnya yakin.
Mata Arya membola. Ia setengah terkejut.
"Kau bertemu mantan mertuamu itu?"
"Tidak. Tapi anaknya."
"Benarkah?" Arya meninggikan intonasinya. "Kau bertemu dengan Anita? Dimana? Bagaimana dia sekarang?"
Rama merasa kesal sendiri diberondong pertanyaan bertubi-tubi dari sahabatnya.
"Tidak bisakah kau bertanya satu-satu? Kau membuat kepalaku makin pusing."
"Hmm, baiklah. Sorry." Arya merilekskan tubuhnya yang sempat menegang. "Jadi, dimana kau bertemu Anita?" Ia memulai pertanyaannya kembali.
"Dia bekerja disini?"
"What?" Kali ini suara Arya melengking tinggi sampai Rama harus menutup telinganya dan berakhir dengan sebuah lemparan bolpoin pada pemuda itu.
"Kalau kau hanya membuat berisik, sebaiknya pergi dari ruanganku!"
Arya tergelak untuk beberapa saat lamanya. Astaga, ia tak percaya dengan cerita temannya barusan. Rama bertemu Anita. Hal itu pasti membuat hati sahabatnya tak hanya sekedar senang, namun juga berbunga-bunga melebihi kebahagiaan saat memenangkan tender milyaran dalam bisnisnya.
Ya, hanya Arya yang tahu seperti apa perasaan Rama pada perempuan itu. Sejak keduanya bercerai, Rama hanya membagi masalah hidupnya dengan Arya yang kini menjadi partner kerja sekaligus bawahannya. Tidak ada yang tahu kalau dalam hati seorang Rama, hanya mencintai seorang perempuan, yakni mantan istrinya. Anita.
"Kamu harus mentraktirku kali ini, Ram. Ini jackpot besar yang kau peroleh."
Rama hanya menyunggingkan senyum tipis. Ia lalu memakan kembali nasi gorengnya yang tinggal sedikit. Matanya kembali menerawang. Sekarang pria itu yakin, bahwa suara perempuan yang berteriak dari dalam rumah Anita tadi pagi adalah Heni, mama Anita. Dan itu berarti, orang tuanya saat ini ada di kota ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan oh Mantan (END)
RastgeleApa jadinya jika Anita dipertemukan kembali dengan masa lalunya, Rama? Dan yang lebih menyebalkan, pria itu kini menjadi atasannya. Tentu di bawah kepemimpinannya, Anita merasa tak nyaman apalagi ketika Rama mulai bersikap protektif dan selalu muncu...